Rezky membuang jauh-jauh perasaan tak enaknya. Dan melangkahkan kakinya menghampiri Alleta dan Chiko.
Akaash menghentikan laju motornya tepat didepan rumah Alleta. Melihat itu, Siska yang sedang melayani pembeli pun heran melihat siapa yang datang. Hingga Akaash dan Liza membuka helm mereka. Dan Siska dapat mengenali dua kakak beradik itu.
"Sore, Tante." Sapa Akaash pada Siska membuat beberapa pembeli juga tersenyum ramah padanya.
"Akaash? Liza? Pasti mau belajar ya?" Sambut Siska ramah dan senang melihat kehadiran mereka.
"Sekalian ngapel, Tan." Sahut Liza yang langsung mendapat pelototan dari Akaash. Semua yang mendengar itu terkekeh.
"Wah jadi ini pacarnya Alleta? Ganteng banget sih. Pinter ya Alleta cari pacar." Gumam ibu-ibu pelanggan Siska. Akaash hanya bisa tersenyum kikuk menanggapi ibu-ibu itu. Sedangkan Liza menahan tawanya.
"Ya udah masuk sana. Leta lagi nyetrika." Kata Siska sambil menggiring Akaash dan Liza masuk kedalam rumah. Alleta yang tengah menyetrika dikamarnya pun keluar saat mendengar sedikit kegaduhan didepan rumahnya. Bersamaan dengan itu, Akaash dan Liza masuk.
"Kak Leta!!!!" Teriak Liza sambil memeluk Alleta yang sedikit terkejut dengan teriakan Liza ini.
"Eh, bocah! Jangan teriak-teriak! Kampung orang nih! Jadi amukan massa baru tau rasa!" Omel Akaash sembari duduk disofa sederhana diruang tamu Alleta.
"Apaan sih, Ka! Lagian gue sama Liza juga udah lama ngga ketemu." Sahut Alleta, merasa dibela, Liza pun mengejek Akaash dengan memeletkan lidahnya.
"Baru juga dua minggu kemarin ketemu!" Gumam Akaash yang sudah menyiapkan buku-buku kimianya dimeja.
Alleta duduk ditengah-tengah Akaash dan Liza. Kedua kakak adik ini tidak ada hentinya bertengkar. Seketika rumah Alleta terasa ramai. Alleta sangat menikmati pertengkaran Akaash dan Liza, karena hal ini tidak pernah ada dihidupnya yang notabene anak tunggal.
"Kak Leta! Liat Kak Aka! Jahatkan? Setiap hari, princess Elsa ini dibully lahir batin sama Olaf." Protes Liza tiba-tiba.
"Mau ngapain sih lo, Ka? Pake bawa buku kimia segala?" Tanya Alleta melihat Akaash yang sedang dengan santai membuka-buka bukunya.
"Ngungsi." Jawab Akaash singkat.
"Aku mau bikin minum ya, Kak." Kata Liza yang ditanggapi anggukan oleh Alleta. Dan gadis belia itu masuk kedapur dirumah Alleta tanpa sungkan. Karena memang Liza bisa dengan bebas melakukan apa saja didalam rumah Alleta.
"Perasaan terakhir lo kesini gue udah ajarin deh." Gumam Alleta memerhatikan materi yang Akaash tanyakan.
"Gue lupa." Sahut Akaash enteng tanpa beban. Alleta hanya geleng-geleng kepala.
Siska masuk kedalam rumah sambil membawa dua piring nasi uduk setelah melayani para pembeli. Melihat Alleta yang mulai mengajari Akaash pelajaran kimia. Liza datang dari dapur sambil membawa segelas teh, dan duduk tepat disebelah Alleta.
"Ini kalian makan dulu. Pasti kangen kan sama nasi uduk Tante." Kata Siska menyodorkan kedua piring itu pada Liza dan Akaash.
"Makasih, Tante. Jadi ngerepotin." Gumam Akaash dan mulai menyendokkan nasi uduk kemulutnya.
"Emang, Kak Aka kan ngerepotin banget." Cibir Liza yang juga menikmati nasi uduknya.
"Lo lebih ngerepotin! Liat tuh, dirumah orang juga." Sahut Akaash menunjuk segelas teh milik Liza.
"Lho kok kakaknya ngga dibuatin, Liz?" Tanya Siska sambil beranjak kedapur membuatkan minuman untuk Akaash.
"Biarin buat sendiri, Tante! Dasar manja!" Cibir Liza lagi dengan suara cemprengnya membuat Akaash kembali melotot pada adiknya itu.
"Udah cepet abisin! Terus lanjut lagi." Suruh Alleta yang masih sibuk membolak-balik buku tulis Akaash yang lebih banyak coretan dari pada catatan. Bahkan ada beberapa gambar Doraemon yang Alleta temukan.
"Lo bener-bener sableng ya, Ka." Gumam Alleta sambil terkekeh.
"Suka-suka gue." Sahut Akaash yang malah membuat Alleta terbahak karena mendapatkan gambar sketsa wajah Pak Rudi, guru kimia mereka yang punya kumis tebal.
"Sumpah! Muka Pak Rudi makin jelek aja, apalagi yang gambar lo, Ka. Tambah ancur!" Kata Alleta dengan tawanya yang terbahak-bahak juga Akaash yang baru menyadari bahwa dia pernah menggambar wajah Pak Rudi dibukunya. Liza hanya diam, fokus memakan nasi uduknya karena tak ingin ikut-ikutan membully guru kakaknya.
Tak terasa sudah dua jam mereka dirumah Alleta. Les privat pun sudah selesai. Langit yang tadinya biru cerah sudah berubah jingga. Alleta dan Akaash duduk diteras rumah yang dengan leluasa langsung menampilkan magic hour itu. Warung Siska sudah tutup. Dan kini Liza tengah membantu Siska dikamar Alleta melipat baju laundry yang sudah disetrika.
Tak ada percakapan antara Alleta dan Akaash selama beberapa saat. Hingga Akaash merasa tak nyaman, karena biasanya keduanya tak bisa berhenti bicara. Akaash menatap Alleta dari samping. Gadisnya itu menatap khidmat langit senja.
"Khidmat amat, neng? Kayak lagi upacara aja." Cibir Akaash membuat Alleta mendesis kesal karena Akaash mengganggu ritualnya menatap senja.
"Lo kan tau, Ka. Gue paling suka senja." Gumam Alleta masih menatap langit jingga yang lebih menarik daripada Akaash.
"Iya, lo paling suka senja. Dan ngga suka diganggu kalo lagi liat senja. Pasti mau ngomong gitukan? Udah hafal gue." Sahut Akaash yang langsung mendapat jitakan maut dari Alleta.
"Omongan gue lo hafalin! Tabel periodik tuh hafalin. Omongan gue mah ngga masuk ujian nasional." Omel Alleta yang malah membuat Akaash terkekeh.
Perlahan warna jingga itu tertelan kelam malam. Tuhan memang menciptakan keindahan hanya sementara. Makanya jangan terlalu terlena dengan keindahan. Karena bisa saja keindahan itu akan segera hilang. Dan kita harus menunggu hari esok untuk melihat keindahan itu lagi. Bintang pertama muncul, menandakan senja telah usai.
"Gue pulang, Ta." Mendengar itu, Alleta menatap Akaash heran.
"Takut kemaleman. Nanti gue bisa digorok sama Mama." Lanjut Akaash membuat Alleta tertawa dan mengangguk.
Keduanya kembali kedalam rumah. Akaash mengajak Liza pulang dan berpamitan pada Siska. Hingga keduanya kini berboncengan meninggalkan rumah sederhana Alleta yang memberi keduanya kenyamanan. Akaash memang belum tau tentang keluarga Alleta. Setau Akaash, Ayah Alleta masih bekerja dipabrik. Dan Alleta pun tak berniat untuk menceritakannya pada Akaash.
Baru saja beberapa menit yang lalu Akaash dan Liza pulang, pintu rumah mereka digedor. Alleta yang baru melaksanakan sholat maghrib pun dibuat terkejut. Begitu pula Siska yang langsung keluar dari dapur.
"Siska! Buka pintunya!" Seru seseorang yang sangat dikenali Alleta. Mendengar itu, Siska berniat melangkahkan kakinya, namun segera dicegah Alleta.
"Biar Leta aja, Bu." Kata Alleta mendahului Ibunya. Siska hanya dapat menatap punggung Alleta penuh kekhawatiran.
Hal pertama yang dilihat Alleta saat membuka pintu adalah keadaan Ayahnya yang kacau balau. Bau minuman beralkohol pun dirasakan indra penciumannya, menyeruak. Randy terlihat setengah sadar, berdirinya pun sempoyongan. Dengan kasar Randy mendorong Alleta untuk memberinya jalan.
"Mana Siska?! Mana Ibu lo?!" Bentak Randy tepat didepan Alleta. Rasa takut tiba-tiba hadir dihatinya.
"Ibu..Ibu..Mau apa Ayah cari Ibu?!" Sahut Alleta memberanikan diri. Namun, satu tamparan mendarat diwajahnya. Membuat pelipisnya terlihat memar.
"Cukup, Mas! Jangan sakitin Leta!" Tak tahan Siska melihat anaknya dipukul oleh suaminya sendiri, wanita berhijab itu menghampiri Alleta dan Randy. Direngkuhnya tubuh Alleta yang tersungkur. Alleta hanya diam dan menutup pelipisnya dengan tangan.
"Bagi duit!" Bentak Randy pada istrinya. Kesabaran Siska sudah habis. Dirogohnya saku baju dan melemparkan sejumlah uang hasil dagangannya hari ini pada Randy.
"Kamu boleh menyakitiku! Tapi tidak jika kamu menyakiti Leta!" Seru Siska yang tak diperdulikan Randy. Dengan langkah sempoyongan, Randy berjalan keluar rumah. Meninggalkan anak istrinya yang sudah lelah dengan sikapnya.
Perlahan Siska memapah Alleta kekamar. Membaringkan tubuh putrinya ditempat tidur. Kepala Alleta sangat pusing. Siska bergegas mengambil kotak P3K untuk mengobati luka Alleta. Dengan penuh kasih sayang, Siska mengusapkan kapas yang diberi obat merah dipelipis Alleta yang terluka dan terlihat memar.
"Kenapa Ibu kasih uangnya ke Ayah? Itukan buat modal dagang Ibu besok." Gumam Alleta setengah terpejam.
"Karena uang itu bisa dicari lagi, Ta. Ibu ngga mau kamu kenapa-napa." Jawab Siska dengan air mata yang sudah tak terbendung lagi.
"Terus gimana besok Ibu bisa jualan?" Tanya Alleta yang membuat Siska berfikir sejenak. Namun, detik berikutnya Siska menyunggingkan senyum tulus.
"Besok Ibu ngga jualan dulu aja. Lagian besok juga laundry-an banyak. Kamu istirahat ya sekarang, nak." Jawab Siska mencoba menenangkan Alleta hingga putri semata wayangnya itu terlelap.
***
Alleta masih berdiam diri ditepi tempat tidurnya. Ditangannya terdapat sebuah cermin kecil yang memantulkan bayangan luka dipelipisnya. Alleta sangat bingung. Bagaimana dia harus menutupi luka memarnya ini? Tidak mungkin Alleta memperlihatkan luka itu pada orang-orang. Terutama pada Akaash yang pasti tidak akan tinggal diam.
Hingga sebuah ide muncul diotak Alleta. Dengan terpaksa dia harus meninggalkan ikat rambutnya dirumah kali ini. Alleta menggerai rambut sebahunya dan mengusahakan agar rambutnya itu sedikit menutupi pelipisnya yang terluka. Setelah dirasa cukup, Alleta beranjak dari duduknya mengambil tas sekolahnya dan keluar dari kamar. Terlihat Siska yang tengah menyusun menu sarapan sederhana dimeja makan.
Gadis itu mengedarkan pandangannya. Namun, tak ditemukan sosok Ayahnya pagi ini. Bagaimana pun kelakuan Randy pada Alleta, tetap saja Alleta selalu menyayangi dan menghormati Randy.
"Ayah semalem ngga pulang, Bu?" Tanya Alleta sambil duduk disalah satu kursi meja makan dan mulai mengambil sarapannya. Siska hanya menggeleng dan tersenyum. Senyum yang memang dipaksakan.
Setelah sarapan dan memakai sepatunya, Alleta memasangkan tas kepunggungnya. Teras rumahnya yang biasanya ramai karena pelanggan ibunya yang membeli nasi uduk, pagi ini terlihat sepi karena Siska tidak membuka warungnya. Alleta menghampiri Siska yang tengah menjemur laundry-an.
"Bu, Leta berangkat ya." Pamit Alleta yang pagi ini berangkat lebih pagi dari biasanya. Siska mengulurkan tangannya yang dicium Alleta.
"Hati-hati ya, nak." Kata Siska yang dibalas anggukan kepala dari Alleta.
Siska memandangi punggung putrinya yang berjalan meninggalkan rumah. Ada perasaan haru jika melihat Alleta. Putri semata wayangnya itu tak pernah sekalipun menyusahkannya. Malah Alleta selalu berusaha meluangkan waktunya untuk membantu pekerjaan Siska.
"Ibu yakin kamu akan bahagia, Alleta Pramudina." Gumam Siska saat Alleta hilang dikelokan gang.
Hanya butuh waktu sepuluh menit perjalanan, Alleta sudah sampai disekolahnya. SMA Garuda Nusantara. SMA swasta yang hanya bisa dimasuki kalangan elit. Walaupun, beberapa diantaranya terdapat siswa dengan ekonomi menengah ke bawah yang tentunya dapat bersekolah disitu dengan beasiswa prestasi. Tak jarang terjadi bullying pada mereka yang diberi beasiswa karena hampir semua adalah anak kutu buku yang cupu.
Pengecualian bagi Alleta. Siswi yang juga termasuk pemakai beasiswa ini akrab dengan semua kalangan. Berteman baik dengan para siswa-siswi unggulan, juga dengan para siswa-siswi yang sama sepertinya. Ditambah lagi Alleta adalah kekasih dari ketua tim basket yang most wanted, Akaash Suryanata. Jadi, tak ada yang berani walau hanya sekedar mencibir apalagi membully.
Seperti pagi ini, Alleta yang biasanya mengikat rambut sebahunya kini terlihat berbeda dengan rambut sebahu yang terurai. Tentu mereka yang melihatnya tak menyadari bahwa pelipis Alleta sebenarnya terluka. Dengan langkah biasa, Alleta membalas sapaan siswa-siswi yang menyapanya. Entah itu dari adik kelas, teman seangkatan, juga kakak kelas.
Hingga Alleta melewati area parkir untuk masuk kekoridor kelas. Namun, langkahnya terhenti karena sebuah panggilan yang tak asing ditelinganya.
"Alleta!" Panggil Chiko Zafrani, salah satu sahabat kekasihnya, yang baru memarkirkan motor sportnya yang berwarna biru bernama Smurf. Tentunya Akaash yang memberinya nama. Dan lagi-lagi terinspirasi dari film kartun dilaptop milik Liza.
Alleta menunggu Chiko yang sedang berjalan menghampirinya. Namun, satu lagi kutu kupret yang baru datang membuatnya harus lebih lama menunggu. Dia adalah Maulana Rezky, sahabat Akaash juga. Setelah meminta Chiko untuk menunggunya, Rezky memarkirkan motor sport berwarna kuning yang memiliki nama Minions. Dan lagi-lagi Akaash yang andil dalam pemberian nama. Juga sama-sama terinspirasi oleh film kartun kesukaan Liza.
Akaash, Chiko dan Rezky adalah tiga sahabat dari kecil. Dari tiga pemuda itu, yang lumayan memiliki otak yang sempurna hanyalah Rezky seorang. Selain pintar, Rezky juga termasuk siswa rajin dan teladan. Tidak seperti Akaash dan Chiko yang pecicilan.
Chiko menghampiri Alleta dengan wajah sumpringah cerah ceria. Sedangkan Rezky tetap dengan wajah datar dan dinginnya. Entahlah bagaimana ceritanya Rezky yang pendiam, cuek, dingin namun pintar dan pencinta komik ini bisa bersahabat dengan Akaash dan Chiko yang sengklek, banyak tingkah, berandalan dan memiliki otak seperempat dari kapasitas normal otak manusia.
"Tumben lo datengnya pagi banget? Lewat gerbang lagi, biasanya kan lewat tembok." Cibir Chiko yang langsung telinganya menjadi korban jewerannya Alleta. Dengan usaha yang sia-sia, Chiko mengaduh namun Alleta tak perduli.
"Mulut lo nyinyir amat sih, Chiko!" Seru Alleta setelah melepas jeweran ditelinga Chiko. Lantas membuat bibir Chiko mengerucut.
Namun, sekilas Rezky yang hanya berdiri diantara Chiko dan Alleta melihat luka memar yang tak begitu tertutup rambut dipelipis Alleta. Tapi Rezky hanya terdiam. Dan dihatinya mengganjal sesuatu. Mungkin dia akan menanyakannya nanti pada Akaash.
"Ky! Mau sampe kapan lo disitu?" Tanya Chiko yang sudah berjalan memasuki area koridor bersama Alleta. Menyadari hal itu, Rezky membuang jauh-jauh perasaan tak enaknya. Dan melangkahkan kakinya menghampiri Alleta dan Chiko.
0 komentar:
Posting Komentar