Ketika seseorang merasakan jatuh cinta. Mereka akan melupakan yang namanya patah hati.
Pukul 18:00 WIB, Rumah Aksara.
AROMA parfum begitu menggelitik hidung. Berkali-kali Athila menggosok hidung dan bersin. Bukan karena parfumnya murahan dan menguarkan aroma aneh, tapi karena si pemakainya terlalu banyak menyemprotkan parfum. Alhasil bukannya wangi malah aneh baunya.
Aroma aneh itu datangnya dari cowok yang tampak rapi malam itu. Dengan kemeja lengan panjang bahan denim yang digulung sampai siku, jam tangan berwarna hitam, celana jeans senada dengan warna jam tangan, serta rambut diponi ke samping, memberi kesan maskulin dan cool. Aksara menuruni tangga sambil memasang senyum lebar memperlihatkan gigi putihnya yang mengkilap.
"Woah... Mas mau pergi kemana? Rapi amat. Kayak mau pergi kondangan tau, nggak?" komentar Athila. "Satu lagi, berapa liter ngabisin parfumnya? Sampai baunya bikin aku bersin berkali-kali."
Aksara menghampiri Athila, senyumnya nggak hilang. "Kencan dong. Masa malem minggu di rumah."
Merasa tersinggung atas perkataan Mas-nya, Athila mencibir, "Baru sekali pergi kencan aja belagu!"
"Aksa, mau pergi kemana kamu? Tumben, malem minggu kamu keluar rumah. Setahu Mama, kamu nggak punya pacar." Reni muncul dengan membawa cucian bersih, menatap heran Aksara yang tampak berbeda dari malam-malam sebelumnya.
"Mas Aksa kencan sama pacarnya," sela Athila. "Akhirnya Mas satu-satunya udah melepas status jomlo sejak lahir."
Aksara memukul pelan kepala Athila ketika mendengar kalimat terakhir. "Bukan pacar lagi tapi masih calon pacar!" Kemudian berjalan ke Reni dan mencium punggung tangannya. "Aksa minta doa, Ma. Semoga rencana malam ini lancar dan sukses."
"Rencana?"
"Ya, Ma. Pokoknya doain aja, ya..."
"Cepet sana Mas pergi! Nanti telat, calon pacarnya marah, lho!" Aksara langsung melotot ke arah Athila. Tanpa diusir segala dia juga berniat pergi.
Setelah berpamitan Aksara pergi ke rumah Ale. Yang pasti pakai motor kesayangannya. Awalnya Aksara berpikir Ale keberatan dan meminta menggunakan mobilnya. Tapi ternyata Ale senang-senang saja.
"Nggak apa pakai motor. Saya senang. Pakai motor kan saya bisa ngerasain udara malem sambil lihat bintang." Itu alasan Ale.
"Ya... tapi sayanya nggak rela angin belai kulit kamu," balas Aksara sambil terkekeh.
Tak kuasa Ale menahan senyum dan pipinya bersemu merah.
Akhirnya Aksara dan Ale berangkat ke tempat yang akan menjadi kencan pertama mereka. Ale menitipkan Aldo pada saudaranya alias Mama Kayla, jadi dia nggak perlu merasa khawatir.
Aksara menarik tangan kanan Ale dan menaruh di perutnya, "Pegangan yang erat supaya nggak jatuh."
"Nggak bakal jatuh," ucap Ale sedikit keras, kalau pelan nggak kedengaran Aksara.
"Yakin? Masalahnya saya ngebut nih!"
"Jangan ngebut, Aksa." Ale memukul pelan punggung Aksara.
Bukannya menuruti kemauan Ale, motor Aksara malah melaju lebih kencang. Terpaksa Ale mengaitkan kedua tangannya di depan perut Aksara.
Melihat itu Aksara tertawa senang. Cewek memang harus diancam dulu biar mau menurut.
(())
Pukul 20:00 WIB, Restoran.
Lampu-lampu di samping pintumasuk restoran berkelap-kelip indah. Bangunannya yang modern dan kebarat-baratan menberi kesan romantis. Aksara memarkirkan motor di area parkiran yang khusus motor, memasukkan kunci ke saku celana, lalu menggandeng tangan Ale untuk masuk ke dalam restoran.
Ketika tangannya digenggam erat seperti itu, detak jantung Ale seperti dipompa sampai melebihi batas, tapi sebisamungkin dia bersikap normal.
Di dalam restoran dipenuhi pengunjung, dari yang muda hingga yang sudah bau tanah. Semua berkumpul di sana. Berbagi cerita, tawa, hingga kesedihan. Ya, kesedihan. Nggak jauh dari meja Aksara dan Ale terdapat sepasang kekasih tengah bertengkar entah perihal apa.
Seolah nggak merasa terganggu, Aksara membaca pesanan di buku menu begitupun Ale. Pelayan mencatat pesanan mereka dab segera kembali ke dapur.
"Pacaran itu nggak selamanya adem ayem alias baik-baik saja. Lihat sepasang kekasih di meja sebelah kita." Aksara menginterupsi Ale. Wanita itu melihat sepasang kekasih yang dimaksud Aksara sebelum beralih menatap cowok di depannya. "Pacaran itu harus ada pertengkaran. Karena dengan bertengkar kita bisa mempererat hubungan. Lihat sisi positifnya aja, kita jadi tahu kelemahan pacar kita. Dan bisa memperbaiki lagi. Kalo pacaran nggak ada adu cekcok malah aneh. Nggak asik!"
Ale mengangguk, nggak bisa membantah ucapan Aksara. Karena sebagian hatinya juga sependapat walaupun bertengkar dengan pacar bukan suatu hal yang asik.
Nggak berselang lama pesanan diantar. Mereka menyantap makanan yang terhidang di meja dengan diselingi obrolan santai.
"Setelah ini kita pergi ke suatu tempat yang nggak kalah romantisnya dari ini," ucap Aksara, menyuapkan potongan daging bakar terakhir.
Alis Ale saling bertautan, "Kemana?"
"Ada deh...."
(())
Seperti yang Aksara bilang, tempat kedua yang mereka kunjungi nggak kalah romantis dari tempat sebelumnya. Kafe yang memiliki rooftop dengan nuansa atap berupa langit serta bintang-gemintang tampak begitu indah. Lalu di bagian barat terdapat pembatas dari semen yang sejajar dengan dada manusia.
Aksara dan Ale berdiri di sana sambil memandang langit diselimuti awan berwarna hitam pekat. Bintang-gemintang bersinar keemasan. Ditambah bulan berbentuk sempurna.
"Indah, ya?" tanya Aksara memecah kehingan.
Ale menoleh lantas mengangguk, "Bangeeet...."
"Tapi indahnya nggak bisa ngalahin kecantikan kamu malem ini."
"Gombal!" Ale memukul pelan lengan Aksara. "Hari-hari kamu emang selalu dipenuhi rayuan gombal murahan. Heheh."
"Tapi suka, kan?"
"Nggak...," tukas Ale menggeleng dengan mata berbinar.
Aksara mencubit kedua pipi Ale, gemas. Karena itu jarak mereka jadi lumayan dekat dan jantung mereka berdetak cepat. Aksara semakin mendekatkan wajahnya pada Ale, membisikkan sesuatu yang membuat Ale berdiri mematung.
"I love you, Le...."
Gawat! Pipi Ale memanas. Seperti tahu kondisi Ale setelah mendengar ucapannya, Aksara menyunggingkan senyum, "You?"
Waktu semakin melambat. Ale diam menatap manik mata Aksara. Tatapan itu seolah memghipnotisnya, membawa sensasi aneh dalam hatinya.
"I love you too, Aks."
Tepat Ale usai mengatakannya, Aksara mengecup bibirnya. Kecupan cukup lama hingga napas Ale tersenggal. Dia pun membalas kecupan itu, meski nggak menggigit bibir kenyal milik Aksara.
Malam yang dipenuhi bintang-gemintang keduanya saling bercumbu mesra. Tiada siapa pun selain alam yang menyaksikan kebahagiaan di antara keduanya.
0 komentar:
Posting Komentar