Seorang
wanita dengan jilbab hijau lumut tampak berjalan terburu-buru menuju
ruang guru, belahan rok yang cukup sempit memaksa wanita itu mengayun
langkah kecil nan cepat. Namun saat dirinya tiba diruangan yang dituju,
disana hanya didapatinya Bu Nita yang sibuk mengoreksi hasil ujian
harian para siswa.
“Bu.. apa Pak Rivan sudah pulang?”
“Mungkin
sudah,” jawab Bu Nita, memandang Reyna dengan wajah penuh curiga, setau
Bu Nita hubungan antara Reyna dan Rivan memang tak pernah akur, meski
sama-sama guru muda, pemikiran Reyna dan Rivan selalu bersebrangan.
Reyna yang idealis dan Rivan yang liberal.
“Memangnya ada apa Bu?” lanjut wanita itu, penasaran.
“Oh… tidak.. hanya ada perlu beberapa hal,” elak Reyna.
“Apa itu tentang pengajuan kenaikan pangkat dan golongan?” tambah Nita yang justru semakin penasaran.
“Bukan.. eh.. iya.. saya pamit duluan ya Bu,” ucap Reyna bergegas pamit.
“Semoga
saja SMS itu cuma canda,” ucapnya penuh harap, bergegas menuju parkir,
mengacuhkan pandangan satpam sekolah yang menatap liar tubuh semampai
dibalut seragam hijau lumut khas PNS, ketat membalut tubuhnya.
Mobil
Avanza, Reyna, membelah jalan pinggiran kota lebih cepat dari biasanya.
Hatinya masih belum tenang, pikirannya terus terpaku pada SMS yang
dikirimkan Rivan, padahal lelaki itu hanya meminta tolong untuk
membantunya menyusun persyaratan pengajuan pangkat, tapi rasa permusuhan
begitu lekat dihatinya.
Jantung
Reyna semakin berdebar saat mobilnya memasuki halaman rumah, di sana
telah terparkir Ninja 250 warna hijau muda, “tidak salah lagi itu pasti
motor Rivan,” bisik hati Reyna. Di kursi beranda sudut mata wanita muda
itu menangkap sosok seorang lelaki, asik dengan tablet ditangannya.
“Kamu…” ucap Reyna dengan nada suara tak suka.
Rivan membalas dengan tersenyum.
“Masuklah,
tapi ingat suamiku tidak ada dirumah, jadi setelah semua selesai kamu
bisa langsung pulang,” ucap Reyna ketus, meninggalkan lelaki itu diruang
tamu.
Beraktifitas
seharian disekolah memaksa Reyna untuk mandi, saat memilih baju, wanita
itu dibuat bingung harus mengenakan baju seperti apa, apakah cukup
daster rumahan ataukah memilih pakaian yang lebih formal.
“Apa
yang ada diotak mu, Rey?!.. Dia adalah musuh bebuyutan mu disekolah,”
umpat hati Reyna, melempar gaun ditangannya ke bagian bawah lemari.
Lalu
mengambil daster putih tanpa motif. Tapi sayangnya daster dari bahan
katun yang lembut itu terlalu ketat dan sukses mencetak liuk tubuhnya
dengan sempurna, memamerkan bongkahan payudara yang menggantung menggoda
Reyna
kembali dibuat bingung saat memilih penutup kepala, apakah dirinya
tetap harus mengenakan kain itu ataukah tidak, toh ini adalah rumahnya.
Namun tak urung tangannya tetap mengambil kain putih dengan motif renda
yang membuatnya terlihat semakin anggun, tubuh indah dalam balutan serba
putih yang menawan.
Jam
dinding sudah menunjukkan pukul 5 petang dan untuk yang kedua kalinya
Reyna menyediakan teh untuk Rivan. Sementara lelaki itu masih terlihat
serius dengan laptop dan berkas-berkas yang harus disiapkan, sesekali
Reyna memberikan arahan.
Tanpa
sadar mata Reyna mengamati wajah Rivan yang memang menarik. “Sebenarnya
cowok ini rajin dan baik, tapi kenapa sering sekali sikapnya membuatku
emosi,” gumam Reyna, teringat permusuhannya dilingkungan sekolah.
Pemuda
yang memiliki selisih umur empat tahun lebih muda dari dirinya. Sikap
keras Reyna sebagai wakil kepala sekolah bidang kesiswaan berbanding
terbalik dengan sikap Rivan yang kerap membela murid-murid yang
melakukan pelanggaran disiplin.
“Tidak usah terburu-buru, minum dulu teh mu, lagipula diluar sedang hujan,” tegur Reyna yang berniat untuk bersikap lebih ramah.
“Hujan?… Owwhh Shiiit.. Ibuku pasti menungguku untuk makan malam,” umpat Rivan.
Reyna
tertawa geli mendengar penuturan Rivan, “makan malam bersama ibumu?
Tapi kamu tidak terlihat seperti seorang anak mami,” celetuk Reyna usil,
membuat Rivan ikut tertawa, namun tangannya terus bergerak seakan tidak
tergoda untuk meladeni ejekan Reyna.
“Bereeesss..” ucap Rivan tiba-tiba mengagetkan Reyna yang asik membalas BBM dari suaminya.
“Jadi apa aku harus pulang sekarang?” tanya Rivan, wajahnya tersenyum kecut saat mendapati hujan diluar masih terlalu lebat.
“Di
garasi ada jas hujan, tapi bila kamu ingin menunggu hujan teduh tidak
apa-apa,” tawar Reyna yang yakin motor Rivan tidak mungkin menyimpan jas
hujan.
“Aku memilih berteduh saja, sambil menemani bu guru cantik yang sedang kesepian, hehehe…”
“Sialan, sebentar lagi suamiku pulang lhoo,”
Sesaat
setelah kata itu terucap, Blackberry ditangan Reyna menerima panggilan
masuk dari suaminya, tapi sayangnya suaminya justru memberi kabar bahwa
dirinya sedikit terlambat untuk pulang, dengan wajah cemberut Reyna
menutup panggilan.
“Ada apa, Rey..”
“Gara-gara kamu suamiku terlambat pulang,”
“Lhoo,
kenapa gara-gara aku? Hahaha…” Rivan tertawa penuh kemenangan, dengan
gregetan Reyna melempar bantal sofa. Obrolan kembali berlanjut, namun
lebih banyak berkutat pada dinamika kehidupan disekolah dan hal itu
cukup sukses mencairkan suasana.
Reyna
seakan melihat sosok Rivan yang lain, lebih supel, lebih bersahabat dan
lebih humoris. Jauh berbeda dari kacamatanya selama ini yang melihat
guru cowok itu layaknya perusuh bagi dirinya, sebagai penegak disiplin
para siswa.
“Aku
heran, kenapa kamu justru mendekati anak-anak seperti Junot dan Darko,
kedua anak itu tak lagi dapat diatur dan sudah masuk dalam daftar merah
guru BK,” tanya Reyna yang mulai terlihat santai. “Seandainya bukan
keponakan dari pemilik yayasan, pasti anak itu sudah dikeluarkan dari
sekolah,” sambungnya.
“Yaa,
aku tau, tapi petualangan mereka itu seru lho, mulai dari nongkrong di
Mangga Besar sampai ngintipin anak cewek dikamar mandi, guru juga ada
lho yang mereka intipin,” “Hah? yang benar? gilaaa, itu benar-benar
perbuatan amoral,” Reyna sampai meloncat dari duduknya, berpindah ke
samping Rivan.
“Tapi
tunggu, bukankah itu artinya kamu mendukung kenakalan mereka, dan siapa
guru yang mereka intip?” tanya Reyna dengan was-was, takut dirinya
menjadi korban kenakalan kedua siswa nya.
“Sebanarnya mereka anak yang cerdas dan kreatif, bay
angkan
saja, hanya dengan pipa ledeng dan cermin mereka bisa membuat periskop
yang biasa digunakan oleh kapal selam,” ucap Rivan serius, memutar
tubuhnya berhadapan dengan Reyna yang penasaran.
“Awalnya
mereka cuma mengintip para siswi tapi bagiku itu tidak menarik, karena
itu aku mengajak mereka mengintip di toilet guru, apa kamu tau siapa
yang kami intip?”
Wajah Reyna menegang, menggeleng dengan cepat. “Siapa?,,,”
“kami mengintip guru paling cantik disekolah, Ibu Reyna Raihani!”
“Apa? gilaaa kamu Van, kurang ajar,” Reyna terkaget dan langsung menyerang Rivan dengan bantal sofa.
“ampuun Reeeey, Hahahaa,,”
“Sebenarnya
kamu ini guru atau bukan sih? Memberi contoh mesum ke murid-murid,
besok aku akan melaporkan mu ke kepala sekolah,” sembur Reyna penuh
emosi.
Rivan berusaha menahan serangan dengan mencekal lengan Reyna.
“Hahahaa,
aku bohong koq, aku justru mengerjai mereka, aku tau yang sedang berada
di toilet adalah Pak Tigor dan apa kamu tau efeknya? Mereka langsung
shock melihat batang Pak Tigor yang menyeramkan, Hahaha,” Reyna akhirnya
ikut tertawa, tanpa sadar jika lengannya masih digenggam oleh Rivan.
“Tu
kan, kamu itu sebenarnya lebih cantik jika sedang tertawa, jadi jangan
disembunyikan dibalik wajah galakmu,” ucap Rivan yang menikmati tawa
renyah Reyna yang memamerkan gigi gingsulnya. Seketika Reyna terdiam,
wajahnya semakin malu saat menyadari tangan Rivan masih menggenggam
kedua tangannya.
Tapi
tidak berselang lama bentakan dari bibir tipisnya kembali terdengar,
“Hey!.. Kalo punya mata dijaga ya,” umpat Reyna akibat jelajah mata
Rivan yang menyatroni gundukan payudara dibalik gaun ketat yang tak
tertutup oleh jilbab, Reyna beranjak dan duduk menjauh, merapikan
jilbabnya.
“Punyamu
besar juga ya,” balas Rivan, tak peduli akan peringatan Reyna yang
menjadi semakin kesal lalu kembali melempar bantalan sofa. “Ga usah sok
kagum gitu, lagian kamu pasti sudah sering mengintip payudara siswi
disekolah?,,”
“Tapi punyamu spesial, milik seorang guru tercantik disekolah,”
“Sialan..”
dengus Reyna merapikan jilbabnya, tapi sudut bibirnya justru tersenyum,
karena tak ada wanita yang tidak suka bila dipuji. Wajah Reyna memerah ,
kalimat Rivan begitu vulgar seakan itu adalah hal yang biasa.
“Rey… liat dong,”
“Heh?
Kamu mau liat payudaraku , gilaa… Benda ini sepenuhnya menjadi hak
milik suamiku,” Wanita itu memeletkan lidahnya, tanpa sadar mulai
terbawa sifat Rivan yang cuek.
“Ayo dooong, penasaran banget nih,”
“Nanti,
kalo aku masuk kamar mandi intipin aja pake piroskop ciptaan kalian
itu, hahaha..” Reyna tertawa terpingkal menutup wajahnya, tidak percaya
dengan apa yang baru saja diucapkannya.
“Yaaa, paling ngga jangan ditutupin jilbab keq,” sungut Rivan, keqi atas ulah Reyna yang menertawakannya.
“Hihihi… Liat aja ya, jangan dipegang,” Ucap guru cantik itu dengan mata tertuju ke TV, lalu mengikat jilbabnya kebelakang.
“Kurang..”
“Apalagi?
Bugil?” matanya melotot seolah-olah sedang marah, tetapi jantungnya
justru berdebar kencang, menantang hatinya sejauh mana keberanian
dirinya.
“satu kancing aja,”
“Dasar
guru mesum,” Reyna lagi-lagi memeletkan lidahnya lalu kembali
menolehkan wajahnya ke TV, namun tangannya bergerak melepas kancing
atas.
Tapi
tidak berhenti sampai disitu, karena tangannya terus bergerak melepas
kancing kedua lalu menyibak kedua sisinya hingga semakin terbuka,
membiarkan bongkahan berbalut bra itu menjadi santapan penasaran mata
Rivan. Entah apa yang membuat Reyna seberani itu, untuk pertama kalinya
dengan sengaja menggoda lelaki lain dengan tubuh nya.
“Punyamu
pasti lebih kencang dibanding milik Anita,” sambung Rivan, matanya
terus terpaku ke dada Reyna sambil mengusap-usap dagu yang tumbuhi
jambang tipis, seolah menerawang seberapa besar daging empuk yang
dimiliki wanita cantik itu. Tapi kata-kata Rivan justru membuat Reyna
kaget, bingung sekaligus penasaran. “Hhmmm.. Ada hubungan apa antara
dirimu dan Bu Nita?”
“Tidak ada, aku hanya menemani wanita itu, menemani malam-malamnya yang sepi,”
“Gilaaa.. Apa kamu… eeeenghhh,,,”
“Maksudmu
aku selingkuhan Bu Anita kan? Hahaha…” Rivan memotong kalimat Reyna
setelah tau maksud kalimat yang sulit diucapkan wanita itu. “Bisa
dikatakan seperti itu, hehehe.. Tapi kami sudah mengakhirinya tepat
seminggu yang lalu,”
“Kenapa?”
sambar Reyna yang tiba-tiba penasaran atas isu skandal yang memang
telah menyebar dikalangan para guru mesum. Rivan menghela nafas lalu
menyandarkan tubuhnya. “Suaminya curiga dengan hubungan kami, meski
Anita menolak untuk mengakhiri aku tetap harus mengambil keputusan itu,
resikonya terlalu besar,”
“Apa kamu mencintai Bu Anita?”
Rivan
tidak langsung menjawab tapi justru mengambil rokok dari kantongnya,
setelah tiga jam lebih menahan diri untuk tidak menghisap lintingan
tembakau dikantongnya, akhirnya lelaki itu meminta izin, “Boleh aku
merokok?”
“Silahkan..” jawab Reyna cepat.
“Aku
tidak tau pasti, Anita wanita yang cantik, tapi dia bukan wanita yang
kuidamkan,” beber lelaki itu setelah menghembuskan asap pekat dari
bibirnya. Tapi wajah wanita didepannya masih menunjukkan rasa penasaran,
“lalu apa saja yang sudah terjadi antara dirimu dan Anita?” cecarnya.
“Hahahaha.. Maksudmu apa saja yang sudah kami lakukan?”
Wajah
Reyna memerah karena malu, Rivan dengan telak membongkar kekakuannya
sebagai seorang wanita dewasa. “Anita adalah wanita bersuami, artinya
kau tidak berhak untuk menjamah tubuhnya,” ucap Reyna berusaha membela
keluguan berfikirnya.
Rivan
tersenyum kecut, mengakui kesalahannya, “Tak terhitung lagi berapa kali
kami melakukannya, mulai dari dirumahku, dirumahnya, bahkan kami pernah
melakukan diruang lab kimia, desah suaranya sebagai wanita yang
kesepian benar-benar menggoda diriku, rindu pada saat-saat aku
menghamburkan spermaku diwajah cantiknya.”
Seketika
wajah Reyna terasa panas membayangkan petualangan, Anita, “Kenapa kamu
tidak menikah saja?” tanya Reyna berusaha menetralkan debar jantungnya.
“Belum ada yang cocok,” jawab Rivan dengan simpel, membuat Reyna
menggeleng-gelengkan kepala, wanita itu mengambil teh dimeja dan
meminumnya.
“Rey.. selingkuhan sama aku yuk..”
Brruuuuuffftttt…
Bibir tipis Reyna seketika menghambur air teh dimulutnya.
“Dasar
guru mesum,” umpat Reyna membuang wajahnya, yang menampilkan ekspresi
tak terbaca, kejendela yang masih mempertontonkan rinai hujan yang
justru turun semakin deras.
“Aku
masak dulu, lapar nih,” ucap Reyna, beranjak dari sofa berusaha
menghindar dari tatapan Rivan yang begitu serius, jantungnya berdegub
keras masih tidak percaya dengan apa yang diucapkan Rivan.
“Rey…” Panggilan Rivan menghentikan langkah wanita itu.
“Kenapa wajahmu jadi pucat begitu, tidak perlu takut aku cuma bercanda koq,” ujar lelaki itu sambil terkekeh.
“Siaaal, ni cowok sukses mengerjai aku,” umpat hati Reyna.
“Aku
tau koq, kamu tidak mungkin memiliki nyali untuk menggoda guru super
galak seperti aku,” ucapnya sambil memeletkan lidah. Diam-diam bibirnya
tersenyum saat Rivan mengikuti ke dapur. Hatinya mencoba berapologi,
setidaknya lelaki itu dapat menemaninya saat memasak.
Reyna
dengan bangga memamerkan keahliannya sebagai seorang wanita, tangannya
bergerak cepat menyiapkan dan memotong bumbu yang diperlukan, sementara
Rivan duduk dikursi meja makan dan kembali berceloteh tentang kenakalan
dan kegenitan para siswi disekolah yang sering menggoda dirinya sebagai
guru mesum jomblo tampan.
“Awas
aja kalo kamu sampai berani menyentuh siswi disekolah,” Reyna
mengingatkan Rivan sambil mengacungkan pisau ditangan, dan itu membuat
Rivan tertawa terpingkal.
“Ckckckck, mahir juga tangan mu Rey,” Rivan mengkomentari kecepatan tangan Reyna saat memotong bawang bombay.
“Hahaha… ayo sini aku ajarin..” tawar Reyna tanpa menghentikan aksinya,
Tapi
Reyna terkejut ketika Rivan memeluknya dari belakang, bukan.. cowok itu
bukan memeluk, karena tangannya mengambil alih pisau dan bawang yang
ada ditangannya. “Ajari aku ya..” bisik Rivan lembut tepat ditelinganya.
Kepala
wanita itu mengangguk, tersenyum tersipu. Tangannya terlihat ragu saat
menyentuh dan menggenggam tangan Rivan yang ditumbuhi rambut-rambut
halus. Perlahan pisau bergerak membelah daging bawang.
“tangan mu terlalu kaku, Hahahaa,”
“Ya maaf, tanganku memang tidak terlatih melakukan ini, tapi sangat terlatih untuk pekerjaan lainnya.”
“Oh ya? Contohnya seperti apa? Membuat periskop untuk mengintip siswi dikamar mandi? Hahaha,,,”
“Bukan,
tapi tanganku sangat terampil untuk memanjakan wanita cantik seperti
mu,” ucap lelaki itu, melepaskan pisau dan bawang, beralih mengusap
perut Reyna yang datar dan perlahan merambat menuju payudara yang
membusung.
“Hahaha, tidaak tidaaak, aku bukan selingkuhanmu, ingat itu,” tolak Reyna berusaha menahan tangan Rivan.
“Rey,
jika begitu jadilah teman yang mesra untuk diriku, dan biarkan temanmu
ini sesaat mengangumi tubuhmu, bila tanganku terlalu nakal kamu bisa
menghentikanku dengan pisau itu, Deal?…”
Tubuh
Reyna gemetar, lalu mengangguk dengan pelan, “Ya, Deaaal.” ucap bibir
tipisnya, serak. Reyna kembali meraih pisau dan bawang dan membiarkan
tangan kekar Rivan dengan jari-jarinya yang panjang menggenggam payudara
nya secara utuh. Memberikan remasan yang lembut, memainkan sepasang
bongkahan daging dengan gemas.
Mata
Reyna terpejam, kepalanya terangkat seiring cumbuan Rivan yang perlahan
merangsek keleher yang masih terbalut jilbab. Romansa yang ditawarkan
Rivan dengan cepat mengambil alih kewarasan Reyna.
“Owwhhhh,”
bibir Reyna mendesah, kakinya seakan kehilangan tenaga saat jari-jari
Rivan berhasil menemukan puting payudara yang mengeras.
“Rivaaaan,” ucap wanita itu sesaat sebelum bibirnya menyambut lumatan bibir yang panas.
Membiarkan
lelaki itu menikmati dan bercanda dengan lidahnya, menari dan membelit
lidahnya yang masih berusaha menghindar. “Eeeemmhhh…” wajahnya terkaget,
Rivan dalam hisapan yang lembut membuat lidah nya berpindah masuk
menjelajah mulut lelaki itu dan merasakan kehangatan yang ditawarkan.
Menggelinjang
saat lelaki itu menyeruput ludah dari lidahnya yang menari. Jika Reyna
mengira permainan ini sebatas permainan pertautan lidah, maka wanita itu
salah besar, karena jemari dari lelaki yang kini memeluknya penuh
hasrat itu mulai menyelusup kebalik kancingnya.
“Boleh?”
Wanita
berbalut jilbab itu tak berani menjawab, hanya memejamkan matanya dan
menunggu keberanian silelaki untuk menikmati tubuhnya. Begitu pun saat
tangan Rivan berusaha menarik keluar bongkahan daging padat yang
membusung menantang dari bra yang membekap.
“Oooowwwhh,
eemmppphhh,” tubuh Reyna mengejang seketika, tangan lentiknya tak mampu
mengusir tangan Rivan, hanya mencengkram agar jemari lelaki itu tidak
bergerak terlalu lincah memelintir puting mungilnya.
“Rey..
Kenapa kamu bisa sepasrah ini?.. Benarkah kamu menyukai lelaki ini?..
Bukan.. Ini bukan sekedar pertemanan Rey.. Meski kau tidak menyadari aku
bisa merasakan bibit rasa suka dihatimu akan lelaki itu, Rey…” hati
kecil Reyna mencoba menyadarkan. Tapi wanita itu justru berusaha
memungkiri penghianatan cinta yang dilakoninya, berusaha mengenyahkan
bisikan hati dengan memejamkan matanya lebih erat.
Wajahnya
mendongak ke langit rumah, berusaha lari dari batinnya yang berteriak
memberi peringatan. Pasrah menunggu dengan hati berdebar saat tangan
Rivan mulai mengangkat dasternya keatas dan dengan pasti menyelinap
kebalik kain kecil, menyelipkan jari tengah kecelah kemaluan yang mulai
basah.
“Ooowwwhhhhhhh,”
bibirnya mendesah panjang, berusaha membuka kaki lebih lebar seakan
membebaskan jari-jari Rivan bermain dengan klitorisnya.
Kurihiiiing…
Kurihiiiing…
Dering
HP mengagetkan keduanya, membuat pergumulan birahi itu terlepas.
Kesadaran Reyna mengambil alih seketika, dirinya semakin shock melihat
nama yang tertera dilayar HP, ‘Mas Anggara’.
“Hallo mas, halloo,,” sambut Reyna diantara usahanya mengkondisikan jantung yang berdegup kencang.
“Mas
sedang dimana, kenapa belum pulang?” ucap Reyna kalut dengan rasa takut
dan bersalah yang begitu besar, seolah suaminya kini berdiri tepat
didepannya.
“Mas masih dirumah sakit, mungkin tidak bisa pulang malam ini,” jawab suara besar diujung telpon.
“Iya.. Iya tidak apa-apa, Mas kerja saja yang tenang,”
Setelah
mengucap salam, sambungan telpon dimatikan. Reyna berdiri bersandar
dimeja, menghela nafas panjang lalu meneguk liur untuk membasahi
kerongkongannya yang terasa sangat kering.
“Rivan, terimakasih untuk semuanya, tapi kau bisa pulang sekarang,”
“Tidak Rey, kita harus menyelesaikan apa yang sudah kita mulai,”
“Apa
maksudmu?… Tidak.. Aku bukan seperti Anita yang kesepian, aku tidak
memiliki masalah apapun dengan suamiku, keluarga yang kumiliki saat ini
adalah keluarga yang memang kuidamkan…” wajah Reyna menjadi pucat saat
Rivan mendekat menempel ketubuhnya, mengangkat dasternya lebih tinggi,
memeluk dan meremas pantat yang padat berisi.
“Rivan, ingat!.. Kamu seorang guru, bukan pemerkosa..” didorongnya tubuh lelaki itu, tapi dekapan tangan Rivan terlalu erat.
“Yaa.. Aku memang bukan pemerkosa, aku hanya ingin menyelesaikan apa yang sudah kita mulai,”
“Gila kamu Rivan, aku adalah istri yang setia, tidak seperti wanita-wanita yang pernah kau tiduri ”
“Ohh
ya?,,” Rivan tersenyum sambil menurunkan celananya dan memamerkan
batang yang telah mengeras, batang besar yang membuat Reyna terhenyak.
Tiba-tiba
dengan kasar Rivan mencengkram tubuh Reyna dan mendudukkan wanita itu
diatas meja, dengan gerakan yang cepat menyibak celana dalam Reyna,
batang besar itu telah berada didepan bibir senggama Reyna.
“Jangan Rivaaan, aku bisa berbuat nekat,” Reyna mulai menangis ketakutan, meraih garpu yang ada disampingnya, mengancam Rivan.
“Kenapa
mengambil garpu, bukankah disitu ada pisau?” Rivan terkekeh, wajah yang
tadi dihias senyum menghanyutkan kini berubah begitu menakutkan.
“Aaaaaaaaaaaggghh…” Rivan berteriak kesakitan saat Reyna menusukkan garpu ke lengan lelaki itu.
Lelaki
itu menepis tangan Reyna, merebut garpu dan melemparnya jauh, darah
terlihat merembes dikemeja lelaki itu. “Bila ingin mengakhiri ini
seharusnya kau tusuk tepat di ulu hatiku,” ucapnya dengan wajah
menyeringai sekaligus menahan sakit.
“Tidaaak
Rivaaaan, hentikaaan,” Reyna berhasil berontak mendorong tubuh besar
Rivan lalu berlari kearah kamar, tapi belum sempat wanita itu menutup
kamar Rivan menahan dengan tangannya.
“Aaaaagghh…”
Rivan mengerang kesakitan akibat tangannya yang terjepit daun pintu,
lalu dengan kasar mendorong hingga membuat Reyna terjengkal.
“Dengar Rey.. Sudah lama aku menyukai mu, dan aku berusaha menarik perhatianmu dengan menentang setiap kebijakan mu,”
Dengan
kasar Rivan mendorong wanita itu kelantai dan melucuti pakaiannya,
Reyna berteriak meminta tolong sembari mempertahankan kain yang tersisa,
tapi derasnya hujan mengubur usahanya. Lelaki itu berdiri mengangkangi
tubuh Reyna yang terbaring tak berdaya, memamerkan batang besar yang
mengeras sempurna, kejantanan yang jelas lebih besar dari milik
suaminya.
Wanita
itu menangis saat Rivan dengan kasar menepis tangan yang masih berusaha
menutupi selangkangan yang tak lagi dilindungi kain. “Cuu.. Cukup
Rivan, sadarlaaah..” sambil terus menangis Reyna berusaha menyadarkan,
tapi usahanya sia-sia, mata lelaki itu terhiptonis pada lipatan vagina
dengan rambut kemaluan yang terawat rapi.
Dengan
kekuatan yang tersisa Reyna berusaha merapatkan kedua pahanya, namun
terlambat, Rivan telah lebih dulu menempatkan tubuhnya diantara paha
sekal itu dan bersiap menghujamkan kejantanannya untuk mengecap suguhan
nikmat dari wanita secantik Reyna.
“Ooowwhhh…
Vagina mu lebih sempit dibanding milik Anita,” desah Rivan seiring
kejantanan yang menyelusup masuk ke liang si betina.
“Oohhkk..
Oohhkk..” bibir Reyna mengerang menerima hujaman yang dilakukan dengan
kasar, semakin keras batang besar itu menghujam semakin kuat pula
jari-jari Reyna mencakar tangan Rivan, air matanya tak henti mengalir.
Tubuhnya
terhentak bergerak tak beraturan, Rivan menyetubuhinya dengan sangat
kasar. Wajah lelaki itu menyeringai saat melipat kedua paha Reyna
keatas, memberi suguhan indah dari batang besar yang bergerak cepat
menghujam celah sempit vagina Reyna.
“Sayang, aku bisa merasakan lorong vaginamu semakin basah, ternyata kamu juga menikmati pemerkosaan ini, hehehe”
Plak…
Pertanyaan
Rivan berbuah tamparan dari tangan Reyna, tapi lelaki itu justru
tertawa terpingkal, lidahnya menjilati jari-jari kaki Reyna yang
terangkat keatas dengan pinggul yang terus bergerak menghujamkan batang
pusakanya. Puas bermain dengan kaki Reyna, tangan lelaki itu bergerak
melepas bra yang masih tersisa.
“Ckckckck… Sempurna, sejak dulu aku sudah yakin payudaramu lebih kencang dari milik Anita,”
Tubuh Reyna melengkung saat putingnya dihisap lelaki itu dengan kuat. “Oooooouugghh..”
“Pasti
Anita malam ini tidak bisa tidur karena menunggu batang kejantanan yang
kini sedang kau nikmati, Oowwhhh kecantikan, keindahan tubuh dan
nikmatnya vaginamu benar-benar membuatku lupa pada beringasnya permainan
Anita,” ucap Rivan, membuat Reyna kembali melayangkan tangannya kewajah
lelaki itu.
“Bajingan
kamu, Van..” umpat wanita itu, tapi tak berselang lama bibirnya justru
mendesah saat lidah Rivan bermain ditelinganya. “Oooowwwhhhhh….”
“Hehehe…akuilah, jika kamu juga menikmati pemerkosaan ini, rasakanlah besarnya penisku divagina sempit mu ini,”
Mata
wanita itu terpejam, air matanya masih mengalir dengan suara terisak
ditingkahi lenguhan yang sesekali keluar tanpa sadar. Hatinya
berkecamuk, sulit memang memungkiri kenikmatan yang tengah dirasakan
seluruh inderanya.
“Reeeey…
Sadarlah, kamu wanita baik-baik, seorang istri yang setia, setidaknya
tutuplah mulut nakal mu itu,” teriak hatinya mencoba mengingatkan,
membuat airmata Reyna semakin deras mengalir.
Yaa..
meski hatinya berontak, tapi tubuhnya telah berkhianat, pinggulnya
tanpa diminta bergerak menyambut hentakan batang yang menggedor dinding
rahim. Rivan tersenyum penuh kemenangan.
“Berbaliklah, sayang,” pintanya.
Tubuh
Reyna bergerak lemah membelakangi Rivan, pasrah saat lelaki itu menarik
pantatnya menungging lebih tinggi, menawarkan kenikmatan dari liang
senggama yang semakin basah. Jari-jari lentiknya mencengkram sprei saat
lelaki dibelakang tubuhnya menggigiti bongkahan pantatnya dengan gemas.
“Oooowwwhhhh…
Eeeeeenghhh..” pantat indah yang membulat sempurna itu terangkat
semakin tinggi ketika lidah yang panas memberikan sapuan panjang dari
bibir vagina hingga keliang anal.
Rasa
takut dan birahi tak lagi mampu dikenali, matanya yang sendu mencoba
mengintip pejantan yang membenamkan wajah tampannya dibelahan pantat
yang bergetar menikmati permainan lidah yang lincah menari, menggelitik
liang vagina dan anusnya, suatu sensasi kenikmatan yang tak pernah
diberikan oleh suaminya.
Isak
tangis bercampur dengan rintihan. Hati yang berontak namun tubuhnya tak
mampu berdusta atas lenguhan panjang yang mengalun saat batang besar
Rivan kembali memasuki tubuhnya, menghantam bongkahan pantatnya dengan
bibir menggeram penuh nafsu.
Begitupun
saat Rivan meminta Reyna untuk menaiki tubuhnya, meski airmatanya jatuh
menetes diatas wajah sipejantan tapi pinggul wanita itu bergerak luwes
dengan indahnya menikmati batang besar yang dipaksa untuk masuk lebih
dalam.
“Aaaawwhhhh
Rey… Boleh aku menghamilimu?” ucap Rivan saat posisinya kembali berada
diatas tubuh Reyna, menunggangi tubuh indah yang baru saja meregang
orgasme.
Wanita
itu membuang wajahnya, bibirnya terkatup rapat tak berani menjawab
hanya gerakan kepala yang menggeleng menolak, matanya begitu takut
beradu pandang dengan mata Rivan yang penuh birahi.
Batang
besar Rivan bergerak cepat, orgasme yang diraih siwanita membuat lorong
senggamanya menjadi sangat basah. Hentakan pinggul lelaki itu begitu
cepat dan kuat seakan ingin membobol dinding rahim, memaksa Reyna
berpegangan pada besi ranjang penikahannya untuk meredam kenikmatan yang
didustakan.
“Reeeeey..
Boleh aku menghamilimuuu?.. Aaaagghhh, cepaaaaat jawaaaaaaaab,” teriak
Rivan yang menggerakkan pinggulnya semakin cepat.
Baca Juga : Perawan Ku Diambil Adiku Sendiri Saat Aku Tidur
Baca Juga : 7 Fakta dan cerita unik tentang Bercinta
Reyna
menatap Rivan dengan kepala yang menggeleng. “Jangaaan.. kumohooon
jangaaaan… Rivan tersenyum menyeringai “Kamu yakin? Tidak ingin
merasakan sensasi bagaimana sperma lelaki lain menghambur dirahim mu?”
Plaaak..
Reyna
kembali menampar wajah Rivan untuk yang kesekian kalinya, tapi kali ini
jauh lebih keras. Wanita menjerit terisak, tapi kaki jenjangnya justru
bergerak melingkari pinggul silelaki, tangannya memeluk erat seakan
ingin menyatukan dua tubuh.
Tangis
Reyna semakin menjadi, menangisi kekalahannya. Tangannya menyusuri
punggung Rivan yang berkeringat lalu meremas pantat yang berotot seakan
mendukung gerakan Rivan yang menghentak batang semakin dalam.
“Kamu jahaaaaat Rivaaaan.. jahaaaaat..” teriak Reyna seiring lenguh kenikmatan dari bibir silelaki.
Menghambur
bermili-mili sperma dilorong senggama, menghantar ribuan benih kerahim
siwanita yang mengangkat pinggulnya menyambut kepuasan silelaki dengan
lenguh orgasme yang kembali menyapa, tubuh keduanya mengejat,
menggelinjang, menikmati suguhan puncak dari sebuah senggama tabu.
“Kenapa
kau mempermainkan aku seperti ini,” isak Reyna dengan nafas memburu,
tangannya masih meremasi pantat berotot Rivan yang sesekali mengejat
untuk menghantar sperma yang tersisa kerahim si wanita.
“Karena
aku mencintaimu,” bisik lembut si penjantan ditelinga betina yang
membuat pelukannya semakin erat, membiarkan tubuh besar itu berlama-lama
diatas tubuh indah yang terbaring pasrah. Membisu dalam pikiran
masing-masing.
“Apa kamu bersedia menjadi teman selingkuhku?”
Reyna
menggeleng dengan cepat, “Aku tidak berani, Rivan, Ooooowwhhhhhh..”
wanita itu melepaskan pagutan kakinya dan mengangkang lebar, membiarkan
silelaki kembali menggerakkan pingulnya dan memamerkan kehebatan
kejantanannya dicelah sempit vagina Reyna.
“Tapi bagaimana bila aku memaksa?..”
“Itu
tidak mungkin Oooowwhhh… Aku sudah bersuami dan memiliki anak,
aaaahhhhhh…” Reyna menggelengkan kepala, berusaha kukuh atas pendirian,
meski pinggul indahnya bergerak liar, tak lagi malu untuk menyambut
setiap hentakan yang menghantar batang penis kedalam tubuhnya.
Reyna
tak ingin berdebat, tangannya menjambak rambut Rivan saat bibir lelaki
itu kembali berusaha merayu, membekap wajah Rivan pada kebongkahan
payudara dengan puting yang mengeras.
“Kamu jahat, Van.. Tak seharusnya aku membiarkan lelaki lain menikmati tubuhku.. Ooowwwhh.. Ooowwwhhh…”
Setelahnya
tak ada lagi kalimat lagi yang keluar selain desahan dan lenguhan dan
deru nafas yang memburu. Hingga akhirnya bibir Rivan bersuara serak
memanggil nama si wanita.
“Reeeeey… Boleeeehkaaan?”
Reyna
menatap sendu wajah birahi Rivan, dengan kesadaran yang penuh wanita
itu mengangguk lalu merentang kedua tangan dan kakinya, memberi izin
kepada silelaki untuk kembali menghambur sperma kedalam rahimnya.
“Reeeey..”
panggil lelaki itu kembali, membuat siwanita bingung, sementara
tubuhnya telah pasrah menjadi pelampiasan dari puncak birahi Rivan.
Dengan wajah memelas tangan Rivan bergerak mengusap wajah Reyna, telunjuknya membelah bibir tipis siwanita.
“Dasar guru mesum, ” ucap Reyna sambil menampar pipi Rivan tapi kali ini dengan lembut,
“kamu menang banyak hari ini, Van..” ucapnya lirih dengan mata sembap oleh air mata.
“Boleeeh?..”
Reyna
memalingkan wajahnya, lalu mengangguk ragu. Rivan bangkit mencabut
batangnya lalu mengangkangi wajah guru cantik itu. Sudut mata Reyna
menangkap wajah tampan silelaki yang menggeram sambil memainkan batang
besar tepat didepan wajah nya.
Jemari
lentiknya gemetar saat mengambil alih batang besar itu dari tangan
Rivan. Memberanikan diri untuk menatap lelaki yang mengangkangi
wajahnya, kepasrahan wajah seorang wanita atas lelaki yang menikmati
tualang birahi atas tubuhnya.
“Aaaaaaaagghhh..
Aaaaagghhh.. Reeeeey..” wajah Rivan memucat seiring sperma yang
menghambur kewajah cantik yang menyambut dengan mata menatap sendu.
“Aaaaaagghhhh.. Sayaaaaaang..”
Tak
pernah sekalipun Reyna menyaksikan seorang pejantan yang begitu
histeris mendapatkan orgasmenya, dan tak pernah sekalipun Reyna
membiarkan seorang pejantan menghamburkan sperma diwajah cantiknya.
Dengan ragu Reyna membuka bibirnya, membiarkan tetesan sperma menyapa
lidahnya. Batang itu terus berkedut saat jari lentik Reyna yang gemetar
menuntun kedalam mulutnya.
Menikmati
keterkejutan wajah Rivan atas keberaniannya. Bibirnya bergerak lembut
menghisap batang Rivan, mempersilahkan lelaki itu mengosongkan benih
birahi didalam bibir tipisnya.
“Ooooooowwwhhhhh.. Reeeeeeeey…” Rivan mengejat, menyambut tawaran Reyna dengan beberapa semburan yang tersisa.
“Cepatlah
pulang.. Aku tidak ingin suamiku datang dan mendapati dirimu masih
disini,” pinta Reyna setelah Rivan sudah mengenakan kembali seluruh
pakaiannya.
“Masih belum puas?.. dasar guru mesum,” ucapnya ketus saat Rivan memeluk dari belakang.
“aku bukanlah selingkuhan mu, catat itu,” Reyna menepis tangan Rivan.
“Yaa..
Aku akan mencatatnya disini, disini, dan disini..” jawab Rivan sambil
menunjuk bibir tipis Reyna, lalu beralih meremas payudara yang membusung
dan berakhir dengan remasan digundukan vagina.
“Dasar gila ni cowok,” umpat hati Reyna, yang kesal atas ulah Rivan tetap terlihat cuek setelah apa yang terjadi.
Reyna
menatap punggung Rivan saat lelaki itu melangkah keluar, hujan masih
mengguyur bumi Jakarta dengan derasnya, dibibir pintu lelaki itu
berhenti dan membalikkan tubuhnya, menampilkan wajah serius.
“Maaf
Rey, sungguh ini diluar dugaanku, semua tidak lepas dari khayalku akan
dirimu, tapi aku memang salah karena mencintai wanita bersuami, Love you
Rey..” ucap Rivan lalu melangkah keluar kepelukan hujan.
“Rivaaan.. Love u too,” teriak Reyna dengan suara serak, membuat langkah Rivan terhenti
“Tapi maaf aku tidak bisa jadi selingkuhanmu.” lanjutnya.
“Mamaaaaaa,
Elminaaaa pulaaaaang,” teriak seorang bocah dengan ceria, coba
mengagetkan wanita yang sibuk merapikan tempat tidur yang berantakan,
gadis kecil itu langsung menghambur memeluk tubuh Reyna, ibunya.
Usaha
gadis itu cukup berhasil, Reyna sama sekali tidak menduga, Ermina,
putri kecilnya yang beberapa hari menginap ditempat kakeknya dijemput
oleh suaminya.
“Ini
buat mama dari Elmina,” ucapnya cadel, menyerahkan balon gas berbentuk
amor yang melayang pada seutas tali. “Elmina kangen mamaa, selamat
valentine ya, ma, Semoga mama semakin cantik dan sehat selalu..”
Wajah
mungil itu tersenyum ceria, senyum yang begitu tulus akan kerinduan
sosok seorang ibu. Reyna tak lagi mampu membendung air mata, menatap
mata bening tanpa dosa yang menunjukkan kasih sayang seorang anak.
Sementara dibelakang gadis itu berdiri suaminya, Anggara, sambil
menggenggam balon yang sama.
“Selamat
valentine, sayang,” ucap Anggara, tersenyum dengan gayanya yang khas,
senyum lembut yang justru mencabik-cabik hati Reyna.
Seketika
segala sumpah serapah tertumpah dari hatinya, atas ketidaksetiaannya
sebagai seorang istri, atas ketidak becusannya menyandang sebutan
seorang ibu.
“Maafin
Mama, sayang,” ucap Reyna tanpa suara, memeluk erat tubuh mungil
Ermina, terisak dengan tubuh gemetar. “Maafin mama, Pah,”
Tengah malam, Reyna berdiri dibalik jendela, menatap gulita dengan gundah. Suaminya dan Ermina telah terlelap.
PING!…
Tanpa hasrat wanita itu membuka BBM yang ternyata menampilkan pesan dari Rivan.
“Besok pukul 12 aku tunggu di lab kimia, ”
Jemari
kiri Reyna erat menggenggam tangan suaminya yang tengah pulas tertidur,
sementara tangan kanannya menulis pesan dengan gemetar. “Ya, aku akan
kesitu,”
0 komentar:
Posting Komentar