Pada
hari ini aku bertemu dengan Client ku yang merupakan penyanyi cafe to
cafe wanita cantik ini bernama Felicia. akan ku ceritakan pengalaman ku
bersama Felicia. Baca Selengkapnya
Gadis
ini wajahnya tidak terlalu cantik. Tingginya kurang lebih 160 cm/55 kg.
Tubuhnya padat berisi. Ukuran payudaranya sekitar 36B. Kelebihannya
adalah lesung pipitnya. Senyumnya manis dan matanya berbinar indah.
Cukup seksi. Apalagi suaranya. Membuat telingaku fresh.
“Para
pengunjung sekalian.. Malam ini saya, Felicia bersama band akan
menemani anda semua. Jika ada yang ingin bernyanyi bersama saya, mari..
saya persilakan. Atau jika ingin request lagu.. silakan”.
Penyanyi
yang ternyata bernama Felicia itu mulai menyapa pengunjung Cafe. Aku
hanya tertarik mendengar suaranya. Percakapan dengan client menyita
perhatianku. Sampai kemudian telingaku menangkap perubahan cara bermain
dari sang keyboardist. Aku melihat ke arah band tersebut dan melihat
Felicia ternyata bermain keyboard juga.
Felicia
bermain solo keyboard sambil menyanyikan lagu “All of Me”. Lagu Jazz
yang sangat sederhana. Aku menikmati semua jenis musik dan berusaha
mengerti semua jenis musik. Termasuk jazz yang memang ‘brain music’.
Musik cerdas yang membuat otakku berpikir setiap mendengarnya.
Felicia
ternyata bermain sangat aman. Aku terkesima menemukan seorang penyanyi
cafe yang mampu bermain keyboard dengan baik. Tiba-tiba aku menjadi
sangat tertarik dengan Felicia. Aku menuliskan request laguku dan
memberikannya melalui pelayan cafe tersebut.
“The
Boy From Ipanema, please.. And your cellular number. 081xx. From Boy.”,
tulisku di kertas request sekaligus menuliskan nomor HP-ku. Aku
melanjutkan percakapan dengan clientku dan tak lama kemudian aku
mendengar suara Felicia.
“The Boy From Ipanema.. Untuk Mr. Boy..?”
Bahasa
tubuh Felicia menunjukkan bahwa dia ingin tahu dimana aku duduk. Aku
melambaikan tanganku dan tersenyum ke arahnya. Posisi dudukku tepat di
depan band tersebut. Jadi, dengan jelas Felicia bisa melihatku. Kulihat
Felicia membalas senyumku. Dia mulai memainkan keyboardnya.
Sambil
bermain dan bernyanyi, matanya menatapku. Aku pun menatapnya. Untuk
menggodanya, aku mengedipkan mataku. Aku kembali berbicara dengan
clientku. Tak lama kudengar suara Felicia menghilang dan berganti dengan
suara penyanyi pria. Kulihat sekilas Felicia tidak nampak. Tit.. Tit..
Tit.. SMS di HP-ku berbunyi.
“Felicia.” tampak pesan SMS di HP-ku. Wah.. Felicia meresponsku. Segera kutelepon dia.
“Hai.. Aku Boy. Kau dimana, Felicia?”
“Hi Boy. Aku di belakang. Ke kamar mandi. Kenapa ingin tahu HP-ku?”
“Aku tertarik denganmu. Suaramu sexy.. Sesexy penampilanmu” kataku terus terang. Kudengar tawa ringan dari Felicia.
“Rayuan ala Boy, nih?”
“Lho..
Bukan rayuan kok. Tetapi pujian yang pantas buatmu yang memang sexy..
Oh ya, pulang dari cafe jam berapa? Aku antar pulang ya?”
“Jam 24.00. Boleh. Tapi kulihat kau dengan temanmu?”
“Oh.. dia clientku. Sebentar lagi dia pulang kok. Aku hanya mengantarnya sampai parkir mobil. Bagaimana?”
“Okay.. Aku tunggu ya.”
“Okay.. See you soon, sexy..”
Aku
melanjutkan sebentar percakapan dengan client dan kemudian
mengantarkannya ke tempat parkir mobil. Setelah clientku pulang aku
kembali ke cafe. Waktu masih menunjukkan pukul 23.30.
Masih
30 menit lagi. Aku kembali duduk dan memesan hot tea. 30 menit aku
habiskan dengan memandang Felicia yang menyanyi. Mataku terus menatap
matanya sambil sesekali aku tersenyum. Kulihat Felicia dengan percaya
diri membalas tatapanku. Gadis ini menarik hingga membuatku ingin
mencumbunya.
Dalam
perjalanan mengantarkan Felicia pulang, aku sengaja menyalakan AC mobil
cukup besar sehingga suhu dalam mobil dingin sekali. Felicia tampak
menggigil.
“Boy,
AC-nya dikecilin yah?” tangan Felicia sambil meraih tombol AC untuk
menaikkan suhu. Tanganku segera menahan tangannya. Kesempatan untuk
memegang tangannya.
“Jangan..
Udah dekat rumahmu kan? Aku tidak tahan panas. Suhu segini aku baru
bisa. Kalau kamu naikkan, aku tidak tahan..” alasanku.
Aku
memang ingin membuat Felicia kedinginan. Kulihat Felicia bisa mengerti.
Tangan kiriku masih memegang tangannya. Kuusap perlahan. Felicia diam
saja.
“Kugosok ya.. Biar hangat..” kataku datar. Aku memberinya stimuli ringan. Felica tersenyum. Dia tidak menolak.
“Ya.. Boleh. Habis dingin banget. Oh ya, kamu suka jazz juga ya?”
“Hampir
semua musik aku suka. Oh ya, baru kali ini aku melihat penyanyi jazz
wanita yang bisa bermain keyboard. Mainmu asyik lagi.”
“Haha.. Ini malam pertama aku main keyboard sambil menyanyi.”
“Oh
ya? Tapi tidak terlihat canggung. Oh ya, kudengar tadi mainmu banyak
memakai scale altered dominant ya?” aku kemudian memainkan tangan kiriku
di tangannya seolah-olah aku bermain piano.
“What a Boy! Kamu tahu jazz scale juga? Kamu bisa main piano yah?” Felicia tampak terkejut. Mukanya terlihat penasaran.
“Yah, dulu main klasik. Lalu tertarik jazz. Belum mahir kok.” Aku berhenti di depan rumah Felicia.
“Tinggal
dengan siapa?” tanyaku ketika kami masuk ke rumahnya. Ya, aku menerima
ajakannya untuk masuk sebentar walaupun ini sudah hampir jam 1 pagi.
“Aku
kontrak rumah ini dengan beberapa temanku sesama penyanyi cafe. Lainnya
belum pulang semua. Mungkin sekalian kencan dengan pacarnya.”
Felicia masuk kamarnya untuk mengganti baju. Aku tidak mendengar suara pintu kamar dikunci.
Wah,
kebetulan. Atau Felicia memang memancingku? Aku segera berdiri dan
nekat membuka pintu kamarnya. Benar! Felicia berdiri hanya dengan bra
dan celana dalam. Di tangannya ada sebuah kaos.
Kukira Felicia akan berteriak terkejut atau marah. Ternyata tidak. Dengan santai dia tersenyum.
“Maaf.. Aku mau tanya kamar mandi dimana?” tanyaku mencari alasan. Justru aku yang gugup melihat pemandangan indah di depanku.
“Di kamarku ada kamar mandinya kok. Masuk aja.”
Wah..
Lampu hijau nih. Di kamarnya aku melihat ada sebuah keyboard. Aku tidak
jadi ke kamar mandi malah memainkan keyboardnya. Aku memainkan lagu
“Body and Soul” sambil menyanyi lembut. Suaraku biasa saja juga
permainanku. Tapi aku yakin Felicia akan tertarik. Beberapa kali aku
membuat kesalahan yang kusengaja. Aku ingin melihat reaksi Felicia.
“Salah tuh mainnya.” komentar Felicia. Dia ikut bernyanyi.
“Ajarin dong..” kataku.
Dengan
segera Felicia mengajariku memainkan keyboardnya. Aku duduk sedangkan
Felicia berdiri membelakangiku. Dengan posisi seperti memelukku dari
belakang, dia menunjukkan sekilas notasi yang benar. Aku bisa merasakan
nafasnya di leherku. Wah.. Sudah jam 1 pagi. Aku menimbang-nimbang apa
yang harus aku lakukan. Aku memalingkan mukaku. Kini mukaku dan Felicia
saling bertatapan. Dekat sekali. Tanganku bergerak memeluk pinggangnya.
Kalau ditolak, berarti dia tidak bermaksud apa-apa denganku. Jika dia
diam saja, aku boleh melanjutkannya. Kemudian tangannya menepis halus
tanganku. Kemudian dia berdiri. Aku ditolak.
“Katanya mau ke kamar mandi?” tanyannya sambil tersenyum. Oh ya.. Aku melupakan alasanku membuka pintu kamarnya.
“Oh ya..” aku berdiri.
Ada
rasa sesak di dadaku menerima penolakannya. Tapi aku tak menyerah.
Segera kuraih tubuhnya dan kupeluk. Kemudian kuangkat ke kamar mandi!
“Eh.. Eh, apa-apaan ini?” Felicia terkejut. Aku tertawa saja.
Kubawa dia ke kamar mandi dan kusiram dengan air! Biarlah. Kalau mau marah ya aku terima saja.
Yang
jelas aku terus berusaha mendapatkannya. Ternyata Felicia malah
tertawa. Dia membalas menyiramku dan kami sama-sama basah kuyup. Segera
aku menyandarkannya ke dinding kamar mandi dan menciumnya!
Felicia
membalas ciumanku. Bibir kami saling memagut. Sungguh nikmat bercumbu
di suhu dingin dan basah kuyup. Bibir kami saling berlomba memberikan
kehangatan. Tanganku merain kaosnya dan membukanya. Kemudian bra dan
celana pendeknya. Sementara Felicia juga membuka kaos dan celanaku. Kami
sama-sama tinggal hanya memakai celana dalam. Sambil terus mencumbunya,
tangan kananku meraba, meremas lembut dan merangsang payudaranya.
Sementara tangan kiriku meremas bongkahan pantatnya dan sesekali
menyelinap ke belahan pantatnya. Dari pantatnya aku bisa meraih
vaginanya. Menggosok-gosoknya dengan jariku.
“Agh..”
kudengar rintihan Felicia. Nafasnya mulai memburu. Suaranya sexy
sekali. Berat dan basah. Perlahan aku merasakan penisku ereksi.
“Egh..” aku menahan nafas ketika kurasakan tangan Felicia menggenggam batang penisku dan meremasnya.
Tak
lama dia mengocok penisku hingga membuatku makin terangsang. Tubuh
Felicia kuangkat dan kududukkan di bak air. Cukup sulit bercinta di
kamar mandi. Licin dan tidak bisa berbaring. Sewaktu Felicia duduk, aku
hanya bisa merangsang payudara dan mencumbunya. Sementara pantat dan
vaginanya tidak bisa kuraih. Felicia tidak mau duduk. Dia berdiri lagi
dan menciumi puting dadaku!
Ternyata
enak juga rasanya. Baru kali ini putingku dicium dan dijilat. Felicia
cukup aktif. Tangannya tak pernah melepas penisku. Terus dikocok dan
diremasnya. Sambil melakukannya, badannya bergoyang-goyang seakan-akan
dia sedang menari dan menikmati musik. Merasa terganggu dengan celana
dalam, aku melepasnya dan juga melepas celana dalam Felicia. Kami
bercumbu kembali.
Lidahku menekan lidahnya. Kami saling menjilat dan menghisap.
Rintihan
kecil dan desahan nafas kami saling bergantian membuat alunan musik
birahi di kamar mandi. Suhu yang dingin membuat kami saling merapat
mencari kehangatan. Ada sensasi yang berbeda bercinta ketika dalam
keadaan basah. Waktu bercumbu, ada rasa ‘air’ yang membuat ciuman
berbeda rasanya dari biasanya.
Aku
menyalakan shower dan kemudian di bawah air yang mengucur dari shower,
kami semakin hangat merapat dan saling merangsang. Aliran air yang
membasahi rambut, wajah dan seluruh tubuh, membuat tubuh kami makin
panas. Makin bergairah. Kedua tanganku meraih pantatnya dan kuremas agak
keras, sementara bibirku melumat makin ganas bibir Felicia. Sesekali
Felicia menggigit bibirku.
Perlahan
tanganku merayap naik sambil memijat ringan pinggang, punggung dan bahu
Felicia. Dari bahasa tubuhnya, Felicia sangat menikmati pijatanku.
“Ogh.. Its nice, Boy.. Och..” Felicia mengerang.
Lidahku mulai menjilati telinganya. Felicia menggelinjang geli. Tangannya ikut meremas pantatku.
Aku merasakan payudara Felicia makin tegang. Payudara dan putingnya terlihat begitu seksi.
Menantang dengan puting yang menonjol coklat kemerahan.
“Payudaramu
seksi sekali, Felicia.. Ingin kumakan rasanya..” candaku sambil tertawa
ringan. Felicia memainkan bola matanya dengan genit.
“Makan aja kalo suka..” bisiknya di telingaku.
“Enak
lho..” sambungnya sambil menjilat telingaku. Ugh.. Darahku berdesir.
Perlahan ujung lidahku mendekati putingnya. Aku menjilatnya persis di
ujung putingnya.
“Ergh..” desah Felicia. Caraku menjilatnya lah yang membuatnya mengerang.
Mulai
dari ujung lidah sampai akhirnya dengan seluruh lidahku, aku
menjilatnya. Kemudian aku menghisapnya dengan lembut, agak kuat dan
akhirnya kuat. Tak lama kemudian Felicia kemudian membuka kakinya dan
membimbing penisku memasuki memek nya
“Ough.. Enak.. Ayo, Boy” Felicia memintaku mulai beraksi.
Penisku
perlahan menembus vaginanya. Aku mulai mengocoknya. Maju-mundur,
berputar, Sambil bibir kami saling melumat. Aku berusaha keras
membuatnya merasakan kenikmatan. Felicia dengan terampil mengikuti tempo
kocokanku. Kamu bekerja sama dengan harmonis saling memberi dan
mendapatkan kenikmatan. Vaginanya masih rapat sekali. Mirip dengan Ria.
Apakah begini rasanya perawan? Entahlah. Aku belum pernah bercinta
dengan perawan, kecuali dengan Ria yang selaput daranya tembus oleh jari
pacarnya.
“Agh.. Agh..” Felicia mengerang keras. Lama kelamaan suaranya makin keras.
“Come on, Boy.. Fuck me..” ceracaunya.
Rupanya
Felicia adalah tipe wanita yang bersuara keras ketika bercinta. Bagiku
menyenangkan juga mendengar suaranya. Membuatku terpacu lebih hebat
menghunjamkan
penisku. Lama-lama tempoku makin cepat. Beberapa saat kemudian aku
berhenti. Mengatur nafas dan mengubah posisi kami.
Felicia
menungging dan aku ‘menyerangnya’ dari belakang. Doggy style. Kulihat
payudara Felicia sedikit terayun-ayun. Seksi sekali. Dengan usil jariku
meraba anusnya, kemudian memasukkan jariku.
“Hey.. Perih tau!” teriak Felicia. Aku tertawa.
“Sorry..
Kupikir enak rasanya..” Aku menghentikan memasukkan jari ke anusnya
tetapi tetap bermain-main di sekitar anusnya hingga membuatnya geli.
Cukup
lama kami berpacu dalam birahi. Aku merasakan saat-saat orgasmeku
hampir tiba. Aku berusaha keras mengatur ritme dan nafasku.
“Aku mau nyampe, Felicia..”
“Keluarin
di dalam aja. Udah lama aku tidak merasakan semburan cairan pria” Aku
agak terhenti. Gila, keluarin di dalam. Kalau hamil gimana, pikirku.
“Aman,
Boy. Aku ada obat anti hamil kok..” Felicia meyakinkanku. Aku yang
tidak yakin. Tapi masa bodoh ah. Dia yang menjamin, kan? Kukocok lagi
dengan gencar. Felicia berteriak makin keras.
“Yes.. Aku juga hampir sampe, Boy.. come on.. come on.. oh yeah..”
Saat-saat itu makin dekat.. Aku mengejarnya. Kenikmatan tiada tara. Membuat saraf-saraf penisku kegirangan. Srr.. Srr..
“Aku
orgasme. Sesaat kemudian kurasakan tubuh Felicia makin bergetar hebat.
Aku berusaha keras menahan ereksiku. Tubuhku terkejang-kejang mengalami
puncak kenikmatan pada memek nya
“Aarrgghh.. Yeeaahh..” Felicia menyusulku orgasme.
Dia
menjerit kuat sekali kemudian membalikkan badannya dan memelukku. Kami
kemudian bercumbu lagi. Saatnya after orgasm service. Tanganku memijat
tubuhnya, memijat kepalanya dan mencumbu hidung, pipi, leher, payudara
dan kemudian perutnya. Aku membuatnya kegelian ketika hidungku
bermain-main di perutnya. Kemudian kuangkat dia.
Mengambil
handuk dan mengeringkan tubuh kami berdua. Sambil terus mencuri-curi
ciuman dan rabaan, kami saling menggosok tubuh kami. Dengan tubuh
telanjang aku mengangkatnya ke tempat tidur, membaringkannya dan kembali
menciumnya. Felicia tersenyum puas. Matanya berbinar-binar.
“Thanks Boy.. Sudah lama sekali aku tidak bercinta. Kamu berhasil memuaskanku..”
Pujian
yang tulus. Aku tersenyum. Aku merasa belum hebat bercinta. Aku hanya
berusaha melayani setiap wanita yang bercinta denganku. Memperhatikan
kebutuhannya. Cerita Panas
Aku
sangat terkejut ketika tiba-tiba pintu kamar terbuka. Sial, kami tadi
lupa mengunci pintu!! Seorang wanita muncul. Aku tidak sempat lagi
menutupi tubuh telanjangku.
“Ups..
Gak usah terkejut. Dari tadi aku udah dengar teriakan Felicia. Tadi
malah sudah mengintip kalian di kamar mandi..” kata wanita itu. Aku
kecolongan. Tapi apa boleh buat. Biarkan saja. Kulihat Felicia tertawa.
“Kenalin, dia Gladys. Mbak.. Dia Boy.” aku menganggukkan kepalaku padanya.
“Hi Gladys..” sapaku.
Kemudian
aku berdiri. Dengan penis lemas terayun aku mencari kaos dan celana
pendek Felicia dan memakainya. Gladys masuk ke kamar. Busyet, ni anak
tenang sekali, Pikirku. Sudah jam 2 pagi. Aku harus pulang.
0 komentar:
Posting Komentar