Sejak pengalaman seks dengan Fenty, hidupku berubah. Aku yang tadinya sangat konservatif dalam hal seks, menjadi lebih terbuka dan serba permisif. Hubunganku dengan Fenty sangat mesra, sebulan sekali aku “apel” di kost-nya. Menghabiskan waktu bercumbu dan ML dengan bebas di kost yang memang mayoritas penghuninya memang pekerja seks.
Namun kini aku tidak ingin menceritakan tentang Fenty. AKu ingin bercerita tentang kisah tabu lain di ruang praktekku. Pokoknya sejak kejadian dengan Fenty, perasaanku jadi berubah terhadap pasien. Setiap ada ibu muda yang cantik, seksi atai bahenol, aku jadi terangsang. Sayang sekali kesempatan seperti saat Fenty datang tanpa ada suster sangat sulit, sehingga terpaksa aku hanya sedikit melaba pasien dengan sentuhan di organ intimnya.
Namun kesempatan itu akhirnya tiba juga. Suatu sore susterku izin mau pulang lebih cepat, ada urusan keluarga katanya. Dia bilang tinggal satu pasien saja. Aku langsung mengiyakan dan berharap dalam hati semoga pasien terakhirku bisa membangkitkan birahiku.
Aku membaca buku pasien terakhir di tanganku sebelum dia masuk. Namanya tertulis Linda Febrianti, usia 35 tahun. Tak lama kemudian suster memanggil nama pasien itu untuk masuk sebelum dia kemudian pamit pulang. Harapanku ternyata terkabul, Linda Febrianti, seorang ibu muda yang manis, putih dan… super montok. Wanita itu datang sendiri, tanpa ditemani suaminya.
Android4d BO Togel Bonafid Terbaik Terpercaya Terjamin Aman
Android4d BO Togel Bonafid Terbaik Terpercaya Terjamin Aman
“Selamat sore Bu Linda”, sapaku ramah dengan senyum.”Silahkan duduk”.
“Selamat sore dokter”, dia duduk dihadapanku dan hal yang sungguh membuatku berdebar adalah bagian dadanya yang menjulang. Besar sekali, agak tidak proporsional dengan tubuhnya.
“Apa yang bisa saya bantu Bu Linda?”, tanyaku,”boleh saya panggil Mbak saja ya, masih muda”.
Wanita itu tersenyum manis, merasa tersanjung dengan perkataanku. Tipe wanita yang “gampang”, pikirku penuh nafsu.
“Saya sudah hampir 7 tahun menikah belum punya anak, dokter”, Linda mulai bercerita tentang masalahnya.
“7 tahun? Lama juga ya Mbak, tapi benar kan masuknya, hi3x…”, candaku.
“Ih… dokter….”, Linda agak tersipu, namun matanya terlihat nakal.
“Kalau boleh tahu, berapa kali sih seminggu?”, pancingku.
“Hmm… dulu sih waktu pertama nikah bisa lima kali Dok, tapi sekarang udah jarang…”, wajahnya agak berubah, rautnya agak sedih. Aku langsung bisa menebak, pasti suaminya memutuskan untuk menikah lagi karena dianggap Linda ini tidak bisa memberikan keturunan.
“Maaf… tapi laki-laki kadang tidak tahu kalau penyebab tidak bisa hamil itu juga bisa dari dirinya”, kataku mencoba menghibur dan lumayan berhasil. Wajah Linda kembali ceria.
“Kalau begitu, boleh saya periksa dalam ya Mbak?”, aku menawari pemeriksaan vagina.
“Nanti saya cek apakah ada sumbatan atau bentuk vaginanya memang bermasalah”,jelasku”sekalian saya ambil sample cairannnya”.
Tak lama kemudian Linda masuk ke bilik periksa untuk bersiap, sementara aku yang sudah terbakar birahi mempersiapkan trik gila yang sunggu terlarang di dunia ginekolog. Fenty, si PSK seksi itu memberiku sebuah cream perangsang wanita. Cara kerjanya dioleskan di clitoris dan dalam waktu kurang dari lima menit akan segera bereaksi. Kini saatnya aku mencoba pada pasienku.
“Sudah siap Mbak?”, tanyaku tak sabar dari balik gerai.
“Sudah dokter”, jawabnya.
Aku membuka gerai, Linda duduk di atas tempat tidur periksa. Tangannya memegang celana dalam warna hitam, seksi sekali. Membuatku semakin terangsang. Saat itu Linda mengenakan rok sebatas lutut, di baliknya sudah tak ada celana dalam lagi. Glekkk..
“Boleh duduk di pinggir Mbak, kakinya dibuka dan agak diangkat”, pintaku. Ini sebenarnya prosedur normal, tapi saat itu sungguh berbeda. Aku sudah bernafsu ingin melihat keindahan pemandangan di balik rok Linda.
Linda dengan agak malu-malu melakukan hal yang kupinta. Awalnya kakinya diangkat, sehingga terpampang indah kedua paha mulusnya yang putih. Kemudian sedikit demi sedikit terkuak daerah selangakangannya yang tanpa CD. Tidak seperti Fenty, Linda tidak rajin merawat vaginanya. Rambut kemaluannya agak lebat, menutupi liang surgawinya.
“Wahh… agak susah nih nyarinya”, candaku dengan penuh nafsu .
“Ih… jangan gitu dong Dok, jadi malu saya…”, Linda dengan tersipu menutup kedua pahanya lagi.
“He3x… enggak apa Mbak, banyak yang lebih rimbun kok”, candaku,”lagian yang rimbun justru bikin penasaran”.
“Ih… dokter…, penasaran apa tuh?”, Linda mulai menimpali candaku. Kakinya dibuka kembali, kini dengan agak berani, bahkan terkesan menggoda. Setelah mengangkang, jarinya bergerak menyibak rambut pubisnya, sehingga terlihat jelas labium mayora dan minoranya.
“Wow… keren Mbak”, aku keceplosan. Tapi bentuk vaginanya memang bagus, labiumnya rapi, tidak seperti jengger ayam, klitorisnya juga tidak terlalu besar, pokoknya pass..
“Ih… dokter bukannya bosen lihat ginian?”, Linda tersenyum manja.
“Tapi jarang yang seindah ini Mbak, sumpah..”, kataku jujur.
“Maaf ya Mbak…”, aku dengan sedikit bernafsu segera menempelkan jariku yang sudah kuoleskan cream perangsang ke klitorisnya.
“Ih… dokter….”, Linda terkejut dan secara refleks menggelinjang tatkala jariku menyentuh daging pusat pembuluh syaraf birahinya itu.
“Maaf… sakit?”, tanyaku pura-pura, tapi jariku dengan nakal terus mengelus klitorisnya.
“Enghhh…. enggak sih…”, Linda mulai gelagapan. Jelas sekali “barang”-nya itu sudah jablai alias jarang dibelai.
Baca Juga : Perawan Ku Diambil Adiku Sendiri Saat Aku Tidur
Baca Juga : 7 Fakta dan cerita unik tentang Bercinta
Rasa malunya pasti tertutupi oleh rasa ingin dibelai dan aku sangat menyadarinya.
“Mbak… sebentar lagi saya masukin jari ya, tapi saya tunggu cairan vagina Mbak keluar dulu, biar enggak sakit”, kataku bohong. Biasanya aku memakai sarung tangan steril yang dilumuri gel pelicin untuk melakukan periksa dalam, namun kini tanganku tidak mengenakan apa-apa dan justru diolesi cream perangsang dari perek kenalanku.
Linda mulai tampak curiga dengan gelagatku yang mengelus-elus klitorisnya, tapi rangsangan yang hebat membuatnya justru memejamkan mata, bahkan tak lama kemudian mulutnya mulai terbuka.
“Okhhh….”, erangan keenakan pun terlontar dari mulutnya seiring dengan mengalirnya cairan vagina, membasahi labium minoranya.
“Nah… udah basah nih Mbak, siap ya…” dengan nakal, tanpa menunggu izin, dua jari tangan kananku menelusup perlahan ke dalam dinding vaginanya yang basah. Sementara jari tangan kiriku masih aktif mengelus klitorisnya. Semua sudah di luar prosedur kedokteran, jariku dengan bernafsu justru menggeliat di dalam vaginanya, memijat ke sana ke mari, menyentuh semua dinding-dinding vagina. Alhasil, tak sampai lima menit, Linda berteriak kecil.
“Dokterrrr…. okh….. saya…. okh…..”, tubuhnya menggelinjang hebat, pahanya merapat, menjepit kedua tanganku. Linda meraih orgasmenya, cukup lama dia menggelinjang-gelinjang.
“Mbak… pasti sudah lama gak disentuh ya?’, tanyaku basa-basi.
Wajah Linda memerah, jengah bercampur nikmat. Wanita itu hanya mengangguk.
“Kapan terakhir berhubungan?”, tanyaku penasaran.
“engh… dua bulan yang lalu kali ya, lupa juga”, jawabnya dengan suara parau.
“Betul kan, soalnya baru Mbak lho pasien saya yang orgasme begini”, kataku bohong.
“Gitu ya Dok, terus gimana dong?” tanyanya manja. Nafasnya masih kembang kempis setelah orgasme.
“Sekarang vagina Mbak terlalu basah, saya harus keringkan”, kataku yang dari tadi sudah ngiler melihat memek basah Linda.
“Terserah dokter deh…”, Linda menatapku nakal. Tampaknya dia sudah sadar bahwa aku sengaja mempermainkan birahinya.
“Hmm… betul Mbak terserah saya?” tanyanya mengkonfirmasi.
“Dokter…”, Linda menatapku”dokter nakal….”
“Hmmm… kok nakal?” tanyaku sembari membalas tatapannya. Kupandang dengan penuh nafsu bibir ranumnya yang basah.
“Engh… tadi dokter sengaja kan?”, tangannya meraih lenganku, jelas mengajakku untuk semakin mendekat.
“Mbak Linda…”, aku semakin bernafsu,”Mbak… cantik..”.
“Crup… enghhh …crup”, Linda menyodorkan bibirnya yang dengan refleks aku sambut dengan kecupan. Sejenak kami berciuman dengan penuh birahi.
“Mbak… bolehkah saya…”tanyaku tak lengkap dengan menatap tubuh seksinya.
“Boleh… boleh dokter…. terserah dokter…saya mau diapain… “, Linda tanpa pikir panjang mempersilahkan aku untuk menjamahnya.
“Mau susu saya enggak?”, tanyanya nakal dengan memegang dua bukit kembarnya yang membusung.
“Mau Mbak… gede banget ya?’, kataku sambil menjamah dua bukit montok itu.
“Buka aja dok, tapi janji…”mata Linda semakin nakal.
“Janji apa Mbak?”, tanyaku penasaran.
“Emut puting saya …tarik-tarik….hmmm… udah lama nih gak ada yang ngemut..”Ucap Linda sembari membuka kancing bajunya sehingga menyembulah kedua bukit montok yang ditutupi bra warna hitam, kontras dengan kulit putihnya.
Dengan bernafsu aku langsung menarik cup bra hitam itu, memunculkan puting coklat yang masih kecil karena Linda belum pernah melahirkan.
“wow…keren Mbak”, pujiku sambil memilin puting susu coklat itu.
“Enghhh… emut dong dok…”, pinta Linda sambil mendesah.
Sejurus kemudian aku sudah sibuk mengemut puting susu Linda sementara puting lainnya kupilin dan kutarik-tarik. Linda yang haus belaian itu menggelinjang dan mendesah tak karuan.
“Enghh… okh… enak dok…”, desahnya keenakan,”terusss… emut puting yang satunya…”.
Linda yang semakin horny menjamah celana panjangku dan memegang batang penisku yang sudah mengeras.
“Hmm… mau dong… periksa dalam memek lagi dok…”jeritnya nakal sambil memegang penisku,” tapi pake ini…”
“Kalu gitu, saya kunci pintu dulu ya”, aku segera berhambur ke arah pintu dan menguncinya dari dalam, takut kalau ada petugas RS yang datang mengecek.
Setelah selesai mengunci pintu, aku kembali ke bilik periksa dan mendapatkan pasienku sudah mengangkang di ujung tempat tidur periksa. Selangkangan yang tadi sudah aku kobok-kobok itu tetap sangat menantang bagiku. Tanpa menunggu lama, aku membuka celana panjang dan celana dalamku, mengacungkan penisku ke arah Linda.
“woww… panjang dok… ******nya”, Linda kagum pada batang penisku yang panjang mengeras dan menggenggamnya.
Linda menatapku manja dengan bibir membuka, memberi sinyal minta dicium.
“Cruppp… hmm”, kamu salung mengecup dan melumat bibir, sementara tanganku asyik meremas buah montoknya dan memilin putingnya. Linda juga dengan nakal meremas-remas batang penisku.
“Mbak… mbak kan mau hamil.. kalo gitu, saya gak usah pakai kondom ya?”, pintaku penuh harap.
“Okh… iya dokter… semprot ajaaa… semprot memek saya…”, Linda menyetujuinya.
Sejenak kemudian, Linda bersiap menerima hujaman penisku yang sudah mengeras. Ujung penisku sudah menempel di labium mayoranya, perlahan tapi pasti penisku melesap ke dalam kehangatan dan kenikmatan liang vagina Linda. Permainan panjang yang penuh sensasi. Linda yang sudah meraih orgasme pertamanya kini sudah tidak terlalu sensitif, sehingga justru membuat permainan “kocok-mengocok” ini menjadi lebih asyik.
Setelah 5 menit mengocok vagina Linda dengan posisi mengangkang, kini kami berganti gaya. Linda memberi sinyal ingin doggy style, menungging sambil memegang tempat tidur pasien. Pantatnya yang besar terpampang indah dihadapanku, segera kusodok memeknya dari belakang.
“Okh… yesss… enak dok…”, Linda mengerang menikmati sodokan penisku yang semakin cepat, sampai akhirnya kami mereguk orgasme bersamaan. Seperti janjiku, aku menyemprotkan semua spermaku ke dalam rahimnya, tanpa sisa.
Sejenak kami berciuman, sebagai tanda terima kasih. Setelah itu kamipun berpakaian dan segera menyudahi praktek mesum di malam hari itu. Tentu saja, hubunganku dengan Linda juga tidak selesai di situ. Hampir setiap malam aku menerima sms jorok dari ibu muda itu dan sekali dalam sebulan dia minta dikunjungi, sekaligus terapi….
0 komentar:
Posting Komentar