Aku berdiri di depan mobilku sekitar 15 menit tanpa bergerak dan hampir tidak bernafas. Kutatap HP-ku. Aku baru saja datang dari luar kota dan mendengar bahwa pacarku sedang keluar sejak 2 jam yang lalu! Gila, sekarang hampir setengah dua pagi, dan besok aku tahu pasti kalau dia ada kuliah pagi. Dadaku sesak karena cemburu. Yup, cemburu. Hanya insting, tapi kuat sekali. Aku yakin dia datang. Sial! hening sekali pagi ini.
Pacarku adalah pacar pertama yang bisa kudapatkan di kota S ini. Dia adalah anak pertama dari tiga bersaudara, perempuan semua. Terpaut satu dan tiga tahun dari pacarku yang berumur 20 tahun. Mereka tinggal tanpa orangtua karena dinas di luar kota. Aku mencintainya hampir dengan seluruh hatiku. Sial! sakit sekali pagi ini.
Kukelilingi jalanan di kota ini perlahan. Aku sangat tidak mengharapkan bertemu dan mendapati kenyataan yang menyakitkan seandainya perasaanku benar, aku sungguh tidak mengharapkan. Hmm, sepertinya terkabul. Sudah jam 3:15, dan aku tidak memergoki mobil rival sialanku di jalan. Kutepikan mobilku, kuambil HP-ku, sekedar checking, siapa tahu sudah di rumah! Redial.. “Hallo..” suara lembut menyapa. Hmm Aya pikirku.
“Hey, belum tidur?” sahutku.
“Hey.. Benni? eh Lia belum pulang tuh,” sergahnya gugup.
“Hm?” lidahku beku, amarah merayapiku.
“Kalo gitu aku tunggu di depan rumah kamu.. pengen liat pulang jam berapa dan dengan siapa,” lanjutku ketus.
“Jangan marah Ben..”
“Tidak..”
Kupacu mobilku ke arah utara. Sambil menyetir kubuka laci mobil, mencari sesuatu. Ahh ini dia, sebotol Smirnoff, tinggal setengah. Biasanya kusimpan untuk iseng. Hmm, kubuka dan kuteguk isinya. Shit! Tenggorokanku terasa di amplas. Hmm, hati kecilku berteriak, “Hey? mau ngapain lo? Mabok karena cewek? norak!” Ahh, peduli setan pikirku. Paling tidak aku bakal bisa menset diriku agar kelihatan agak cuek. Hmm yup.. norak nih.
Setibanya di depan rumah Lia, aku hanya mematikan mobil, membuka jendela pintu, dan mencoba menghirup nafas dalam-dalam. Kumundurkan kursi mobil dan mulai memejamkan mata. Ah ada rasa terkhianati memenuhi kerongkonganku. Huh, tambah suntuk. Kucoba meneguk sekali lagi. Ahh sudah kosong?! Apabila dalam keadaan normal harusnya aku bisa tertidur sekarang. Kubuka kembali laciku untuk mencari rokok. Saat itu aku benar-benar lebih mirip orang hendak piknik daripada seseorang yang sedang cemburu. Uuh!
Tiba-tiba..
“Ben..” kuputar kepalaku keluar.
“Aya..? Hai..” sahutku lirih.
“Ben.. Lia belum pulang tuh.”
“Tidak papa. Kutunggu aja di sini.” Kubuka pintu kiri mobil dan kuminta dia untuk masuk.
“Aku pengen ngobrol.” Ah aku tidak bisa tau apakah aku sedang mabuk atau cemburu yang amat sangat saat itu. Kucoba mencari tahu dengan siapa pacarku pergi. Awalnya Aya sangat tertutup. Tapi setelah aku memintanya berterus terang dengan memelas akhirnya semuanya meluncur lancar dari bibirnya. Melas? yup topway for top loser. Ternyata Lia sudah menduakan aku sejak lama. Huh! Tolol sekali dan lebih tolol lagi aku sekarang mabuk? bukan untuk perayaan atau kesedihan tapi ketololan. Aku sangat marah. Kupukul beberapa kali dashboard mobil. Aya sangat ketakutan melihatnya. Cepat aku tersadar dan meminta maaf padanya. “Ben masuk aja yuk.. tidak enak di liat securiti perumahan,” katanya. Kupandangi wajahnya. “Aya.. sori ya?” kataku sambil memegang tangannya. Ada sedikit rasa kaget di wajahnya. Mungkin juga di wajahku.
Segera aku keluar dari mobil untuk menutupi rasa malu. Aya menyusulku. Ternyata ia memakai celana pendek. Sengaja aku berjalan perlahan. Pikiranku berubah saat itu. Alkohol mempengaruhi nalarku. Kuperhatikan dengan seksama pinggulnya saat berjalan ke pintu rumah. Hah, aku terangsang! Sewaktu ia memutar handel pintu sengaja aku pura-pura melihat mobilku dan menabraknya. Ah harum sekali rambutnya. Aku semakin ereksi. “Maaf Aya..” sahutku pelan sambil memegang pundaknya.
“Eh? kamu baru minum?”
“Eehh,” sahutku, aku tak tahu pasti itu jawaban atau erangan.
Aku duduk di sofa ruang tamu.
“Aya.. duduk sini juga ya?” kataku pelan tetap dengan muka memelas.
Ia mengangguk pelan, dan duduk di bawahku. Otakku berputar keras melawan alkohol bagaimana bisa menyentuhnya untuk memuaskan egoku saat itu. Sambil ngobrol kudekatkan jari kakiku ke betisnya. Kadang kugerakan perlahan sehingga menyentuh lutut dan pahanya. Ah, putih sekali, dengan tinggi 165 cm berat 50 kg Aya kelihatan sangat sexy. Hey, ia tidak menggeser posisi duduknya.
Segala macam obrolan kukeluarkan supaya ia teralihkan dan tidak sadar menjadi objek abuse kecil-kecilanku. Hmm, kemaluanku semakin mengeras. Kuubah posisiku menjadi berbaring sehingga kepalaku lebih dekat dengannya. Tapi yang lebih penting tanganku bisa bebas. Kupermainkan karpet. Kadang “secara tidak tersengaja” jariku menyentuh pahanya. Aya terkesiap. “Ben kubikinkan minum ya?” sambil berdiri ke arah dapur. Aku hanya mengangguk. Huh, aku tidak bisa berpikir sehat lagi. Kususul ia ke dapur. Tampaknya ia tak melihatku. Lalu aku berdiri di belakangnya. Kuhirup bau wangi rambutnya. Aya dengan kaget memutar kepalanya sehingga bibirku menyentuh hidungnya.
“Eh sori..” kataku, lalu kupegang pundaknya.
“Aya.. ada yang mau kubicarakan. Beri waktu satu menit bila kamu tidak suka kamu boleh jalan ke depan dan ngelupain, ok?” Ia mengangguk pelan.
Lalu perlahan aku seakan mau membisikkan sesuatu, kupegang kepalanya l
alu kucium bibirnya pelan. Ia sedikit berontak tapi kueratkan tanganku di kepalanya. Setelah sekitar 5 detik mulai kukulum bibir bawahnya. Tak ada reaksi. What the hell! toh aku sedang memuaskan diriku sendiri. Tak lama bibirnya mulai terbuka. Bagus kini lidahku bisa ‘bicara’. Kumasukan lidahku ke dalam bibirnya. Perlahan sekali kucari langit-langit mulutnya. Kusapukan lidahku di sana. Ia mulai mengerang. Aku merasa ia mulai mengeluarkan lidahnya (thanks.. the access is granted, sorakku dalam hati). Kuhisap pelan lidahnya lalu kulepas lalu kuhisap lagi, begitu selama 3-4 kali sambil kuturunkan tanganku ke pinggulnya ke pantatnya.
Aahh, kunikmati setiap gerakan yang kubuat. Sekali lagi aku hanya ingin memuaskan diriku sendiri. Kuusap pelan pantat Aya. Lalu ke arah paha di bawah pantat. Nafasnya mulai memburu. Aku merasa seperti ada selimut birahi membungkusku. Lalu kuselipkan tanganku ke dalam kaos longgarnya. Kuusap punggungnya beberapa kali, sambil terus mengulum lidahnya. Kucoba melepas tali branya. Aah berhasil. Tiba-tiba ia seperti tersadar. Gawat! Aku mesti lebih cepat bertindak sebelum akal sehatnya menguasai dirinya. Kutarik pelan tangannya ke arah ruang tamu. Kukecilkan lampu sampai redup lalu kududukan ia di sofa. Ia hanya memandangiku saat aku berlutut di depannya. Kubelai pipinya lalu kumulai lagi ritual seperti tadi. Kali ini tidak hanya punggung tapi perut dan sesekali kusentuh payudaranya. Bra yang menggantung ini sangat merepotkan. Tapi kalau aku memintanya melepas bra, resikonya ia akan sadar. Lalu sambil terus mengulum lidahnya kudorong perlahan Aya ke belakang. Dengan posisi tidur aku lebih mudah. Kualihkan lidahku ke arah belakang telinganya. Aya terpejam. Nafasnya masih memburu, lalu lehernya dengan tiba-tiba kubuka T-shirtnya. Langsung kujilat dadanya. “Oooh Ben.. eggh,” desisnya.
Kuangkat branya. Kupandangi payudaranya yang putih dan padat dengan warna coklat terang di sekitar putingnya. Kukecup perlahan putingnya. Aya menggelinjang pelan. Lalu mulai kusapukan lidahku dari bawah payudaranya membuat lingkarang kecil yang semakin besar. “Aahh.. ohh,” bisiknya perlahan. Kesentuh payudara kanannya dengan tanganku. Kubiarkan jemariku diam sebentar di sana. Kemudian mulai kuusap lembut. “Aaahh.. sshh..” lirihnya. Lalu mulai kujilat bergantian kedua payudara berukuran 34D-nya. Kulit tubuhya sangat lembut dan kontras sekali dengan redupnya lampu. Aku menjadi sangat bernafsu ketika melihat pinggulnya yang ramping. Lalu jilatanku mulai kugeser pelan ke arah perut. Aya menggelinjang sambil berdesis. “Ssshh.. sshh..” hmm aku bisa ejakulasi lebih cepat bila melihat wanita dalam keadaan high seperti ini. Sambil terus menjilati pusarnya aku mulai meraba pahanya. Tanganku mengelus perlahan mulai dari lututnya sampai setengah pahanya. Begitu pahanya secara naluri membuka, aku tak menyia-nyiakan untuk mengelus lebih dalam lagi sampai ke pangkal pahanya. “Aaahh.. shh aaw..” jeritnya ketika aku mulai menyentuh liang kemaluannya. Hmm, ternyata sudah basah. Half done. Lalu mulai bibirku kusapukan ke arah bawah pusarnya. “Aeerrhh aahh sshh,” Aya mulai membuka lebar-lebar pahanya. Lalu aku merubah posisi. Lututnya mulai kujilat sambil tanganku meraba pangkal pahanya.
Gerakan lidahku semakin kupercepat sambil mengarah ke arah liang kemaluannya. Tapi celana dalam itu sangat mengganggu. Kucium liang kewanitaannya dari luar. Kugigit pelan gundukan kecil itu. Ah bagus tidak berbau. Lalu perlahan-lahan kuturunkan celana pendek dan celana dalamnya. T-shirtnya tetap kubiarkan. Sengaja aku tidak membuat Aya telanjang bulat sehingga ia masih merasa nyaman. Begitu aku melihat liang kewanitaannya, nafsuku naik berlipat-lipat. Langsung kuterkam kemaluan Aya sambil kucari-cari letak klitorisnya. Begitu dapat langsung kupermainkan dengan lidahku. “Aawwhh.. oohh.. ohh.. ohhss.. aawww..” eranganya terdengar seperti tangisan kecil bagiku. Aku seperti kesetanan sewaktu menjilati liang kemaluannya. Tanganku tetap menjaga kedua pahanya agar tidak menjepit kepalaku supaya aku tetap bisa mendengar erangannya. “Aaasshh.. aawww.. aawww..” lalu kuarahkan lidahku ke arah lubang liang kemaluannya. Kuayunkan kepalaku berkali-kali. Agh.. pusing. Alkohol sialan. Lalu kuhentikan dan aku berdiri sejenak. Kubiarkan Aya tersengal-sengal selama 2-5 detik sambil kuperhatikan wajahnya. Ia mulai membuka matanya, lalu kubuka bajuku dan kulepas kancing celanaku. Kucium bibirnya sambil kutuntun tangannya ke arah batang kemaluanku. Aya langsung meremas batang kemaluanku. Nafasnya masih tersengal-sengal.
Setelah kukulum bibirnya beberapa saat aku berdiri di atasnya. Kubuka celanaku. Kukeluarkan kejantananku. Aku ingin ia melihat diriku berkuasa atas dirinya, total! Lalu kugeserkan kemaluanku ke wajahnya. Ia memalingkan mukanya ke arah berlawanan. Ok, no problem. Lalu kugeserkan ke lehernya, ke payudaranya, terus turun ke perutnya, lalu ke pahanya, lalu ke liang kemaluannya. Kuputar-putarkan ke arah lubangnya. “Aaawww.. sshh.. shh..” nafasnya kembali memburu tetapi pahanya kembali membuka. Sengaja tak kumasukan agar aku bisa lebih lama menikmati saat-saat ini karena bagiku inilah saat sesungguhnya aku bisa mendapatkan penyerahan total bukan sewaktu bercinta atau orgasme. Tanganya mulai menggapai sandaran sofa di atasnya. “Aaawww.. sshh sshh” desisnya. Lalu aku mulai mengatur posisi diriku. Kedua pahanya kuangkat dengan setengah jongkok aku mulai melakukan penetrasi sedikit demi sedikit. Setiap centimeternya kulakukan dengan sangat perlahan. “Aaawww.. ashh.. shh..” Aya mulai mengernyitkan alisnya. Tangan kananku kupakai untuk menopang badanku dan tangan kiriku meraih pinggulnya. “Aawwss.. sshh.. Benni jaangaann..” bisiknya lirih. Hey.. sudah sangat terlambat sayang. Kubenamkan seluruh kejantanaku ke liang kemaluannya. Hmm.. hangat sekali. Apalagi aroma tubuhnya memancarkan bau yang merangsang. Mungkin ia memakai baby cologne.
Aku seperti mendapati ruang kosong dalam liang kemaluannya. Tetapi di pangkal batang kemaluanku, aku merasakan jepitan yang sangat keras. Lalu mulai kuayunkan pinggulku perlahan-lahan. “Aawww.. aass.. shhs.. shh.. shh..” setiap kumajukan pinggulku ia mendesis-desis. Lalu kutopang badanku dengan tanganku. Aku melihat gerakan payudaranya yang memutar seirama dengan gerakanku. Wajahnya memerah. Bibirnya membuka. Kedua tangannya menekan pantatku. Lalu semakin kupercepat gerakanku. “Aasshh.. sshh.. shh..” jeritnya. “Ayaa.. uuh.. uhh.. uhh..” erangku. Tiba-tiba aku merasa kalau aku hampir orgasme. Sekilas wajah Lia di bayanganku. Lalu bagaimana aku mencintainya, bagaimana aku terkhianati, aku menjadi liar, ku pegang pinggulnya dengan kedua tanganku. Lalu kupercepat gerakanku seperti kesetanan. “Aaass.. sshh.. sshh..” kubekap mulutnya dengan bibirku agar suaranya tidak terdengar. Lalu kurasakan tanganya semakin keras mencengkeram di pantatku. “Aayyaa.. sshh.. uuhh..” aku tak tahan lagi. Kukeluarkan semua spermaku di dalam liang kewanitaannya. “Aaarrhh.. arrhh..” kucengkeram pinggulnya sampai ia meringis kesakitan. Tampaknya ia tak perduli. Disilangkan kakinya ke pinggulku sampai aku tak bisa bergerak lagi. “Aasshh.. aahh.. Benn.. ehh..” tampaknya Aya telah orgasme. Tangannya terkulai di samping tubuhnya. Kakinya masih menjepit tetapi tidak sekeras tadi.
Setelah yakin semua spermaku telah keluar aku mulai melepas pelukannya. Langsung aku berdiri. Kukancingkan celanaku, kuambil bajuku. Aku melakukannya sangat cepat. Lalu aku pergi ke dapur untuk mencuci muka. Kulihat mukaku di cermin. Hmm, wajahku masih merah. Tapi aku sudah puas. Kemarahanku pun sangat reda. Kuambil sebatang rokok. Kunyalakan sambil kembali ke ruang tamu. Tampaknya Aya masih belum berbenah. Lalu kuraih celananya dan kuberikan padanya. Ia tertegun. Lalu cepat-cepat dikenakannya sambil menunduk. “Benn..” tegurnya. “Ssst..” jawabku sambil mencium pipinya. Kembali kuputar dimmer untuk menerangi ruang tamu. Kulihat foto pacarku bersama keluarganya. Tak ada perasaan dendam lagi. Tak ada perasaan bersalah.
“Aya.. aku pulang dulu ya?” kataku sambil berjalan ke arah pintu.
“Ben..” panggilnya lirih.
“Aya besok lusa aku telpon kamu oke?”
Ia tak menjawab. Aku pun tak bisa mengira-ngira apa yang sedang ia pikirkan, mungkin aku tak mau. Kustater mobilku dan melaju ke luar perumahan menuju jalan raya. Kunyalakan radioku. Entah siapa yang membawakan tapi lirik lagu itu menjadi inspirasiku.
“I’m in somebody’s shadow In someone else’s dream You’ll never find me unless I want to be”
Kuhirup nafas dalam-dalam. Ada perasaan sedih merayap di hati.
0 komentar:
Posting Komentar