Namaku Joy, usiaku 25 tahun. Tampangku biasa-biasa saja, tetapi dari para wanita yang pernah kencan denganku, mereka bilang wajahku enak dipandang dan tidak membosankan (dan tentu saja mereka bilang selalu puas bercinta denganku kalau sudah merasakan keperkasaanku).
Awal kisah ini dari perkenalanku lewat telepon dengan seorang pramugari satu perusahaan penerbangan terbesar di Jakarta. Saat itu aku mencari nomor telepon seorang teman lamaku di yellow pages yang bernama Vivi yang tinggal di Kali Malang. Aku menemukan nama tersebut, tetapi beralamat di Bekasi Timur. Entah kenapa aku tertarik untuk mencoba menelponnya.
Saat kutelepon yang menerima adalah pembantunya bernama Wati. Dia bilang Vivi sedang terbang, setelah kuperjelas Wati menerangkan kalau Vivi adalah seorang pramugari, sudah bersuami tetapi suaminya sudah tidak tinggal bersamanya lagi walau belum resmi bercerai (dari keterangan Wati aku yakin bahwa Vivi ini bukan temanku yang aku cari tetapi karena Wati tidak keberatan ngobrol, aku jadi meneruskan obrolan).
Aku pun mengarang cerita kepada Wati bahwa aku punya kenalan pramugari bernama Ernie dan sering berkencan dengannya. Kami jadi terlibat obrolan akrab, malah Wati bilang jangan-jangan aku juga pernah berkencan dengan Vivi. Aku pun mengiyakan dan menceritakan kehebatan Vivi di ranjang, membuat Wati semakin berani bicara soal sex. Setelah 1 jam kami ngobrol, akhirnya Wati menyuruhku telepon besok sore karena Vivi pulang besok siang.
Besok sorenya aku telepon Vivi, dia sedang tidur karena katanya cape setelah terbang jauh, tetapi dia mau menerima teleponku. Mulanya Vivi heran karena tidak mengenalku, lalu aku bilang aku penggemarnya membuat dia tertawa.
“Memangnya aku artis beken punya penggemar?” Aku memperkenalkan diri dan bilang ingin kenal lebih dekat dan menjadi temannya.
“Tapi bukan teman tidur kan?” kata Vivi dengan suara agak parau karena baru bangun tidur.
“Aku gak mau jadi teman tidur, tapi enakan jadi teman lagi gak tidur” jawabku.
“Eh nakal, baru kenal udah ngomong begitu”
“Iya, maksudku gak tidur kan lagi telepon, bukan lagi di ranjang”. Vivi tertawa lagi.
“Kamu suka bercanda ya?”. Kami ngobrol kira-kira 10 menit dan aku bilang aku gak mau mengganggu istirahatnya lebih lama dan berjanji untuk menelponnya lagi.
Setelah itu aku sering menelponnya, dan kami menjadi akrab serta mempunyai nama ejekan. Setelah 1 bulan kami hanya bicara lewat telepon, aku pun berani bilang ingin bertemu dengannya. Vivi setuju tapi tidak mengijinkanku datang ke rumahnya. Dia hanya minta dijemput di daerah sekitar tempat tinggalnya. Saat bertemu, kami masih saling mengejek.
“Apa kabar, Mandra?”
“Baik” jawabku.
“Aku gak nyangka ternyata kamu lebih parah dari Atun, maksudku Atun gemuk, kamu ternyata kurus”
“Ha ha, aku kira kamu juga mirip Mandra betulan” dia tertawa membalas ejekanku.
Harus kuakui walaupun dengan pakaian sederhana dan tanpa make-up Vivi terlihat cantik dan tubuhnya langsing dengan buah dada yang padat kutaksir berukuran 34. Malam itu kami pergi ke Mall, dan makan Fried Chicken. Sejak saat itu dia selalu memberi jadwal terbangnya kepadaku dan selalu minta aku telepon bila dapat tugas domestik, atau kirim fax bila dia di luar negeri.
Satu bulan setelah pertemuan pertama, aku diijinkan mencium bibirnya. Mulanya aku bilang ingin memeluknya. Besoknya saat bertemu lagi aku juga bilang mau peluk dia. Kami berpelukan, kemudian aku mencium tangannya, memeluk dia lagi sambil berusaha mencium bibirnya. Vivi menolak tetapi setelah itu dia pasrah saat kukulum bibirnya, tetapi Vivi tidak membalas. Setelah ciuman pertama setiap bertemu kami selalu berciuman sampai sebulan berikutnya dia minta diantar ke suatu tempat dan kami sudah pulang jam 11 siang. Saat itu aku bertanya ingin kemana lagi.
“Terserah kamu mau kemana” jawab Vivi.
“Kalau ke hotel bagaimana?” tanyaku
“Memang kamu berani?’
“Siapa takut!”jawabku cepat. “Memang Vivi berani?” balasku.
“Berani, tapi kamu jangan macam2 ya” Segera aku menuju satu hotel yang cukup baik di Bekasi.
Sesampainya kami di kamar hotel, aku segera memeluk Vivi dan menciumnya. Vivi membalas dengan tak kalah gairah. Bibir dan lidah kami saling mengulum dan menjilat. Nafas Vivi semakin tak beraturan saat tanganku mulai menelusuri lekuk tubuhnya. Ciumanku mulai berpindah ke kuping dan lehernya. Kecupan dan gigitan-gigitan kecil di lehernya membuat Vivi menggelinjang.
“Oouhh..oouuccchh..aaccchhh..” rintih Vivi ketika tanganku mulai meremas buah dadanya.
Jariku mulai membuka kancing blouse-nya. Ciumanku berpindah ke bahunya yang mulus kemudian ke buah dadanya sambil aku membuka BH nya. Bagian atas tubuh Vivi sudah tidak dilapisi oleh sehelai benangpun. Aku mengulum puting buah dadanya, sedangkan tanganku meremas buah dada satunya. Tangan Vivi bergerak liar membuka baju dan celanaku. Pada saat yang bersamaan kami sudah sama sama telanjang dan ciumanku semakin turun ke bawah, menjilati dan mengecup perut, paha, betis, dan ke pangkal pahanya. Vivi menarikku ke ranjang saat aku mulai menjilati vaginanya.
“Aaaahh.. oouuuhh..sshh..sshh..” rintih Vivi kenikmatan.
“Mmmhhhhh..ssrpp..ssrrpp” aku semakin nafsu menjilati vaginanya.
Aku memutar tubuhku ke posisi 69. Vivi agak menolak tetapi aku tetap melanjutkan posisi itu dan memintanya menciumi penisku yang sudah membesar dan keras. Vivi hanya mengecup saja, saat kuminta mengulum dia menolak dan minta aku merubah posisi berhadapan lagi. Aku mulai mencium bibirnya lagi, lidah kami saling menjilat dan bibir kami saling mengulum. Nampaknya Vivi sudah tidak tahan, tangannya mencari-cari penisku dan memasukkannya ke dalam vaginanya.
“Oouucchh..” lenguh Vivi saat penisku menghujam ke dalam vaginanya.
Tubuhku secara perlahan turun naik di atas tubuh Vivi yang sexy dan mulus. Perlahan namun pasti kulihat perubahan di wajah Vivi menunjukkan dia menikmati persetubuhan kami. Penisku keluar masuk dengan irama makin cepat. Vivi semakin menggeliat dan mendesah. Rintihan dan desah kenikmatan Vivi makin membuatku bergairah berpacu menuntaskan nafsu birahi Vivi.
“Ooucchh.. aahh.. sshh” Vivi mendesis dan menggoyang pinggulnya mengikuti gerakanku.
“Mmhh..mmhh..sshh” akupun merasakan nikmat luar biasa oleh goyangan Vivi.
“Ayoo, sayang.. aku sudah tidak tahan..” Vivi semakin cepat menggoyangkan pinggulnya dan memintaku mempercepat keluar masuk penisku.
Tidak berapa lama kemudian, Vivi memagut bahuku. Nampaknya Vivi segera mencapai puncak kenikmatannya.
“Aahh..oouuchh.., aku keluarrr.. mmhh” Vivi menggigit bahuku saat dia orgasme.
Tubuh Vivi mengejang beberapa saat, kemudian pelukannya perlahan melemah dan lepas dari tubuhku. Nampak di wajahnya mimik kepuasan. Vivi mengecup bibirku beberapa kali sambil berbisik
“Sayang.., kamu hebat.., baru kali ini aku merasakan kepuasan dari laki-laki”
“Memang selama ini di rumah gak pernah puas ya? tanyaku.
“Iya, suamiku tidak bisa memberiku kepuasan. Dia selalu lebih dulu keluar, kadang-kadang baru sebentar aku goyang dia sudah gak tahan” Vivi menjelaskan keadaan suaminya.
Aku membayangkan tubuh Vivi sedang dinikmati suaminya, membuat gairahku bertambah dan perlahan aku mulai menggerakkan penisku keluar masuk lagi. Vivi mulai terangsang dan mengikuti gerakanku dengan memutar-mutar pinggulnya. Aku membalikkan posisi sehingga Vivi berada di atas tubuhku. Vivi semakin leluasa mengerakkan pinggulnya. Ronde kedua ini Vivi semakin menikmati persetubuhan kami hingga tidak berapa lama kemudian ia mencapai orgasmenya yang kedua dan terkulai di atas tubuhku.
Baca Juga : Perawan Ku Diambil Adiku Sendiri Saat Aku Tidur
Baca Juga : 7 Fakta dan cerita unik tentang Bercinta
Aku segera membalikkan tubuhnya ke posisi di bawah. Tubuhku naik turun di atas tubuh Vivi tanpa memberi kesempatan dia istirahat setelah mencapai orgasmenya yang kedua. Aku ingin segera menuntaskan pergumulan ini. Lahar di tubuhku menuntut minta dikeluarkan. Walau sudah 2 kali orgasme ternyata Vivi masih mampu melayani gerakanku, malah kurasa Vivi semakin hot mengoyangkan pinggul dan pantatnya.
“Aahh..ouhh..ouhh” rintih Vivi
“Sayang, aku gak tahan lagi..” aku mengajak Vivi menyelesaikan persetubuhan kami.
“Kita keluar bareng, sayanngg.., aku mau keluarr… Aahh..sshh..” Vivi mencapai orgasmenya.
“Eehh.. mmhhh..aahh” aku memuncratkan air maniku ke dalam vagina Vivi.
“Terima kasih, sayang..” Aku mengecup pipi dan kening Vivi, juga mengecup di bibirnya.
“Sama-sama, aku puas sekali” Vivi membalas kecupanku.
“Ternyata pramugari mainnya hot juga ya?” kataku.
“Iya doong.., baru tau ya kalo pramugari hebat?” jawab Vivi.
“He eh, pengen lagi dong” pintaku.
“Emang masih kuat?”
“Lho Vivi gak ngerasain? Kan punyaku masih di dalam punya Vivi” kataku.
“Iihh, kok masih keras sih?” tanyanya.
“Iya, punyaku kalo baru sekali keluar memang masih keras” jawabku
“Emang mesti berapa kali sih baru lemes?” tanya Vivi penasaran.
“Paling sedikit 2 atau 3 kali” kataku
“Jadi sekarang mesti Vivi bikin keluar lagi ya?”
“Iya kan yang tadi bikin gede dan keras Vivi” jawabku
Vivi mulai menggoyangkan pinggul dan pantatnya yang kuimbangi dengan keluar masuknya penisku di dalam vaginanya. Di babak kedua ini Vivi orgasme 2 kali dan aku keluar sekali. Setelah itu kami istirahat sebentar dan karena penisku masih tegang Vivi kemudian mengulum dan mengisap punyaku. Nampaknya Vivi begitu menikmati kuluman dan isapannya di penisku
“Vii.., aku keluaarr..aahh” aku menyemprotkan air maniku. Vivi menelan semua air maniku yang keluar. Setelah itu penisku benar-benar mengecil dan kami pun tidur.
Hari itu kami lewati dengan 2 kali persetubuhan lagi berturut-turut dengan Vivi orgasme 2 dan 1 kali, hingga kami check-out dari hotel jam 7.30 malam. Kuantar Vivi pulang dan untuk pertama kali aku diijinkan masuk ke dalam rumahnya. Setelah ngobrol beberapa saat, akupun pamit pulang setelah kami berciuman lagi.
Sejak saat itu aku selalu mengisi kesepian Vivi setiap suaminya tidak berada di rumah. Setiap bertemu selalu kami lewati dengan permainan cinta yang panas, baik di hotel atau di rumah Vivi, bahkan kemudian aku diijinkan menikmati tubuh Vivi di atas ranjang di kamarnya. Saat itu aku bahagia dan puas sekali karena dari pagi sampai sore tak henti-hentinya kami bercumbu dan aku dimanja serta dilayani seolah-olah aku suaminya.
Suatu kali pernah terjadi saat kami bercinta di ranjangnya, suami Vivi menelpon. Mula-mula telepon itu tidak diangkat karena kami sedang berciuman, tetapi saat penisku sudah di dalam vagina Vivi, ada telepon lagi dan ternyata suaminya. Vivi menjawab telepon itu sambil nafas dan suaranya tersendat-sendat karena aku tidak menghentikan gerakan keluar masuk penisku.
“Aku sedang olahraga” kudengar Vivi menjawab pertanyaan suaminya.
Setelah selesai telepon kutanya suaminya bicara apa.
“Biasa, kalo lagi pengen gituan denganku, bilang kangen dan mau ketemu. Dia curiga, nafasku memburu. Dia tanya aku lagi ngapain, makanya aku bilang lagi olahraga. Hi.. hi.., padahal aku lagi olah nafsu sama kamu” jelas Vivi sambil tertawa manja, membuatku semakin bergairah menggeluti tubuh indahnya.
Tetapi pernah juga teleponku tidak diangkat oleh Vivi. Saat itu suaminya memang sudah 2 hari berada di rumah. Aku berani telepon ke HP Vivi karena sebelumnya dia menelponku dari HP-nya.
Setelah 2 kali teleponku tidak dijawab aku tidak mencoba menelponnya lagi. Setengah jam kemudian aku ditelepon Vivi.
“Hallo, sori tadi aku gak jawab telepon kamu” kata Vivi.
“Emang kamu lagi ngapain? Lagi enak ya?” tanyaku
“Iya” jawab Vivi
“Pantes, teleponku dicuekin, lagi enak sih. Berapa kali tuh? Sekarang dia di mana?”
“Sekali aja. Dia di kamar sebelah”
“Dari tadi baru sekarang telepon, lama banget mainnya”
“Gak, biasalah dia cuma bisa sebentar. Aku juga diam aja, gak goyang. Abis main dia tiduran dulu, baru keluar kamar”
“Tapi orgasme kan?” ledekku
“Sama dia mana pernah aku orgasme” balas Vivi
“Aku iri dan cemburu nih” memang saat itu dadaku terasa panas oleh cemburu membayangkan tubuh sexy Vivi digeluti suaminya.
“Sabar ya, sayang. Kalo dia udah pergi nanti aku layani dan puasin kamu. Kan sebelum dia datang Vivi juga kasih kamu duluan yang nikmatin tubuh Vivi. Udah dulu ya, nanti Vivi kasih kangen dan sayang Vivi buat kamu. Daag.. mmuuehh..”
Pernah Vivi terbang selama seminggu, begitu Vivi pulang aku menjemputnya di bandara. Masih dengan seragamnya Vivi kuajak check-in ke hotel dan menuntaskan gairah dan nafsu kami yang terpendam lebih dari seminggu.
“Vi.., aku kangen. Aku ingin bercumbu dengan pramugari” kataku sambil bercanda.
“Eh, gak boleh, harus pulang dulu. Aku ganti pakaian” jawabnya.Setelah kurayu Vivi akhirnya bersedia langsung check-in tanpa mengganti seragamnya dulu. Saat itu aku merasa benar-benar berkencan dengan pramugari karena Vivi masih berseragam.
Setahun kemudian Vivi menggugat cerai suaminya dan dikabulkan pengadilan. Sampai kini Vivi masih menjanda tapi aku selalu memberi kepuasan dan kenikmatan untuk kebutuhan sex Vivi. Ada keinginanku untuk segera menikahinya tetapi aku sendiri masih senang bercinta dengan wanita-wanita lain, termasuk juga beberapa pramugari yang kukenal setelah Vivi (aku akan menceritakannya di bagian lain).
Vivi memaklumi keadaanku karena dia sendiri kadang-kadang kewalahan melayani nafsu sexku, apalagi kalau aku sedang cemburu dengannya. Selain itu Vivi juga masih aktif terbang sehingga sering meninggalkanku juga. Disaat Vivi tugas dan aku ingin menyalurkan nafsu birahiku aku berkencan dengan wanita lain, mungkin ini yang menjadi pertimbangan Vivi dan memaklumi keadaanku.
0 komentar:
Posting Komentar