Bulan November 2004 saya mendapat kiriman email dari beberapa cewek yang membaca cerita saya, yang salah satunya dari Maria. Maria ternyata sekota dengan saya di pulau Lombok, umurnya baru 18 tahun, pelajar SMA yang terkenal di kota saya.
Maria atau panggilannya Ria, gadis berkulit putih, tinggi 187 cm, berat 52 kg dan ukuran buah dadanya saya perkirakan 34B, betul-betul anak SMU yang baru berkembang. Awal perkenalan saya dengan Ria, kami janji bertemu di rental internet favorit saya dekat mall.
“Hallo.. Om yang namanya Dani?” tanya seorang gadis SMU pada saya.
“Iya.. Maria ya?” tanya saya kembali padanya sambil memperhatikan wajahnya yang manis, rambut hitam lurus sebahu dan masih memakai seragam SMU-nya.
“Lagi ngapain Om?” tanyanya sambil duduk di kursi sebelah saya.
“Riat email yang masuk nich, panggil aja Dani ya” pintaku.
“Ya, panggil juga saya dengan Ria” jawabnya sambil mepet melihat ke arah monitor komputer.
“Oke, Ria bolos sekolah ya, jangan keserinngan bolos loh” nasehatku.
“Enggak kok, wong nggak ada guru, lagi ada rapat tuch”
Wangi juga bau parfumnya, mana rok abu-abunya span lagi, si boy jadi bangkit nich. Wah, kalo bisa making love sama Ria, asyik juga.. Huh dasar lagi mumet nich otak, maunya si boy saja.
“Ndi, Ria boleh tanya nggak?”
“Boleh aja, Dani itu orangnya terbuka kok en’ fair, mau nanya apa?”
“Kalo tamu ceweknya Dani ngajak jalan-jalan, bayar nggak?”
“Oh itu, ya terserah ceweknya, pokoknya keliling Lombok ditanggung senang dech”
“Masalah hotel, akomodasi dan lain-lain ditanggung tamu, gitu”
“Kalo ML gimana?” tanya Ria antusias.
“Kalo ML sich, terserah tamunya, kalo suka sama Dani, ayo aja”
“Biasanya Dani selama ini dibayar berapa sich?”
“Ya, kira-kira 500 ribu sampai 1 jutaan”
“Itu berapa hari?”
“Terserah tamunya aja mau berapa hari, okey, puas?”
“Mmh..” guman Ria seperti ingin menanyakan sesuatu tapi ragu-ragu.
“Kalo Ria udah pernah dicium belum atau udah pernah making love?” tanyaku.
“Ih, si Om nanyanya gitu”
“Ah, nggak usah malu sama Dani, ceritain aja”
“Belum sich Ndi, cuma kalo nonton BF sering”
“Jangan ditonton aja, praktek dong sama pacar” tantang saya sambil menepuk pundaknya.
“Pacarnya Ria itu agak aneh kok”
“Gimana kalo praktek sama Dani, ditanggung senang dan tidak bakalan hamil”
“Hush, jangan aneh-aneh Ndi, Ria udah punya pacar lho”
“Nggak aneh kok, kalo praktek pacar-pacaran” rayu saya, sepertinnya ada peluang nich. Saya harus merayunya supaya Ria tidak ragu-ragu lagi.
“Iya sich, tapi..” jawabnya ragu-ragu.
Setelah selesai membalas email yang masuk, saya berencana mengajak Ria ke pantai Senggigi, siapa tahu ada kesempatan, ya nggak pembaca. Ternyata Ria itu tinggal bersama ibunya yang masih berusia 47 tahun dan suaminya tugas keluar pulau selama beberapa bulan.
“Mau nggak ke pantai jalan-jalan, tadi Ria naik apa?”
“Naik mobil, pake mobil Ria aja” ajaknya bersemangat sambil menggandeng tangan saya seperti Om dan keponakannya.
Ternyata mobilnya memakai kaca rayban gelap dan ber-AC lagi, jadi siang itu kami meluncur ke pantai senggigi dan sebelumnya kami membeli beberapa camilan dan saya juga membeli kondom, biasa.. he.. he..
Baca Juga : Perawan Ku Diambil Adiku Sendiri Saat Aku Tidur
Baca Juga : 7 Fakta dan cerita unik tentang Bercinta
Ria menjalankan mobil dengan santai, tapi saya jadi tegang terutama si boy dan bukan mobilnya yang jalan santai yang membuat saya tegang, rok abu-abunya itu lho. Sudah span, pas duduk dalam mobil otomatis bertambah pendek saja hingga memperlihatkan setengah bagian pahanya yang putih mulus dan masih kencang.
“Eh, Ndi kok bengong, ngelamun jorok ya?”
“Eh.. Eh.. Nggak juga” jawab saya tergagap-gagap.
“Terus kenapa Riatin pahanya Ria terus”
“Badanmu itu bagus kok, rajin fitnes ya?”
“Pasti, supaya badan Ria tetap fit dan seksi. Gimana, seksi nggak?” tanyanya tersenyum.
“Seksi bo! Eh Ria parkir aja yang di pojok tuch” tunjukku pada sebuah pojokan, agak menjauh dari jalan raya dan terlindungi oleh pepohonan, asyik nih siapa tahu bisa indehoy.
“Bagus juga tuch tempatnya” jawab Ria setuju sambil memarkirkan mobilnya hingga pas dengan lebatnya pepohonan, yang kalau dari jalan raya tidak kelihatan dan juga tempatnya sepi, jauh dari pemukiman dan lalu lalang orang, paling-paling orang yang berjalan di pantai, itupun agak samar-samar.
Mudah-mudahan pembaca tidak bingung membayangkan ilustrasi tempat yang saya ceritakan. Setelah Ria parkir, kami saling curhat tentang masalah pribadi Ria yang belum pernah ML dan ibunya yang sering kesepian ditinggal suaminya pergi.
“Ngomongnya nggak enak ya kalo kita berjauhan begini”
“Maksud Dani..”
“Ria duduk aja dekat Dani”
“Tapi kursi itu kan cuma satu”
“Ayo dong Ria, duduk sini kupangku” rayu saya sambil menarik tangan kanannya.
“Malu ah, dilihat orang” jawabnya ragu-ragu sambil melihat ke arah pantai.
“Berarti kalau nggak ada orang nggak malu dong” ujarku sambil menarik tangannya agar mendekat pada saya.
“Ya.. Nggak gitu” jawabnya ragu-ragu.
“Saya udah jinak kok apalagi si boy ini paling jinak” goda saya lagi sambil menunjuk kontol saya yang sudah agak menggembung.
“Ih jorok ih” jawabnya tertawa pelan.
“Mau nggak?”
“Emm.. Bagaimana ya”
“Mau dech..” dan akhirnya dengan paksaan sedikit dan si Ria yang ragu-ragu untuk duduk, saya berhasil menariknya bahkan Ria duduk dengan sedikit ragu.
Saya pangku Ria sambil melihat kembali ke arah pantai. Posisi Ria yang saya pangku menyamping hingga kalau melihat ke pantai agak menoleh sedikit. Posisi itu sungguh enak dan kelihatan si Ria juga menikmatinya, kelihatan dari tangan kanannya yang melingkar pada bahu saya.
“Oh ya, Dani mau nanya hal pribadi, boleh nggak?”
“Boleh aja, Ria itu orangnya terbuka kok” jawabnya sambil menggeser pantatnya supaya tidak terlalu merosot.
Wah si boy saya jadi berdiri gara-gara si Ria memperbaiki posisi duduknya hingga pantatnya yang semok semakin mepet sama si boy. Coba pembaca bayangkan seperti posisi saya saat ditemani cewek SMU berumur 18 tahun yang bongsor dan seksi, pasti si boy mau berontak keluar, so pasti coy.
“Ria pernah nggak making love?”
“Mmh.. Gimana ya” jawab Ria ragu-ragu sambil menggigit jari kelingking tangan kirinya.
“Ceritain dong..” bujuk saya sambil mengelus pahanya yang masih terbungkus rok abu-abunya yang mini.
Lumayanlah sebagai permulaan pemanasan, ini kesempatan kalau Ria mau making love sama saya dan kalau tidak mau paling ditolak atau ditampar atau ditinggalkan, tapi dari perasaan saya sih, sepertinya mau.
“Pernah sih sama pacar, tapi itu dulu sebelum putus”
“Kok putus, kenapa emangnya?” tanyaku sambil tangan kiri saya memegang pinggangnya yang langsing.
“Sebetulnya Ria sayang sama dia, kalau cuma making love sich tidak apa-apa”
“Yang penting pake kondom supaya aman”
“Terus apa masalahnya?”
“Ya itu, making lovenya agak aneh, masak Ria diikat dulu”
“Wah, itu sich namanya ada kelainan namanya, harusnya dengan lembut”
“Oh ya, Dani kalau making love sama tamunya secara lembut ya”
“Tentu saja, maka banyak cewek yang senang dengan cara yang romantis dan lembut”
“Asyik dong”
“Mau nyobain nggak?” tantang saya sambil mengelus tangan kirinya yang ternyata sangat halus.
“Wuhh.. Maunya tuch” jawab Ria mencibirkan bibirnya yang seksi.
“Pegang aja boleh nggak ya?” tanya saya mengiba dan tangan kanan saya mulai mengelus-ngelus pahanya yang masih terbungkus seragam sekolahnya dengan lembut.
“Emh.. Gimana ya.. Dikit aja ya” jawab Ria mengejutkan saya yang tadinya cuma bercanda, eh tidak tahunya dapat durian runtuh.
“Ria, mau bagian mana dulu?” goda saya sambil mengelus punggungnya yang halus.
“Ih genit ah..” candanya manja.
Saya naikkan tangan kanan saya mencoba menjamah payudara kirinya yang masih terbungkus seragam sekolahnya dan kelihatannya tidak ada penolakan dari Ria. Dengan perlahan lehernya saya cium perlahan dan jamahan tangan saya berubah menjadi remasan supaya membangkitkan gairahnya. Ternyata Ria adalah tipe cewek yang libidonya cepat naik.
“Geli.. Ndi..” rintihnya pelan, tangan kirinya membantu tangan kanan saya untuk lebih aktif meremas payudara kiri dan kanannya secara bergantian. Lehernya yang putih saya cium dan jilat semakin cepat.
“Sst.. pe.. lan.. Ndi..”
Setelah beberapa menit, tiba-tiba Ria menurunkan tangan saya dan tangannya dengan terampil melepas tiga kancing atas bajunya serta mengarahkan tangan saya masuk ke dalam baju seragam SMU-nya dan tangan kirinya mengusap pipi saya. Tangan kananku yang sudah separuh masuk baju seragamnya langsung masuk juga dalam BH-nya yang ternyata berwarna putih polos. Gundukan payudaranya ternyata sudah keras dan tanpa menunggu aba-aba saya remas payudaranya dengan perlahan, kadang-kadang saya pelintir puting susunya.
“Ndi.. Sst.. Mmh.. Yang ki.. ri.. sst..” rintihnya pelan takut kedengaran.
“Ria, boleh nggak saya ci..” belum sempat habis pertanyaan saya, Ria sudah mencium saya dengan lembut yang kemudian saya balas ciumannya.
Semakin lama lidah saya mencari lidah Ria dan kami pun berciuman dengan mesra, bahkan saling menjilat bibir masing-masing. Sambil berciuman, kancing baju atas seragam Ria yang tersisa itu pun langsung saya lepas hingga tampaklah payudaranya dengan jelas. Kembali saya cium payudaranya. Selama beberapa menit berciuman, kuluman dan hisapan pada putingnya membikin Ria bertambah merintih dan mendesis, untung saja pada saat itu masih sepi dan bukan hari libur atau hari minggu.
“Mmh.. gan.. ti.. sst.. kiri.. sstt..” rintih Ria memberi aba-aba sambil tangan meraih kepala saya dan menggeser serta menekan pada payudaranya.
“Ter.. Us.. Sst.. Ndi..”
Tangan kanan saya yang sedang berada di pusarnya turun merayap masuk ke dalam rok abu-abunya dan mengelus vaginanya yang masih terbungkus CD searah jarum jam.
“Sst.. Terus.. Ndi” rintih Ria yang ikut membantu menyingkapkan rok abu-abu SMU-nya ke atas hingga pantatnya yang putih menyentuh paha saya yang masih terbungkus celana jins.
Setelah beberapa saat, saya masukkan tangan kanan ke dalam CD putihnya yang ternyata ditumbuhi bulu halus yang terawat rapi dan saya usap beberapa menit.
“Sst.. Ndi.. Ge.. Li.. Mmh..” gumam Ria pelan sambil matanya menatap setengah sayu. Gerakan jari tangan saya keluar masukkan ke dalam vaginanya yang mulai basah.
“Mmh.. Sst.. Enak.. Ndi.. Te.. Rus.. Agak cepe.. tan.. Sst”
“Sst.. Ya.. Nah.. Sst.. Gitu” rintih Ria yang kelihatan mulai terangsang hebat.
Tangan kiri saya yang tadinya hanya mengusap-usap pinggangnya jadi aktif mengusap payudara kirinya dan saya percepat permainan tangan pada vaginanya dan tiba-tiba saja Ria menjepit tangan saya dan disusul keluarnya cairan putih, berarti Ria telah orgasme yang pertama.
“Mmh.. Nikmat juga ya rasanya Ndi” gumam Ria sambil memandangku sayu.
“Mau nggak ngerasain si boy?” bujuk saya melihat Ria yang sedang terangsang berat.
“Mmh..” gumannya pelan, agak ragu Ria menjawab tapi akhirnya Ria pindah ke belakang mobil, wah tambah asyik nich.
Saya juga berpindah ke belakang mobil sambil melepas celana jins serta CD saya hingga bagian bawah saya bugil dan atasnya masih memakai kaos, untuk berjaga-jaga siapa tahu ada orang lewat.
“Ndi.. Pelan aja” guman Ria pelan sambil melepas CD putihnya hingga Ria sekarang bagian bawah atasnya juga bugil cuma memakai baju seragam SMU-nya tanpa BH.
“Ya, Sayang, kupakai kondom dulu ya supaya aman” jawab saya sambil mengambil posisi duduk menghadap ke depan dan mengarahkan Ria dalam posisi saya pangku serta menghadap saya. Pantatnya yang semok saya pegang dengan kedua tangan dan memberi arahan pada Ria.
“Pegangin si boy, ya tangan kanan” pinta saya pada Ria yang memegang kontolku dan mengarahkan ke vaginanya yang masih sempit.
“Nanti Ria dorong ke bawah ya, kalau udah pas kontolnya”
“Aduh.. Sakit..” rintih Ria karena kontol saya meleset pada bibir vaginanya.
Kembali saya arahkan kontol pada lubang vaginanya, pada usaha keempat, bless akhirnya masuk kepala dulu.
“SsSt.. Pe.. Lan.. Ndi..” Rintih Ria sambil memegang tangan kiri saya dengan tangan kanannya dan mengigit bibir bawahnya dengan pelan.
“Pertamanya sakit kok, tapi agak lama juga enak” rayu saya sambil mendorong pinggulnya ke bawah hingga lama kelamaan, bless..
“Akhh..” jerit Ria lirih karena kontol saya semuanya masuk dalam vaginanya.
“Gimana rasanya?”
“Sakit sich, tapi.. Geli..” gumam Ria mencium saya dengan lembut. Dengan perlahan saya sodok vaginanya naik turun hingga Ria mendesis lirih.
“Sst.. Agak.. ee.. tengah.. sst..” rintih Ria lirih sambil menggoyangkan pinggulnya hingga sodokan dan goyangan itu menimbulkan bunyi clop.. clop.. clop.., begitu kira-kira.
Semakin lama sodokan saya percepat disertai dengan goyangan Ria yang makin Riar hingga tangan saya kewalahan menahan posisi vaginanya agar pas pada kontol saya yang keluar masuk makin cepat. Bahkan payudaranya bergoyang-goyang ke atas ke bawah, kadang membentur muka saya, sungguh nikmat sekali pembaca sekaRian.
“Barengan ya keluarnya ya.. Mmh..” perintah saya pada Ria karena sepertinya lahar putih saya sudah sampai puncaknya, jadi saya berusaha bertahan beberapa menit lagi.
“Mmhm.. Sst.. Ya.. Ndi..”
“Ce.. Petan.. Sst.. Ndi..” rintih Ria sambil memeluk dan menjepit saya dengan keras. Rupanya Ria sudah mencapai puncaknya dengan goyangannya yang makin keras.
“Ssrtss.. Seka.. Rang.. Sst.. Akhkk..” jerit Ria karena keluarnya cairan putih itu yang berbarengan dengan bobolnya pertahanan saya, secara bersaman kami saling memeluk menikmati sensasi yang luar biasa itu.
Beberapa saat kami masih berpelukan disertai tetesan keringat membasahi badan padahal mobil masih menjalankan AC-nya hampir full.
“Gimana rasanya, puas nggak” tanya saya sambil mencium bibirnya yang indah itu.
“Ternyata enak juga making love sama Om Dani”
“Lain sama pacarnya Ria, agak kasar sich” celotehnya sambil melepaskan pelukan saya dan memakai kembali CD dan BH-nya yang berwarna putih itu, setelah Ria kembali memakai seragam sekolahnya dan tentu saya juga, jam telah menunjukkan pukul 11.45 siang.
“Sebagai tanda terima kasih, gimana kalau Om Dani kutraktir”
“Boleh saja, sekarang kita kemana?” tanya saya melihat Ria menjalankan mobilnya menuju kota.
“Pulang dong” jawabnya manja.
“Lho, terus saya ngapain”
“Nanti kukenalin sama mamanya Ria dan adiknya Ria, mau nggak Om?”
“Okey..”
Ternyata Ria tinggal di perumahan mewah, pantas bawanya mobil. Tampak seorang wanita yang anggun dan cantik berusia kurang lebih 47 tahun sedang membaca sebuah majalah. Tapi yang menarik perhatian saya, baju longdress yang dikenakannya dengan belahan atas yang rendah hingga memperlihatkan payudaranya yang berwarna putih itu, mungkin lebih besar daripada punya Ria, tingginya kira-kira 163 cm/50 kg.
“Selamat siang Bu” sapa saya sopan.
“Selamat siang Pak” jawabnya ramah sambil bersalaman dengan saya.
“Ini Ma, guru privat matematika Ria yang baru, rencananya sich abis makan siang kita belajar”
“Oh ini to, yang namanya Pak Dani yang sering diceritain Ria”
“E.. Eh.. Ya..” jawab saya tergagap-gagap karena begitu lihainya Ria memperkenalkan saya sebagai guru privatnya, pelajaran matematika lagi, aduh.. gawat padahal saya tidak bisa apa-apa.
Setelah berbicara dengan ibunya mengenai les dan biaya tetek bengek lainnya, disepakati bahwa les privat cuma bisa saya lakukan dua minggu, itu pun harinya selang seling. Siang itu saya makan bersama Ria setelah ditinggal ibunya pergi keluar dan baru pulang sore hari. Ria sudah berganti pakaian dengan celana pendek dan kaos ketat khas ABG.
“Gila kamu Ria, nanti kalau ketahuan ibumu gimana?”
“Tenang aja Om, mama itu jarang kok nyampurin urusan Ria”
“Oh, gitu”
“Katanya Om mau ngajarin Ria” goda Ria penuh arti sambil mengerling nakal. Ini baru namanya surga dunia, setelah puas makan kami mengobrol sambil menonton film DVD yang dibawa Ria.
Selama dua minggu itu sebelum Ria akhirnya pindah ke Jakarta, kami sering making love tanpa sepengetahuan mamanya, pokoknya hampir tiap bertemu dengan berbagai posisi, yang sering di mobil, kamar tidur, kamar mDani, bahkan di suatu acara ulang tahun mamanya, saya diundang.
“Gimana Ndi, ramai nggak ulang tahun mama saya?”
“Wah, ramai sekali, pasti papamu pejabat ya?”
“Ah enggak kok, Papa itu pengusaha”
“Oh gitu” jawab saya sambil memperhatikan Ria yang malam itu memakai gaun yang sungguh indah, apalagi belahan atas gaunnya sungguh rendah hingga memperlihatkan payudaranya yang putih itu, mungkin tidak pake BH, gaunnya yang berwarna hijau cuma sebatas di atas lutut.
Bahkan kalau Ria duduk dan saya perhatikan gaun bawahnya, mungkin dengan sengaja Ria membuka gaun bawahnya hingga memperlihatkan CD-nya yang berwarna merah muda itu. Wow, sungguh membuat si boy berontak, tapi saya pura-pura cool saja.
“Ndi, Ria lagi pengin nich, gimana?” tanya Ria tiba-tiba sambil mendekat pada saya.
“Kita cari ruangan yuk” ajak saya yang kebetulan tadi melihat ruangan dekat taman sedang kosong.
“Lho kok ke sini, apa tidak ke kamar?” tanya Ria heran.
“Bosan ah di kamar, cari variasi lain, mau nggak?”
“Ayo, cepetan waktunya mepet nich” gandeng Ria terburu-buru.
“Ria, kamu malam ini can..” belum sempat saya berkata romantis sudah dipotong Ria dengan ciumannya yang melumat bibir saya dengan ganas, kami pun berciuman dengan alot sambil tangan saya masuk ke belahan gaunnya dan meremas payudaranya dengan gemas.
“Mmh..” gumam Ria karena bibirnya sudah menyatu dengan bibir saya sambil tangannya membuka resleting celana panjang saya dan meremas-remas kontol saya yang sudah berdiri sejak tadi.
Beberapa menit kami saling melakukan ciuman dan remasan hingga akhirnya Ria mendorong saya perlahan.
“Ayo Ndi, buka celanamu” perintah Ria sambil melepas CD saya dan Ria mengambil posisi berjongkok untuk menghisap kontolku dengan sedotan yang agak keras.
“Pe.. Lan.. Aja..” pinta saya pada Ria karena kerasnya hisapan Ria hingga semua kontol saya masuk pada mulutnya. Beberapa menit telah berlalu dan saya sungguh tidak tahan dengan posisi tersebut.
“Gantian dong..” pinta saya pada Ria sambil saya berjongkok dan membuka CD merah mudanya serta menghisap vaginanya dan mencari biji kacangnya, menghisap dan menjilat sampai dalam vaginanya hingga semakin banyak cairan yang keluar dan Ria semakin merintih-rintih dalam posisi berdiri.
“Sst.. Isep.. Yang keras.. Ndi.. Sst..”
“Udah Ndi.. Sst.. Ayo..” rintihan dan celotehan Ria meminta saya untuk memasukkan si boy ke dalam vaginanya.
Kami sekarang berdiri tapi Ria menghadap ke tembok, saya singkap gaunnya dari belakang, dengan dibantu Ria saya berusaha menyodokkan kontol saya dari belakang pantatnya. Akhirnya masuk semua kontol saya dalam vaginanya, sodokan demi sodokan dengan cepat membuat Ria merintih meminta saya segera mengakhiri permainan itu, beberapa puluh menit kemudian..
“Sst.. Ayo.. Ndi.. Sst.. Keluarin..”
“Ria udah pegel nich sst..” rintih Ria lirih karena kami jarang melakukannya dalam posisi berdiri.
“Sst.. Aduh.. Akhkk..” Dan akhirnya croott.. croot.. Keluarlah lahar putih itu bersamaan dengan jeritan Ria.
Itulah malam terakhir kami sebelum Maria dan mamanya pindah ke Jakarta mengikuti tugas papanya yang saya dengar dipromosikan jadi general manager di sana. Selamat jalan Ria, sampai ketemu lagi lain waktu, dan kalau kamu membaca cerita ini, jangan lupa ya kasih komentarmu bagian mana yang kurang.
0 komentar:
Posting Komentar