Dalam hati Bandi mengumpat mendengar usul yang ditawarkan oleh Darto, usul gila yang dengan cepat disetujui oleh atasannya Pak Tama, dan kedua teman yang juga memegang jabatan manager. Hari itu, Kantor Bandi menerima kunjungan pimpinan pusat yang menetapkan kantornya sebagai cabang perusahaan dengan kinerja terbaik, memberikan bonus liburan dan berhak untuk menggunakan cottage milik perusahaan yang ada disalah satu pesisir pulau jawa. Tentunya ditambah bonus sejumlah uang. Namun di antara berbagai kegembiraan itu mungkin Bandi lah orang yang paling berbahagia. Ya,,, atas bantuan Pak Tama, Bandi disetujui oleh pimpinan pusat untuk menempati bangku pimpinan yang sebelumnya ditempati oleh Pak Tama. Pak Tama sendiri atas prestasinya diminta untuk membantu pusat.
Setelah rombongan pusat meninggalkan ruangan, Pak Tama langsung mengangkat gelas yang hanya diisi air mineral mengajak bawahannya untuk bertoast ria. Walau bagaimanapun ada kebanggaan atas penghargaan yang diberikan. Namun Pak Tama dengan berat hati menyampaikan bahwa dirinya tidak dapat ikut serta dalam liburan itu, karena telah memiliki janji tersendiri dengan istrinya untuk sebuah liburan di pulau dewata. Bandi tidak begitu peduli dengan keabsenan Pak Tama, toh dirinya tetap dapat mengikuti liburan rombongan kantor bersama istrinya. Dan ini dapat menjadi kado bulan madu bagi istrinya yang baru dinikahi 3 bulan lalu.
“Tapi apakah Pak Tama tetap tidak mau ikut rombongan walaupun nantinya kami mengadakan sebuah game dengan perjanjian yang menarik?,” celetuk Darto.
“Perjanjian?, emang kalian udah bikin perjanjian apa?” Tanya pak Tama sambil menatap Darto dan Bandi bergantian. Seperti halnya Pak Tama, Bandi yang tidak pernah membuat perjanjian apapun tentang liburan pada Darto, pun dibuat bingung.
“Ya, sebagai ucapan terimaksih, Saya dan Bandi ingin mengusulkan sebuah permainan, untuk membuang kejenuhan atas rutinitas kita, bagaimana jika nanti selama liburan disana kita membebaskan pasangan kita untuk dirayu oleh sesama kita,” papar Darto
“Maksudmu?,” Tanya Pak Tama meminta penjelasan yang lebih mendetil.
“Ya,,, bagi mereka yang beruntung, mungkin dapat dilanjutkan dengan rayuan diatas ranjang, dan atas dasar perjanjian awal tentunya kita tidak boleh melarang untuk ‘penuntasan akhir’ atas usaha kawan kita,”
“Saya pikir permainan ini bisa menjadi referensi kepuasan bagi kita, yang setau saya selalu setia dengan istri masing-masing, tentang ‘cita rasa’ dan ‘varian kenikmatan’ dari wanita cairann istri kita,” tambahnya.
“Gila,, bagaimana mungkin usul itu meluncur dengan lancar dari mulut Darto, apalagi dengan membawa-bawa namaku,” Hati Bandi mengumpat. Namun ketika dirinya ingin menampik usul Darto, Bandi melihat wajah Pak Tama yang berbinar sambil menganggukkan kepalanya tanda setuju.
“Kenapa perjanjian ini harus mengatas namakan balas budi, sialan,” hati Bandi kembali mengumpat ketika menyadari sulit baginya untuk mengelak dari permainan ini.
“Yang bener Meennn,,, pastinya loe juga ngajak istri loe yang alim itukan?,” seru Hanif memastikan Darto mengajak istrinya yang biasa menggunakan busana tertutup lengkap dengan penutup kepalanya. Darto mengangguk pasti.
Sesaat Bandi terdiam, Cut Zahra istri sahabat karibnya itu memang memiliki daya tarik tersendiri dari tubuhnya yang selalu tertutup, wajah putih bersih, berdagu lancip dan hidung yang mancung.
“Uuuugghhh,,,benar-benar tawaran yang menggiurkan, terlalu sayang untuk dilewatkan, tapiii,,,” Kini justru Bandi yang bingung.
Mungkinkah, dalam liburan ini dirinya dapat mencumbu tubuh Zahra, atau bahkan kalau memungkinkan dapat sedikit berkenalan dengan selangkangan wanita yang menjadi fantasi seksnya sebelum menikah dengan Nabila, istrinya.
“Tapi, agar permainan ini semakin seru, kita tidak boleh memberitahukan istri-istri kita tentang permainan ini, disamping untuk menghindari timbulnya pertengkaran suami istri, saya rasa ada tantangan tersendiri bagi kita untuk dapat menikmati tubuh target kita,” ucap Darto dengan tatapan tajam ke arah Bandi, dihias senyum penuh makna.
Bandi bingung dengan tatapan itu, muncul pertanyaan besar di kepalanya, apakah Darto yang menjadi temannya sejak bangku SMP itu memang menjadikan istrinya sebagai target utama dalam permainan ini. Sekilas Bandi teringat pernyataan Darto dihari pernikahannya, yang mengakui keindahan tubuh istrinya, saat melototi tubuh Nabila yang dibalut kebaya transparan yang sangat ketat dengan puring tipis yang hanya menutupi bagian dada.
“untuk Pak Tama, sepertinya kita harus memberikan persyaratan tambahan, bapak hanya boleh mengajak simpanan bapak,”
“Hahahaha,,,” celetukan dari Hanif, kontan membuat Pak Tama terbahak tertawa, Bandipun tersenyum kecut mengingat istri sah Pak Tama, Bu Sofia yang merupakan aktifis arisan ibu-ibu pejabat.
Sebenarnya, Bu Sofia, istri pak Tama yang telah memasuki umur 40-an, masih terbilang cantik dan selalu tampil seksi dengan pakaiannya yang selalu mengekspos daerah terlarang, dan pastinya masih sangat layak pakai. Hanya saja yang membuat tidak kuat adalah mulutnya yang selalu aktif mengkritik setiap sesuatu yang tidak sesuai dengan hatinya. Alias cerewet. Mungkin itulah sebabnya Pak Tama memilih sebuah hubungan rahasia dengan Shita, resepsionis kantor yang terkenal montok dan murah hati kepada kaum lelaki dalam hal berpakaian, dan tentunya lebih penurut dibandingkan Bu Sofia
“Tidak, tidak,,, Pak Tama silahkan saja mengajak kedua istrinya, dengan tetap merahasiakan hubungannya dengan Shita bukankah kita melakukan permainan ini dengan diam-diam, karena bisa saja saya berhasil mendapatkan tubuh Bu Sofia dengan meminjam kamar kalian, dan pastinya Pak Tama tidak bisa melarang saya untuk melakukan itu, bukan begitu Pak Tama?” papar Darto.
Baca Juga : Perawan Ku Diambil Adiku Sendiri Saat Aku Tidur
Baca Juga : 7 Fakta dan cerita unik tentang Bercinta
Pernyataan Darto sontak membuat Bandi, Hanif dan Rahadi terkejut, gairahsex.com kata-kata Darto sudah kelewat batas, meskipun dirinya memang memiliki hasrat yang sama untuk menunggangi tubuh montok istri Pak Tama itu, tapi tidak selayaknya hal itu diungkapkan langsung dihadapan Pak Tama, yang nota bene adalah atasannya.
“Whuahahaha,,, saya selalu suka dengan ide gilamu, Darto, silahkan nikmati Sofia sepuasmu bahkan kalau kau juga ingin mencicipi Shita silahkan saja, tapi jangan salahkan saya bila nanti membuat istrimu yang alim itu terkapar oleh ku,” jawaban Pak Tama membuat Darto tersenyum kecut. ternyata tidak hanya Darto yang tersenyum menyambut tawaran Pak Tama tetapi juga Rahadi, Hanif dan tentu saja Bandi.
“OK,,, jika semua memang semua telah sepakat, ada baiknya kita mempersiapkan istri-istri kita untuk menyambut pertempuran yang panjang besok lusa,” Pak Tama menyudahi rapat tambahan para pimpinan itu dengan tertawa terbahak.
“Tunggu pak, saya hanya ingin memastikan, perjanjian ini hanya berlaku saat liburan sajakan?” semua tersenyum dengan pertanyaan Rahadi yang sedari tadi lebih banyak diam dan hanya mengangguk-agukkan kepala.
Anjani, gadis remaja yang dinikahi Rahadi hampir berbarengan dengan hari pernikahan Bandi itu memang seorang gadis lugu yang dinikahinya satu bulan setelah gadis itu lulus dari bangku SMU. Pastinya Rahadi tidak berbeda dengan Bandi yang merasa keberatan dengan permainan yang diusulkan Darto, karena mereka sendiri masih belum puas mengayuh tubuh istri mereka.
“Itu Pasti, permainan kita ini cukuplah menjadi skandal saat liburan, karena tentunya kita tidak ingin rumah tangga kita ataupun rumah tangga rekan kita berantakan,” pungkas Darto sambil merapikan beberapa berkas yang ada dihadapannya.
Bandi yang duduk santai di depan TV rumahnya sesekali menatap istrinya yang tengah menyiapkan makan malam mereka.
“Ada-ada saja permintaan Pak Regar itu, komentar dan sikapnya selalu saja bikin orang emosi,” keluh istrinya sambil meletakkan piring berisi ikan Nila yang baru digoreng.
“Ada apalagi dengan Pak Regar, Dia masih sering menggodamu,” Bandi memandangi tubuh semampai yang berjalan menuju freezer disampingnya. tubuh Nabila terbilang langsing dengan pinggul yang bertaut serasi dengan bongkahan pantat montok yang selalu bergetar mengiringi tiap langkah kakinya.
“Sungguh aku gak relaaa,,,” bibir Bandi mendesah pelan ketika teringat obrolan dikantornya tadi siang, bagaimana mungkin dirinya membiarkan tubuh indah itu ditunggangi oleh teman-teman sekantornya.
“Apa? Bicaramu selalu saja pelan, bagaimana aku bisa mendengar,”
“Oh,,, Tidak,, aku hanya memanggilmu,” Bandi memeluk istrinya dari belakang, membaui rambut tergerai yang masih sedikit basah, tangannya mengelus lembut bongkahan pantat yang selalu saja membuatnya bergairah.
Telah sering Bandi ingin mencoba lubang bagian belakang yang ada ditengah-tengah pantat itu, sebuah seks anal, tapi Nabila selalu saja menolaknya, dengan berbagai macam alasan, jijik, jorok, takut sakit, dan puluhan alasan lainnya.
“Sayang,,, aku masih terlalu capek hari ini, aku tidak yakin dapat melayanimu malam ini, bahkan mungkin aku akan langsung tertidur ketika menyentuh kasur,” keluh Nabila saat Bandi meremasi payudaranya.
“Hahaha,,, Tidak sayang, aku hanya ingin menawarkan sebuah liburan kepadamu, apakah kau bisa mengambil cuti untuk beberapa hari kedepan? Bukankah kau belum mengambil cuti tahun ini,” Bandi mencoba mengingat-ingat, bahkan pada saat perkawinan mereka, tepat tiga bulan yang lalu Nabila tidak dapat mengambil jatah cutinya, semua gara-gara ulah pak Regar manager personalia salah satu Bank swasta tempat Nabila bekerja.
“Liburan? Kemana? Kapan?,” Wajah Nabila langsung berbinar, mungkin inilah kesempatan untuk sesaat melepas semua rutinitas yang melelahkan.
“Aku yakin kali ini pasti bisa mendapatkan jatah cutiku,” sambungnya cepat, seakan takut Bandi menarik kembali tawarannya.
“Besok lusa kantorku mengadakan liburan kesalah satu villa di pesisir pantai, rasanya sangat sayang bila kita melewatkan kesempatan itu, hitung-hitung kita dapat berbulan madu dengan gratis,”
“Bersama rombongan kantormu?,” dahi Nabila mengerut, dirinya memang telah lama ingin menghabiskan waktu hanya berdua dengan suaminya. Ingin sekali Nabila mencoba beberapa busana yang menantang, memperlihatkan keindahan tubuhnya dalam berbagai balutan busana yang sengaja dibelinya untuk bulan madu, tapi hanya di depan Bandi.
Bandi membaca rona kecewa pada wajah cantik itu.
“Kau boleh mengenakan apapun yang kau mau, bahkan kau boleh melakukan apa saja disana,” Bandi bingung sendiri dengan kalimat yang dilontarkannya, kenapa ia justru begitu takut Nabila tidak bisa ikut dalam liburan kantornya.
“Tapi aku malu, disana banyak teman-temanmu,,,”
“Kenapa harus malu, mereka Cuma teman-teman sekantorku, bahkan beberapa dari mereka sudah pernah menginap dirumah kita, Ayolah sayang,,,”
“Tapi,,, apakah nanti aku boleh mengenakan hadiah yang diberikan Shita pada saat perkawinan kita?” Nabila bertanya dengan pelan, takut mengundang kemarahan Bandi.
“Hadiah dari Shita?” Bandi mencoba mengingat-ingat hadiah apa yang telah diberikan oleh staff yang menjadi istri simpanan Pak Tama itu.
“Owwgghh,,, dua lembar pakaian renang One Piece dan two piece, kenapa pula Shita menghadiahkan pakaian semacam itu diacara pernikahan,” Bandi mengumpat, jika Nabila menggunakan itu maka tak ubahnya seperti menjajakan tubuhnya untuk dijamah dan dilahap teman-temannya.
“Yah,, mungkin kau bisa menggunakan salah satunya, dan menurutku one piece tidak terlalu jelek untukmu,” timpal Bandi cepat, One piece lah pilihan terbaik dari yang terburuk.
Bandi merinding ketika Nabila menyambut usulnya dengan wajah yang tersenyum. Ruangan menjadi senyap, masing-masing sibuk dengan pikirannya. Tidak ada lagi percakapan serius hingga mereka selesai makan dan beranjak ke tempat tidur. Paginya Bandi melahap roti cairan kacang dengan sedikit enggan, matanya terus memandangi tubuh Nabila yang dibalut seragam biru muda dengan list putih disetiap sisinya. Sungguh tubuh yang mempesona, apalagi seragam itu melekat ketat, wajarlah bila banyak lelaki yang menggoda. Tapi, heeyy,,, kenapa Nabila mengenakan seragam yang lebih ketat dari hari-hari biasanya, tidak salah lagi itu adalah seragam yang telah lama dikeluhkannya karena sudah terlalu kecil untuk membalut tubuhnya yang semakin montok. Seragam itu telah lama tidak digunakannya. Bahkan rok yang sudah terlalu kecil itu berhasil mencetak dengan indah segitiga celana dalam yang membalut bongkahan pantat yang padat, dan lebih tinggi beberapa sentimeter dari rok yang biasa dikenakannya.
“Mas, sebenarnya aku tidak yakin bisa mendapatkan cuti untuk liburan besok,” suara Nabila mengagetkan lamunan Bandi,
“Memangnya kenapa?”
“Ya, kau tau sendiri bagaimana sikap dan tingkah laku Pak Regar, aku tidak mau dia mengambil kesempatan atas permohonan cutiku ini,” ucap Nabila sambil mengangkat roknya lebih tinggi untuk mengenakan stocking, hingga Bandi dapat melihat celana dalam yang dikenakan istrinya, dengan cepat birahinya terbakar.
“Ayolah sayang, aku rasa kau bisa sedikit menggodanya untuk mendapatkan izin itu, dan aku yakin kau dapat melakukannya,” kalimat itu mengalir dari mulutnya dengan dada yang bergemuruh, paha jenjang yang mulus siapa yang tidak tergiur bila kaki indah itu melenggang dengan seksi. Bandi bingung dengan perasaan yang menyesak didadanya, entah kenapa dirinya kini justru ingin sekali memamerkan keindahan itu kepada teman-temannya.
“Baiklah sayang, semoga aku bisa melakukannya, tapi kau harus tau aku melakukan ini semua hanya untukmu,” ucap Nabila yang telah siap dengan sepatu hak tinggi. Jemari lentiknya mengambil kunci mobil Yaris yang tergeletak disamping tv.
Di kantor Bandi tidak dapat bekerja dengan tenang, pikirannya dihantui berbagai misteri yang akan disuguhkan dalam liburan mereka nantinya. Di ruang sebelah, dari dinding pemisah ruangan yang keseluruhan menggunakan kaca, Bandi tersenyum melihat Rahadi, keponakan Pak Tama yang tampak asyik berbincang dengan Shita. Tampaknya pemuda yang masuk dalam lingkungan kerjanya dengan jalan KKN itu mulai berusaha menggoda Shita, wajar saja karena dalam liburan nanti dirinya memiliki kebebasan penuh untuk mendapatkan tubuh bahenol dari simpanan pamannya itu. Pukul 15.30, Bandi yang melirik jam di ruangan, merasakan waktu berjalan dengan sangat lambat.
“Heeii,,heii,,heeiii,,Apakah kalian sudah siap dengan liburan esok,” teriak Darto ketika melewati pintu kacanya yang terbuka.
Bandi mendapati sesosok tubuh semampai terbalut jilbab putih dibelakang Darto. Melemparkan senyum termanis dengan lesung pipit yang mengapit dikedua pipinya, matanya berbinar indah, dengan raut muka yang penuh keramahan dan keakraban. Ya,,, sebuah senyum yang selalu saja membuat hati Bandi tak berkutik.
Cut Zahra, dokter muda istri sahabatnya itu memang memiliki sejuta pesona bagi dirinya. Bandi sendiri tidak habis pikir, bagaimana mungkin gadis kalem dan lembut itu justru memilih Darto yang terkadang urakan, untuk menjadi teman hidupnya.
“Untuk liburan besok, Aku dan Zahra telah mempersiapkan semuanya, dan aku harap kau dan istrimu juga begitu,” ucap Darto sambil memeluk pundak istrinya.
“Aku harap kau mengajak Nabila, karena liburan ini pasti akan sangat menyenangkan,” sambung Zahra, Darto mengedipkan matanya ke arah Bandi sambil menyeringai.
“Ya pasti liburan ini akan sangat menyenangkan,” balas Bandi yang tersenyum kecut.
Seandainya Zahra tau, Darto suaminya telah mempersilahkan kepada mereka untuk berlomba mendapatkan tubuh indahnya.
“Apa kau benar-benar merelakan wanita alim itu disantap oleh teman-temanmu,” bisik Bandi, setelah Zahra meninggalkan mereka untuk mengambil beberapa barang di ruang kerja Darto.
“Justru itu, aku sangat ingin melihat semuanya terjadi, tentunya tanpa membuatnya marah, dan aku rasa kau bisa membantuku,” Bandi tercengang dengan jawaban sahabatnya sejak di bangku SMP itu.
Dengan langkah santai Darto menggamit pinggul Zahra melangkah keluar. Tepat didepan pintu, tanpa diduga Darto meremas pantat istrinya yang dibalas tatapan tajam Zahra yang marah atas ulah suaminya.
##############################
Bandi mencoba mencoba memejamkan matanya di atas sofa di ruang tamu rumahnya.
“Uuuggghhh,,,” Bandi menghela nafasnya, minggu ini benar-benar hari yang melelahkan bagi batinnya.
Nabila dan Zahra, dua sosok wanita yang memiliki kesempurnaan tubuh yang sering diimpikan dan dimiliki kaum hawa. Nabila dengan gayanya yang riang dan supel membuat semua lelaki berlomba untuk berakrab ria dengannya sambil mengagumi setiap lekuk bagian tubuh yang sempurna. Sedangkan Zahra, sosok wanita kalem dengan senyum yang menawan dan mata yang teduh, membuat para lelaki merasa betah untuk berlama-lama mencumbu keindahannya. Hanya saja bagi Bandi, Zahra memiliki arti lebih dari sekedar seorang wanita yang ramah, di balik tubuhnya yang selalu tertutup oleh gaun putih khas seorang dokter, Zahra memang memiliki mistery yang begitu besar. Sayup-sayup dirinya mendengar suara mesin mobil memasuki halaman rumahnya. Tak lama terdengar suara Nabila yang bersenandung riang, memasuki rumah. Bandi terjaga dari lamunannya.
“Sayang, aku telah mendapatkan cuti seperti yang kau mau,” seru Nabila riang, mengecup kening Bandi yang tengah tiduran.
“Oh yaa?,,, bagaimana cara kau mendapatkannya, bukankah itu tidak mudah?,”
“Ya, seperti yang kau katakan tadi pagi, aku harus sedikit menggodanya,” Nabila mengambil nafas panjang sebelum melanjutkan ceritanya.
“Untuk mendapatkan cuti yang kau inginkan, aku harus melepas dua kancing bagian atas blazer ku ketika memasuki ruangannya, bahkan ketika duduk di depannya aku sengaja melipat kedua pahaku untuk memberikan Pak Regar sedikit tontonan yang menarik, berharap orang tua itu dapat langsung memberikan izinnya.”
“Lalu?” sambar Bandi cepat dengan suara yang dibuat sesantai mungkin. Matanya menatap rok Nabila yang semakin tertarik keatas ketika istrinya itu duduk disampingnya, pikirannya mecoba membayangkan suguhan apa saja yang telah diberikan istrinya.
“Dan seperti katamu, tidak mudah untuk mendapatkan izin itu, orang tua itu justru semakin ngelunjak ketika aku mengajukan permohonan cuti, dia memintaku untuk menemaninya mengobrol disofa diruangannya, dan tahu kah kau apa yang dilakukannya selama obrolan itu terjadi,” Nabila berhenti sejenak untuk mengatur nafasnya.
“Dia mulai berani meraba pahaku ini, bahkan berulangkali mencoba memasukkan jemarinya kedalam rok sempit yang jelas tidak akan cukup untuk tangan gemuknya, meski aku tau usahanya sia-sia, aku tetap menepis ulah usilnya itu,” Nabila mencoba menutup ceritanya sambil mengecup bibir suaminya.
Dengan sangat bernafsu Nabila meneguk minuman dingin milik Bandi yang ada di depannya.
“Baiklah, Banyak persiapan yang harus kulakukan untuk besok, dan aku tidak ingin ada barang penting yang tertinggal nantinya,” Nabila beranjak dari duduknya, meski wajahnya sedikit pucat karena kelelahan setelah bekerja sehari penuh, namun wanita cantik itu terlihat begitu bersemangat menyambut liburan.
Sementara Bandi sibuk mengingat-ingat sosok tambun Pak Regar, dengan jari-jari tangan yang juga dipenuhi lemak. Tubuhnya yang pendek membuat pria paruh baya itu semakin membulat. Namun seberkas noda yang mengering pada rok bagian belakang Nabila membuat Bandi meloncat dari peraduan.
“Apakah hanya itu yang dilakukannya padamu,” sela Bandi sambil perlahan menarik Nabila hingga kembali duduk disampingnya. Entah mengapa Bandi begitu penasaran dengan noda yang dilihatnya.
“Ya,,,Setelah tidak berhasil mendapatkan apa yang diinginkannya pada bagian bawah tubuhku, tangan yang dipenuhi bulu itu menghiba kepadaku untuk bisa merasakan sedikit kepadatan payudaraku,”
Bandi mendengarkan cerita istrinya dengan jantung yang mulai berdegub kencang, meski ada rasa cemburu disana tapi tak ada sebersitpun gelora amarah, entah mengapa?.
“Selama dia melakukannya dari luar blezerku kupikir tak mengapa, dan bisa kau tebak bagaikan anak kecil yang mendapat mainan baru, tangannya bergerak cepat meraba, meremas dan terkadang mencubit dengan kuat hingga membuatku sedikit menjerit. Tapi tak lama kemudian Pak Regar mengeluhkan blazerku yang terlalu tebal dan memintaku untuk melepas beberapa kancing yang tersisa. Aku teringat akan pesanmu tadi pagi untuk memberikan sedikit tontonan pada orang tua yang sudah hampir pensiun itu, jadi biarlah dirinya mendapatkan sedikit keindahan dari tubuhku, toh aku masih mengenakan blus yang menutupi tubuhku” Suara Nabila semakin berat, matanya menerawang mencoba mengingat kejadian tadi siang.
“Lalu?” Tanya Bandi dengan suara tercekat.
“Yaaa,, aku mempersilahkan tangan gemuknya itu masuk kedalam blazerku, tohhh masih ada blus yg menutupi tubuhku,”
“Dan Mungkin hari itu memang hari keberuntungan baginya, karena aku mengenakan bra yang terlalu tipis, jadi sangat mungkin jemarinya dapat merasakan kedua puting payudaraku yang mengeras karena godaannya. Tapi bukan Pak Regar jika tidak melakukan berbagai kejutan-kejutan,”
“Kejutan? Apakah dia mencoba memperkosamu?”
“Tidak,tidak,,, kukira dia tidak akan berani melakukan itu, dia hanya menyerang bibirku dan berusaha memasukkan lidahnya yang basah kedalam untuk merasakan lidahku. Bibirku yang tertutup rapat dan terus menolak justru membuat wajahku basah oleh jilatannya, karenanya aku membuka sedikit bibirku agar pria itu tidak melakukan tindakan yang menjijikkan itu. Bagai orang yang haus, lidahnya berusaha menarik bibirku untuk bertandang ke dalam mulutnya, bahkan berulangkali menyedot ludahku, aku tak kuasa menolak undangan itu, dan tau kah kau sayang?,,,ternyata lidahnya begitu panas, mengait dan menghisap lidahku yang akhirnya ikut menari-nari dalam mulutnya,”
Tanpa sadar Bandi meneguk liurnya. (Kalo pembaca budiman yang lagi tegang mendengar penuturan Nabila, ingin meneguk ludah juga, boleh koq,,, hahaha)
“Namun justru di situ kesalahanku, di saat lidahnya beraksi dengan nakal dan harus kuakui aku terbuai, tanpa kusadari tangannya berhasil membuka beberapa kancing atas blus-ku dan terus menyelusup kedalam bra, dan akhirnya dia berhasil mendapatkan apa yang diinginkannya, kedua payudaraku diremasnya bergantian, sesekali mulutku menjerit tertahan dalam pagutan bibir tebalnya ketika tangannya meremas terlalu keras.”
Bandi tak mampu menahan tangannya untuk tidak bertandang kedalam blus Nabila yang telah melepas blezernya, seakan tak ingin kalah dengan cerita istrinya. Bandi meremas kedua bukit kembar itu dengan kuat, membuat Nabila memekik. Nabila mencoba mengangkat pantatnya mencoba membantu Bandi yang kini berusaha menyingsingkan rok ketat itu ke pinggulnya. Nabila sangat paham dengan tingkah suaminya yang sedang birahi. Sesaat Bandi memandangi dua paha mulus yang bertemu pada kuncup selangkangan yang begitu indah. Stocking yang masih melekat pada kaki Nabila membuat bagian bawah Nabila semakin menggoda. Bandi membaui vagina istrinya yang basah. Tanpa menunggu persetujuan Nabila, Bandi yang sudah melepas celana kolornya berusaha melolosi celana dalam putih yang menutupi kemaluan yang ditumbuhi semak hitam. Nabila hanya bisa pasrah ketika kakinya semakin terbuka, mengangkang, menyambut hujaman batang milik suami tercinta,
“Uuuummhhhh,,, milikmu masih yang terbaik sayaaaang,,,,” dengusnya saat batang itu memenuhi rongga yang semakin basah. beberapa saat Bandi menggoyangkan pantatnya dengan pelan.
“Lalu, apakah bibirnya berhasil mencicipi dua payudaramu ini?” Tanya Bandi dengan suara bergemuruh.
“Oooohhh,,, tidak sayaaang,,, diaa justru memaksa bibirku untuk menerima penisnya, yang entah sejak kapan sudah terpampang di depan wajahku, dengan sedikit ancaman akan membatalkan izin cuti untukku, dan lagi-lagi dia berhasil mendapatkan yang diinginkannya, memasukkan penis hitam ituuu,, ke dalam mulutkuuuu,” Suara Nabila terengah-engah, disatu sisi dirinya harus jujur dan menceritakan semua yang telah terjadi, di sisi lain vaginanya yang terus mendapat hujaman-hujaman keras dari batang Bandi memberikan stimulan kenikmatan ke otaknya, membuatnya tak mampu lagi menyortir apa dan bagian mana dari pengalaman gilanya yang harus disembunyikan.
“Apakah miliknya panjang dan sebesar milikku?” keegoan sebagai seorang lelaki muncul dihati. Bandi semakin cepat mengobok-obok vagina yang menganga pasrah.
“Tidak sayang, miliknya jauh lebih pendek dari milikmu, hanya saja batang itu begitu gemuk, mulutku sempat kewalahan meladeni goyangannya yang semakin cepat, dan akhirnyaaaaaa,,,”
“Mampukah mulutmu ini memasukkan semua batang penisnya,” dengus Bandi, pantatnya menghantam selangkangan Nabila bagai orang kesurupan. Dirasakan orgasme hampir menyapanya.
“Yaaa,,, bahkan aku dapat merasakan bagaimana batang itu berkedut,” Nabila yang terbawa permainan Bandi juga bersiap menyambut orgasmenya. Dengan kuat Nabila membelitkan kaki indahnya dipinggang Bandi, membuat penis Bandi semakin terjepit.
“Aaaapa diaaa,,, berhasil menyiramkan speeermanya dimulutmuuu,,,,,” teriak Bandi bersamaan dengan semprotan pertama yang menghambur keluar.
“Tidaaakkk,,, sayaaaang dia menyemprotkan spermanya tepat dilubang anuuussskuuuu,,, Aaaahhh,,aahh,,”
Badan Nabila berkelojotan ketika tak mampu lagi membendung orgasme, pantat nya terangkat keatas agar penis suaminya itu menohok semakin dalam. Pengakuan terakhir yang keluar dari bibir Nabila memberikan jawaban akan noda yang mongering pada roknya, justru membuat orgasmenBandi semakin dahsyat. Batang besar itu menghujam semakin dalam, dan terus menghentak kasar dengan sperma yang terus menghambur keluar. Tapi bagaimana itu bisa terjadi?, bukankah Nabila tidak pernah bersedia melakukan anal seks?
“Aaaahhh,,,, Eeemmhhh,,,Aaaarrgghhh,” keberingasan Bandi membuat kenikmatan yang diterima Nabila semakin sempurna. Seakan tak ingin kehilangan vagina itu terus mengemut dengan kuat mencari-cari kenikmatan yang tersisa.
Sesaat keduanya mengatur nafas, pergumulan mereka memang selalu menghantarkan pada kenikmatan yang dahsyat, tapi kali ini ada sensasi yang berbeda. Membuat ego Bandi memuncak untuk membuktikan dirinyalah yang terbaik, dan memaksa Nabila untuk berimajinasi dengan liar atas pengalaman yang didapatnya hari ini.
“Eee,,,Apakah kau marah padaku?,” Tanya Nabila ragu-ragu disisa gemuruh nafasnya, walau bagaimanapun Bandi adalah suaminya, dan Nabila sangat takut kehilangan orang yang disayanginya itu.
“Aku telah berusaha untuk jujur meskipun itu pahit, aku,,, akuu,, mengakui semua kesalahanku membiarkannya terus bermain dengan tubuhku,” tambahnya, mencoba menghiba.
Bandi merasa kasihan dengan posisi Nabila yang merasa bersalah, ingin sekali Bandi mengerjai Nabila dengan berpura-pura marah, namun hatinya tak tega, dan lagi-lagi entah mengapa, sungguh,,, tak ada rasa amarah di dada, hanya cemburu membara yang justru membangkitkan libido untuk bercinta.
“Kurasa tergantung bagaimana kondisimu saat itu, jadi ceritakanlah semuanya,” ucap Bandi sambil memainkan payudara Nabila yang penuh dengan tanda merah.
Seingatnya, cerita Nabila tidak pernah menyinggung tentang permainan bibir atau sedotan pada payudara yang membuat tanda merah, hanya remasan-remasan nakal dari lelaki tua itu.
“Ku berharap kau tidak menyesal mendengar kejujuran ku ini, dan berjanjilah untuk tidak marah sayang, karena aku melakukan ini semua untukmu,” lirih Nabila dengan wajah serius sekaligus memelas.
Bandi yang asyik menambahkan beberapa tanda merah di dada istrinya itu akhirnya terdiam, “Kenapa aku harus menyesal dan marah, apakah dia bertindak kasar terhadapmu,” selidiknya.
“Seperti yang kukatakan tadi, mulut ku cukup kewalahan untuk melayani penis kecilnya, aku tak tau bagaimana mungkin batangnya dapat bertahan begitu lama, dan aku merasa kasihan dengan wajahnya yang mulai kelelahan dengan keringat yang mengalir deras dikulit putih pucatnya,”
Penis Bandi menggeliat manja didalam selimut vagina Nabila.
“Lalu apa yang kau lakukan untuk membantunya?,” Tanya Bandi, dirasakannya batang itu mulai terjaga, menggelitik dinding vagina Nabila dengan nakal.
“Ya, akhirnya aku mencoba sedikit menarik rokku, dan dia membaca apa yang ingin kutawarkan untuk menyelesaikan permainan ini. Seakan takut aku menarik tawaranku, dengan sigap tangannya menarik rok ku semakin keatas dan menyibak celana dalamku.
Kau pasti tau sayang aku sangat ingin mnyelesaikan permainan itu secepatnya, agar tidak terlalu merasa berdosa kepadamu, tapi aku juga tak mampu menolak ketika kepalanya dengan cepat menghilang di selangkanganku dan lagi-lagi aku merasakaaa,,n lidahnya yang panas menjilat, mengusap dan menyedot klitoris ku yang sudah sangat basaaah,, Aaahhh,,,” Mata Nabila terpejam, bayangan akan kejadian tadi siang ditambah vaginanya yang kembali menerima sodokan pelan membuat wanita itu kembali melayang mengejar kenikmatan.
“Aku harus mengakui permainan lidahnya begitu nikmat, dan aku tak mampu menolak orgasme yang menyerang diriku, kulihat Pak Regar menyeringai tersenyum dengan kumis dipenuhi cairan putih milikku. Meski baruuu,, saja mendapatkan orgasme, birahiku memaksa tanganku untuk kembali membenamkan wajahnya di selangkanganku dan berharap lidahnya memasuki liaaa,,angku sekali lagiii,,,. Aku ingin lidahnya menggelitik dinding-dinding vaginaku, menggigiiiitt,, klirotiskuuu,,,. Dan memang, akhirnya lagi-lagi aku menyerah pada orgasme yang begitu nikmaaat,”
Rambut kemaluan Nabila yang begitu lebat membuat Bandi jarang memainkan lidahnya pada selangkangan istrinya, dan dirinya tidak menyangka jika istrinya justru sangat menyukai itu, dan kini istrinya telah mendapatkan kenikmatan itu dari pria lain. Cerita Nabila bagaikan dongeng mesum yang menghantarkan pada persetubuhan yang sedikit berbeda, penisnya kembali menyodok dengan mantap. Sementara Nabila berkali-kali mendesah dalam keasyikannya bercerita.
“Setelah membiarkanku beristirahat beberapa saat, Pak Regar menawarkan padaku sebuah kesepakatan. Bila aku bersedia menerima penisnya pada vaginaku maka dirinya akan mempromosikan sebuah jabatan baru yang selama ini memang kuinginkan.”
“Lalu, apa kau menyetejuinya?” seru Bandi cepat, penisnya semakin mengeras menghentak selangkangan istrinya.
“Yaaa,,, dirinya telah melihat semua bagian intim tubuhku, lagipula penis miliknya begitu kecil, jadi kupikir tak apalah jika penis itu beberapa saat mencari kenikmatan di kemaluanku. Sekali merangkuh dayung dua pulau terlampaui, itulah pikirku, dengan memenuhi keinginannya aku bisa mendapatkan cutiku dan jabatan yang baru,”
“Aku membuka kedua pahaku dengan lebar, mempersilahkan tubuhnya yang tambun untuk merapat di selangkanganku dan melakukan penetrasi di kemaluanku. Awalnya dia memintaku untuk melepas rok dan seluruh pakaian atasku, gairahsex.com tapi aku malu, tapi kurasa cukup dengan melepas celana dalam dan mengangkat rokku hingga ke pinggul, dia dapat dengan bebas menyetubuhiku dan melakukan apapun yang dimaunya dengan selangkanganku,”
“Seperti yang kuduga, dengan mudah batang itu berhasil memasuki vaginaku, dan menggoyang selangkanganku dengan kasar. Namun aku harus kecewa, perutnya yang buncit ditambah penisnya yang begitu pendek membuat batang itu berkali-kali terlepas dari vaginaku, dan Pak Regar menangkap kekecewaanku,”
“Agar dia dapat menuntaskan nafsunya dengan cepat Aku mencoba membuka blus dan bra ku, dan membiarkan bibirnya bertandang didadaku, namun apa yang dilakukannya itu justru membuatku semakin terangsang, lidahnya menjilat dan menggigiti putingku ini. Namun usahaku tak juga membuahkan hasil, penisnya tidak menunjukkan tanda-tanda akan selesai,”
“Akhirnya, aku harus pasrah ketika Pak Regar memintaku mengangkat kedua lenganku untuk melepas blus ketat ini, tapi dia agak kesulitan ketika harus melepas rokku yang telalu ketat, sehingga aku harus melakukannya sendiri dengan berdiri membelakanginya, tapi belum sempat rok ini jatuh menyentuh lantai aku merasakan lidah yang basah berusaha menyelusup dibelahan pantatku,”
“Ooowwgghhh,,, sayaaang itu benar-benar suatu pengalaman yang sangat menggairahkan, seorang atasan yang memiliki wajah galak dan selalu menggerutu kepada semua staf bawahanya, tengah mendengus penuh nafsu menjilati lubang anusku. Aku membungkukkan badanku mencoba memberi ruang untuk lidahnya yang menjelajah anus dan vaginaku, dan entah kenapa aku marasa sangat puas ketika melihat matanya diantara belahan pantatku memohon sedikit kenikmatan dari tubuh istrimu ini sayang,”
“Pak Regar mencoba posisi yang lain, dia memintaku untuk menduduki penisnya dengan cara membelakangi tubuhnya, Ooohhh,, tahukah kau sayang? aku sangat malu dengan kondisi dan apa yang sedang kulakukan saat itu, aku merasa bagaikan seorang pelacur yang bersedia melayani apapun yang diinginkan pelanggannya. Tapi posisi itu tetap saja sulit, penis itu selalu terlepas dari vaginaku, bahkan beberapa kali penis itu menusuk-nusuk liang anusku karena salah sasaran.”
“Lalu Pak Regar kembali menanyakan keinginanku akan jabatan baru yang ditawarkannya, dia telah berhasil membuatku telanjang di hadapannya bahkan penisnya telah menjajal vaginaku tentu saja aku tidak ingin rugi, karenanya aku mengangguk dengan cepat,”
“Tapi lagi-lagi Pak Regar membuat kejutan, yang sebenarnya lebih cocok dengan mencurangi diriku,,” erang Nabila.
“Mencurangimu?, memang apa yang dilakukannya?” kening Bandi berkerut.
“Ya,,, dengan sedikit kasar dia menghentak tubuhku ke belakang, penis nya yang tepat berada dibawah liang anusku menumbuk dengan keras, aku berusaha untuk menghindar tapi karena tak mampu menjaga keseimbangan tubuh, penisnya yang sudah sangat basah oleh cairanku justru semakin tenggelam dalam anuskuuu,,,”
“Dan lagi-lagi dia berhasil mendapatkan yang diinginkannya, dengan sedikit hentakan anusku menelan semua batang itu, tapi yang membuatku heran aku tidak merasakan sakit sedikitpun, eeentah karena penisnya yang terlalu kecil atau mungkin juga nafsu yang telah menguaaasaiii,,kuuu,,,,”
“Dan sungguh tak kuduga aku sangat menikmati posisi itu. Aku menggoyang tubuhku mengikuti irama hentakan penisnya yang semakin dalam, aku mencoba mencari orgasme ku sendiri, tapi aku lagi-lagi harus kecewa saat penis itu menyembur dengan cepat, membasahi liang anuskuuu,, aku hampir tertawa ketika tangannya memeluk tubuhku dengan kuat dan memantapkan posisinya penisnya yang menghamburkan bibit benihnya di anusku, dia mengaku kalah dan mengakui kehebatan jepitan kedua lubangku”
“Aaawww,,,pelan sayaaang,” cerita Nabila terpotong oleh jeritannya sendiri, ketika Bandi kembali menghentak dengan kasar, menggedor dinding rahimnya dengan keras.
“Berarti kau telah melayaninya dengan anusmu, Apakah kau menikmatinyaaa sayaaaaang,,,” Tanya Bandi dengan suara mendengus bagai banteng.
“Maafkan aku sayaaang,,, tapi itu benar-benar nikmat, aku bahkan menunggu penisnya kembali mengeras dan rela memasukkan penis itu kedalam mulutku agar kembali mengeras, dengan sedikit memaksa untuk menusuk anusku lagi, dan rasanya sungguh nikmaaaat, berkali-kali aku merasakan orgasme dan berkali-kali pula Pak Regar memuji lubangku ini, katanya diriku adalah tubuh ternikmat yang pernah disetubuhinya,”
“Mungkin kau juga perlu mencoba pintu belakangku iniii,,” tawar Nabila, masih subur diingatannya bagaimana eforia kenikmatan saat dirinya mengayuh penis kecil pak Regar pada liang anusnya, dan kini dirinya ingin kembali menikmati hal itu dengan batang yang lebih besar, milik suaminya.
Bandi menghentikan pompaannya, dan mencabut penis yang diselimuti cairan putih. Nabila mengangkat paha jenjangnya dan memeluk lututnya hingga menyentuh payudaranya. Dan tampaklah vagina yang merekah basah, dirembesi sperma dari orgasme Bandi sebelumnya yang mencoba keluar dari lorong sempit vagina, namun bukan vagina itu yang menjadi perhatian Bandi saat ini, tapi lubang mungil yang mengerucut imut yang ada tepat dibelakang vagina itulah yang menjadi perhatiannya. Bandi tidak yakin penis besarnya dapat menerobos lubang yang masih tertutup rapat itu.
“Ayolah Saaayaa,,ang,” erang Nabila merayu.
Bandi mencoba memasukkan telunjuknya untuk sedikit membuka, telunjuk itu bermain-main keluar masuk dengan lembut, dan kini jari tengahnya ikut ambil bagian, terdengar desahan Nabila yang semakin keras.
“Saayyyaaaannng,, lakukanlah sekarang, ceeepaaattt,,,” teriak Nabila yang semakin erat memeluk lututnya membuat lubang pantatnya begitu menantang untuk dihujam.
“Aaaarrrgghhh,,, aarggmmhhhh,,,” Bandi mengejangkan otot penisnya agar dapat memasuki lubang sempit itu.
“Eeeemmhhhh,,, Iyaaaa,,,yaa,, yeeeaaahhh,,” batang yang perlahan namun pasti mulai tenggelam dan terus memenuhi setiap rongga anal Nabila. Istrinya menggeram, menjerit dan berteriak dengan keras.
Tidak seperti yang dirasakannya saat menerima penis Pak Regar tadi siang, batang milik Bandi jauh lebih panjang dan besar. Dan kini batang itu terus masuk semakin dalam membuat analnya begitu penuh. Setelah dirasakan penisnya menyentuh pangkal bagian terdalam, Bandi menghentikan hujamannya, dirasakannya dinding anus yang tergencet oleh batangnya berkedut-kedut.
“Aaaahhh,,, sayaaang,,, ini jauh lebih nikmaaat, mulailah mengayuh tubuhku.”
“Yaaa,,, ini sangat sempiiit,,, sangaaatt nikmaaat,,,” sahut Bandi dengan nafas mendengus liar.
Bandi mencoba mengayun penisnya namun lubang itu bukannya melebar tapi semakin menyempit akibat kontraksi birahi yang terjadi pada otot anal. Dan itu benar-benar menghasilkan sebuah kenikmatan. Sofa kecil yang menampung dua tubuh manusia itu mulai berderit ketika Bandi mengayuh semakin cepat. Nabila tidak lagi memeluk lututnya, selangkangannya telah terbuka lebar. Sementara jemarinya kini aktif mengusap dan menusuk-nusuk liang vaginanya yang kosong. Tampaknya vaginanya yang melompong menuntut pula untuk diisi, meski hanya dengan jemari Nabila. Sempat terbesit diotaknya, membayangkan kenikmatan bila kedua lubangnya itu diisi oleh dua penis sekaligus, tak peduli penis siapapun itu.
“Aaaahhh,,,,” gara-gara fantasinya Nabila jadi semakin liar, jemarinya mengobok-obok vaginanya dengan cepat. Bandi mencoba mengimbangi dengan mengayun batangnya dengan lebih cepat. Seluruh otot vagina dan anal Nabila berkontraksi dengan dahsyat dan,,,,,,
“Aaaaggrrrgghhhh,,, aaahh,,,” vagina Nabila menghambur kalenjar cintanya, membanjiri telapak tangannya yang masih menstimulasi dinding vagina, sebuah orgasme yang begitu dahsyat.
“Yeeeaaahhhh,,, saaayyyaaaa,,,anng,,,” penis Bandi berkedut dengan cepat menghantar bermili-mili sperma. Penisnya berkali-kali menghentak hingga keujung lorong.
Tak lama, tubuhnya ambruk menindih sang istri tercinta. Bersahutan nafas mereka memburu udara sekitar, paru-paru mereka memaksa untuk diisi setelah dibiarkan kosong saat mereka terus mengejang menghamburkan cairan cinta.
“ini jauh dari yang aku bayangkan selama ini,” bisik Nabila.
“Ya,, milikmu memang selalu nikmat,” sambung Bandi.
“Jadi, kau tidak marah aku melakukan itu?”
Bandi terdiam, harga dirinya sebagai seorang suami tengah dipertanyakan oleh sang istri.
“Hhhmm… Mau bagaimana lagi, semuanya sudah terjadi, aku marahpun takkan berguna karena aku sadar kau melakukannya demi kita,” ucap Bandi, berusaha untuk tersenyum.
0 komentar:
Posting Komentar