Cerita Sex Terbaru Saat Diriku Dikentot Mertua Yang Perkasah – Didesak hawa nafsu tinggi dan segera disenggamai, aku tidak peduli lagi jika dikatakan pelacur oleh mertuaku seksi bernama Pak Handoko yang sudah berusia sekitar 57 tahun.
Sengaja aku meremas dan meraba pantat bulatku di depan Bapak mertuaku yang sedang duduk. Usaha ini adalah untuk menggodanya. Berlagak seperti pelacur yang sedang melayani pria hidung belang, aku benar-benar ingin segera disenggamainya.
“Puaskan aku Pak. puaskan menantu binalmu ini, please,” rengek ku memancing nafsu bapak mertuaku.
Dirudung nafsu tinggi dan tidak tertahankan lagi, aku gelap mata dan rasa maluku hilang. Aku bahkan dengan berani menyentil klitoris vaginaku, dan memasukan jari ke lobang surgaku.
Aku mendesah pelan dan menggelinjang enak, tanpa hiraukan mertuaku terus memandangku.
“Paaaak!!!.. Dina keluar!!..,” desah nikmatku saat cairanku keluar.
Tubuhku gemetar dilanda gelombang orgasme di hadapan pria yang notabene Bapak Mertuaku. Pak Handoko.
Aku sudah tak sanggup berdiri di hadapan Bapak mertuaku. Aku sandarkan tubuhku dengan sisa-sisa tenaga, sementara vaginaku masih berdenyut hebat. Aku bergegas ke kamar tidurku dan merebahkan tubuhku disana.
Aku tertidur cukup lama. Saat membuka mata secara perlahan, kutatap pintu kamar tidurku masih terbuka lebar. Aku terkejut.
“Ya tuhan. Apakah dia Pak Handoko?,” bathinku mempertanyakan sosok pria di belakang tubuh telanjangku.
Kuhirup nafas dalam-dalam dan mencoba mengendus aroma pria dikamar tidurku. Dari aroma khasnya, aku yakin jika dia Pak Handoko.
“Astaga…. dia benar-benar Bapak mertuaku…”
Entah karena gengsi atau malu, yang jelas aku tak berani menunjukkan kepada Pak Handoko jika saat itu aku sudah benar-benar terjaga. Satu hal yang bisa aku lakukan saat itu adalah, hanyalah berpura-pura tidur.
Sebuah tangan kasar menyentuh pantatku. Sentuhan sangat ringan seolah-olah dia juga takut jika aku akan terbangun. Sentuhan berubah menjadi rabaan. Dari rabaan berubah menjadi remasan.
Pelan tapi pasti, Bapak mertuaku mulai mempermainkan tubuh telanjangku. Awalnya Pak Handoko hanya mengusap pantat, mengelus paha, meraba pinggang hingga pada akhirnya, tangan mesum Bapak mertuaku mulai meremas-remas daging bulat pantatku. Diperlakukan tidak senonoh seperti itu, gairahku bangkit kembali.
Lendir vaginaku seolah tak pernah ada habisnya, ia akan selalu keluar setiap kali aku merasakan gelombang birahi sekecil apapun. Dengan terus berpura-pura tidur, secara inisiatif aku mencoba untuk membalas godaan Bapak mertuaku dan menggerakkan tubuhku seolah merasa agak terbangun.
Bukannya aku membuka mata dan menegur ketidak sopanan Bapak mertuaku yang saat itu sedang meraba-raba tubuhku, aku malah berpura-pura tidur lagi. Bedanya, aku mulai berani mendorong pinggulku ke belakang, sengaja menyajikan pantat bulatku ketangan Bapak mertua kesayanganku itu.
Tahu alam bawah sadarku merespon tangan mesum Bapak mertuaku, tak beberapa lama, aku mendengar gemerisik pakaian dan yang aku tahu, kasur tempat tidurku sedikit berguncang. Aku yakin jika saat itu Pak Handoko sedang melepas semua pakaian yang menempel di tubuhnya. Dan setelah telanjang bulat, kembali ia memposisikan tubuhnya searah denganku serta meletakkan tangan mesumnya di pantatku sambil berbisik pelan,
“Ohhhh Dina! Mengapa kamu menggoda bapak seperti ini nduk? Mengapa kamu tidak minta bapak secara langsung.
Apakah kamu ingin bapak senggamai vaginamu nduk?,” tanya Bapak mertuaku.
“Kalo memang itu yang kamu mau, OK nduk…. Ok… Bapak disini sekarang!… Bapak sudah siap melayani semua kebinalanmu…” tambahnya sambil terus mengusap dan meremas pantat bulatku.
Mendapat perlakuan mesum seperti itu, aku sudah pasti tak akan mampu menahan birahiku. Nafasku mulai memburu dan detak jantungku berdetak semakin cepat.
“Dina…! Dina Sayang…! Ya Tuhan… Tubuhmu begitu indah nduk… Tubuhmu begitu menggoda… Jika seandainya Budi bukan anakku, bapak rela nduk memperebutkan dirimu dengannya…. Bapak rela nduk menukar hidup bapak demi bisa mendapatkan kenikmatan dari tubuhmu… Bapak rela…”
Mendengar kalimat dari Bapak mertuaku, apa yang bisa aku katakan untuk ini? Aku merasa benar-benar tersanjung. Aku merasa benar-benar senang. Namun karena saat itu aku masih dalam kondisi berpura-pura tertidur, aku merasa tidak berani bangun. Tiba-tiba, tangan mesum Bapak mertuaku yang semula meremas-remas bongkahan pantat bulatku pindah, naik kearah pinggang, lengan dan akhirnya berhenti di samping payudaraku.
“Oooohhhh….” Rasanya begitu berbeda.
Pak Handoko kemudian meraba pelan daging payudara sebelah kananku. Dan dengan perlahan, beliau mulai meraba, mengusap dan meremasnya.
“Ohhh Tuhaaannn….!” Merasakan perlakuan mesum Bapak mertuaku, aku seperti merasa berada dipenjara. Aku bisa merasakan nikmat sentuhannya tetapi tidak bisa bereaksi lebih banyak.
ANEH melihat tubuhku yang masih terdiam, Bapak mertuaku semakin berani melakukan aksi mesumnya. Beliau dengan sengaja memajukan tubuh telanjangnya dan menempelkannya ke tubuh telanjangku dari belakang. ASTAGA aku bisa merasakan, batang panas yang sangat panjang menempel diantara celah pantatku. Batang yang aku tahu pasti sedang berusaha menunjukkan kebesaran dan kekokohannya pada diriku.Pasti Bapak mertuaku saat ini sudah sangat terangsang.
Terbukti dari batang penisnya yang sudah terasa begitu keras mendorong daging pantatku.
“Batang berkedut Pak Handoko mertuaku sudah ada di dekat celah kenikmatanku….”
“Sepertinya batang berurat Bapak mertuaku sudah siap untuk menjajah lubang kewanitaanku…”
“Sebentar lagi, batang panjang Bapak suamiku pasti bakal memuaskan vagina milik istri anaknya…”
Tiba-tiba aku merasa serba salah. Di satu sisi, aku yang masih berpura-pura tidur dan sama sekali tak berani membuka mata, namun disisi lainnya, aku sangat mengingikan untuk dapat menanggapi semua kemesuman Bapak mertuaku.
“Dina…. Tubuhmu seksi sekali nduk… Bapak benar-benar tak bisa menahan nafsu…” bisik lirih Bapak mertuaku ke telinga kananku “Bapak benar-benar ingin menikmatin tubuh indahmu ini…” tambahnya lagi.
Aku tetap terdiam. Tetap berpura-pura tidur. Tiba-tiba, aku merasakan tangan mesum Bapak mertuaku menulungkupkan jemarinya dipayudara kananku. Meraba, meremas dan memilin putting payudaraku dengan gemas. Garusan dan usapan kulit tangan kasarnya di kulit payudaraku, membuat bulu kudukku merinding.
“Ooouuuhhhh….” Desah nafasku tertahan. Remasan tangan Bapak mertuaku terasa begitu nikmat.
Walau Mas Budi, suamiku sering sekali meremas dan memilin putingku, tapi entah kenapa rasanya sangat berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Bapak kandungnya ini. Pak Handoko, Bapak mertuaku, terus meremas payudaraku dengan perlahan.
“Tetekmu benar-benar besar nduk… Sampai tak muat tanganku meremas daging bulatmu ini…” ucap Bapak mertuaku sambil sesekali mengecup lengan dan bahuku.
Perlahan, remasan tangan Bapak mertuaku dipayudara kananku semakin kuat. Sepertinya ia sengaja ingin membuatku terbangun. Namun. Entah kenapa, walau sudah jelas beliau mengajakku untuk melakukan perzinahan, aku masih benar-benar malu dan takut. Walau aku masih berbohong dengan berpura-pura tidur, tubuhku seolah mengkhianatiku.
Wajahku mulai bersemu merah, nafasku mulai menderu, payudaraku mulai mengeras, puttingku mulai mencuat, dan vaginaku semakin membasah. Semua karena perlakuan mesum Bapak mertuaku. Pak Handoko masih terus merangsang tubuh diamku. Berulang kali beliau meremas dan memilin payudaraku demi mendapat respon dariku. Hingga tiba-tiba tangan mesum beliau berpindah dari payudaraku dan meraba vaginaku.
“Sepertinya sudah ada yang keluar nduk,” kata Pak Handoko, mulai memilin-milin rambut kemaluanku sembari menggelitik klitorisku yang sudah mengeras.
“Nduk… Ternyata kamu sudah siap dientot ya…?” tambahnya lagi.
Aku tak menjawab pertanyaannya. Aku hanya bisa terus berpura-pura tidur. Padahal, jika Bapak mertuaku tahu yang sebenarnya, aku sudah benar-benar sangat menginginkan tawaran beliau.
“Iya pak… iya… aku sudah benar-benar sange… aku sudah sangat ingin ditusuk oleh kontol besarmu… entot aku pak…” pintaku dalam hati. Kuhembuskan nafas panjang dan terus berpura-pura tidur.
Melihat responku, tiba-tiba Bapak mertuaku menusukkan salah satu jemarinya ke dalam celah vaginaku.
“Hhhhssssshhhh Ooouuuhhh….” Teriakku tertahan dan secara reflek aku memundurkan pinggulku.
Akibatnya, pantatku menabrak penis Pak Handoko yang sudah berkedut hebat. Di depan vaginaku ada jemari tebal yang mulai mengocok vaginaku, dan di belakang pantatku ada batang raksasa Bapak mertuaku yang sudah siap menusuk. Maju kena, mundur kena. Malu, sungkan, geli, merinding, pengen, semua emosi bercampur menjadi satu. Emosi yang pada akhirnya hanya menyimpulkan satu kata. NIKMAT.
“Kamu sudah siap nduk…?” Tanya Bapak mertuaku lagi.
“Kamu terus tidur saja nduk…biar bapak yang bakal memuaskanmu….”
“OOhhh… jangan goda aku lagi pak… aku sudah nggak tahan lagi… Buruan pak… Buruan senggamai menantumu binalmu ini….” pintaku dalam hati sambil kembali menarik nafas panjang.
“Hmmm… Okelah nduk… bapak anggap kamu juga ingin segera merasakan kenikmatan bersama-sama… Siap-siap nduk… Bapak bakal memuaskan birahimu….”
Seolah mampu membaca kata hatiku, Pak Handoko segera menyelipkan telapak kaki kanannya di antara kedua kakiku, dan dengan perlahan ia mulai mengangkat betis kaki kananku keatas. Mencoba untuk membuka celah vaginaku lebar-lebar. Dan setelah betisku terangkat, ia segera memajukan pahanya dengan tujuan mengunci paha dan kakiku supaya tetap membuka. Cara yang unik sekali.
“Panas sekali…” kurasakan penis besar Pak Handoko yang tiba-tiba menempel pada mulut vaginaku.
“Memek kamu benar-benar hangat nduk…. Gemuk…” bisiknya pelan sembari mulai memajukan pinggulnya.
Dan dengan tangan kanannya yang masih mengobel celah vaginaku, tanpa kesulitan beliau menempelkan batang penisnya yang sudah mengeras panjang pada pembukaan celah vaginaku.
“Pasti memek kamu sempit sekali ya nduk…?” ucap Pak Handoko yang mulai memajukan batang penisnya.
“Inilah saatnya…. Inilah kenikmatan yang aku tunggu-tunggu sejak lama…”
“Ayo tusuk pak… tusuk memek anak menantumu… setubuhi istri anakmu…”
Kumundurkan lagi pantatku guna menyambut batang kejantanan Bapak mertuaku. Kubuka kakiku lebar-lebar dan bersiap-siap merasakan kenikmatan darinya. Dan karena saat itu vaginaku sudah benar-benar membanjir basah karena cairan kenikmatanku, dengan sekali dorong, penis raksasa Bapak mertuaku itu dapat menguak liang tubuhku.
LOOOOHHHH…ternyata Pak Handoko tak segera melesakkan kepala penisnya ke dalam celah kewanitaanku. Beliau malah sengaja menggoda birahiku dengan cara menggesek-gesekkan batang penisnya di mulut vaginaku. Maju mundur, maju mundur, maju dan mundur. Berulang kali Pak Handoko menggaruk lubang kenikmatanku dari luar.
“Ssshh….Enak nduk…?” desah Pak Handoko pelan sambil terus memaju mundurkan pinggangnya. “Luar memeknya aja sudah legit gini… apalagi lubangnya ya nduk…pasti menggigit sekali…” tambahnya.
Tiba-tiba, Pak Handoko menggenggam telapak tanganku dan membawanya turun ke selangkanganku. Di tempelkannya tanganku pada selangkanganku dan meminta jemari lentikku untuk mengurut kepala penisnya setiap kali kepala penis itu muncul dari gundukan vaginaku. Dan dari situ, aku bisa tahu jika Pak Handoko memiliki penis yang istimewa. Merasakan ada suatu keanehan dibawah sana, aku yang masih berpura-pura tidur, mencoba untuk melirik kearah selangkanganku.
“Astagaaaa… ternyata penis Pak Handoko benar-benar panjang…” kagumku yang melihat batang hitam milik Bapak mertuaku berulang kali nongol dan tenggelam di balik tonjolan daging gemuk vaginaku.
Walau sudah melewati tubuh bawahku, aku masih bisa melihat kepala dan sedikit batang penis Pak Handoko.
Penis yang ada di bawah selangkanganku itu terlihat begitu mengkilap karena terbasuh oleh lendir vaginaku. Dan karena gesekan-gesekan batang berurat millik Bapak mertuaku itu, aku merasa vaginaku menjadi semakin gatal.
“Ooouuugghhh pakk… Jangan siksa aku seperti ini pakk… aku sudah nggak tahan lagi…” ucapku dalam hati.
Berulang kali, Pak Handoko menggodaku. Memaju mundurkan pinggul dan batang penisnya. Namun alih-alih mendapat kenikmatan akan sodokan batang berurat miliknya, aku hanya merasa gatal karena gesekan batang penisnya di mulut vaginaku.
“Aku harus bisa memasukkan penis itu ke dalam vaginaku…” Aku sudah kehabisan akal, tak tahu harus berbuat apa. Hingga tiba-tiba terbersit sebuah ide.
Untuk beberapa saat, Pak Handoko masih saja menggodaku, menggesek-gesekkan batang penisnya diluar mulut vaginaku. Membiarkan jemari tanganku mengurut kepala penisnya dari depan vaginaku setiap kali ia mendorong dan menarik batang penisnya.
“Lendir kamu banyak sekali ndukk.. ” bisik Pak Handoko sembari menarik penisnya mundur “Bapak suka memek yang becek seperti ini… bapak suka…” tambahnya lagi ketika akan memajukan penisnya.
“Inilah saatnya….” Girangku. “Ayo sodok pak… buruin majuin batang tititmu keras-keras…”
“Aku harus gunakan jemari tanganku yang masih berada di depan selangkanganku..”
Ketika Pak Handoko memundurkan pinggangnya, aku sengaja mengarahkan kepala penis Pak Handoko ke dalam mulut vaginaku. Dan benar seperti prediksiku, ketika beliau memajukan penis dan pinggulnya, jemari tanganku yang menahan penis itu supaya maju kedepan, secara otomatis membelokkannya kearah mulut vaginaku. HEEEEEGGGGGG….nafasku mendadak tersekat, jantungku mendadak terhenti dan kesadaranku mendadak memudar.
“SAAAAKKKKIIIITTTTTTT…….” Hanya satu kata itulah yang bisa aku rasakan ketika batang penis berukuran besar milik Bapak mertuaku secara paksa menerobos rongga kenikmatanku.
Secara reflek, karena menerima tusukan tajam dari penis Pak Handoko, tubuhku menggeliat maju kedepan. Berusaha menjauh dari hujaman batang penis Bapak mertuaku.
“Wwwoooooaaaaa…..” pekik Pak Handoko keenakan ketika tiba-tiba merasakan batang penis yang didorongnya maju ternyata berbelok keatas dan masuk ke dalam vaginaku.” Enak banget nduuukkkk….”
“GILAAA….” Desahku dalam hati “Sakit sekali…!!!”
Aku tak pernah tahu, jika sakit yang aku rasakan bakal seperti ini. Walau saat itu vaginaku sudah berlumuran lendir pelicin dan sudah siap menerima penetrasi sebuah penis, aku tak pernah tahu jika sakitnya akan benar-benar pedih. Sepertinya vaginaku yang sebelum-sebelumnya hanya menerima sodokan penis kecil milik mas Budi, belum terbiasa untuk dapat menerima batang super besar milik Pak Handoko. Dan aku tahu, jika aku ingin cepat mendapat kenikmatan perzinahan ini, aku harus sesegera mungkin beradaptasi dengan ukuran dari penghuni baru vaginaku.
“aku harus mampu menahan rasa sakit ini…” keluhku dalam hati. Mencoba untuk tak menghiraukan rasa pedih di vaginaku.
“Memek kamu benar-benar basah nduk…” kata Bapak mertuaku dengan nada keenakan. “LEGIT….”
Berulang kali, Pak Handoko mencium tengkuk dan pundakku dari arah belakang. Mencoba untuk memperlancar jajahan batang penisnya yang sudah setengahnya terbenam di dalam celah kenikmatanku. Dengan sedikit tekanan, Pak Handoko kemudian mulai menggerakkan pinggulnya maju dan menusukkan batang panjangnya ke dalam vaginaku. Karena aku sudah benar-benar merasa terangsang, rasa sakit itu perlahan menghilang dan berubah menjadi rasa geli nikmat.
Sekuat tenaga aku mencoba merenggangkan otot-otot vaginaku, membiarkan batang nikmat ini menggaruk kegatalan yang ada di dalam rongga kewanitaanku. Hingga setelah beberapa saat, tak ada lagi hambatan yang dirasa ketika batang penis Bapak mertuaku menusuk celah kenikmatanku. Mulai dapat meluncur dengan cukup mudah.
“Enak sekali memek kamu nduk…. jauh lebih enak daripada memek istriku yang sudah kendor…” puji Bapak mertuaku sambil menyentil-nyentil daging klitorisku. “Dan satu lagi yang kusuka dari memekmu nduk… Lendirmu benar-benar banjir…”
Ada sedikit kebanggaan dan keanehan yang kurasa dari ucapan Bapak mertuaku barusan. Bangga, karena pujian yang dilontarkan Bapak mertuaku akan kenikmatan dari jepitan vaginaku. Dan aneh, karena Bapak mertuaku berbeda dengan banyak pria lain yang menyukai vagina keset, ternyata Bapak mertuaku lebih suka vaginaku yang berlendir.
“Ya Tuhan, perzinahan ini terasa sangat nikmat…” ucapku dalam hati.
“Ayo pak… setubuhi aku… tiduri menantumu… hamili istri anakmu…” pintaku dalam hati sambil terus menyuguhkan pinggulku ke arah belakang.
Perlahan tapi pasti, gelombang orgasmeku mulai datang.
“Gila nduk… lendir memekmu sepertinya tak ada habisnya…” ucap Pak Handoko yang kali ini tangannya menggempur klitorisku dengan gemas.
“Memekmu wangi dan rasa asinnya bikin ketagihan….” Berulang kali, Bapak mertuaku mengobok vagina basahku, membasuh jemari tangannya dengan lendir pelumasku,
lalu mengisap bersih-bersih dengan mulutnya.
“Beda sekali dengan ibunya Budi…. Memeknya sepet… bikin sakit kontolku aja…”
Kembali aku disbanding-bandingkan dengan istri Pak Handoko. Dan kembali aku merasa tersanjung mendengar kalimatnya. Bapak mertuaku memang penuh dengan kejutan. Terbukti ketika aku sedang mencoba mendalami kenikmatan baru dari persetubuhan terlarang kami, tiba-tiba beliau mencabut batang penis panjangnya dari vaginaku.
“Memek kamu pasti rasanya enak sekali ya ndukk…?” tanyanya tiba-tiba.
Dengan cepat Pak Handoko memutar tubuhnya, membungkukkan kepalanya kearah selangkanganku dan menggantikan sodokan batang penisnya dengan lidah kasarnya.
“Enak sekali pak,”.
Baru kali ini aku merasakan kegeli-nikmatan dari sebuah lidah pria. Sebenarnya, sudah ratusan kali mas Budi meminta diriku supaya mau untuk menerima seks oral darinya, tapi karena aku merasa vagina bukanlah anggota tubuh yang pantas untuk dijilat, ratusan kali pula aku menolaknya. Rasanya aneh, risih, geli, jijik dan ngilu. Sama sekali nggak ada nikmat-nikmatnya. Namun, entah kenapa ketika melakukan seks oral dengan Pak Handoko, aku merasa begitu menikmatinya. Aku merasa benar-benar keenakan. Rasanya benar-benar berbeda jika aku melakukan dengan suamiku.
“Aku pengen terus bisa melakukan perzinahan ini… aku menikmatinya… aku tak ingin segera berakhir…”
“Ya Tuhaaannn… enak sekali…” desahku dalam hati.
Karena aku masih berpura-pura tidur, aku tak bisa banyak-banyak mengekspresikan diriku. Aku hanya bisa terdiam sambil menggigit bibirku keras-keras setiap kali aku merasakan kenikmatan dari jilatan lidah Pak Handoko. Lidah pria tua itu seolah menari-nari di dalam vaginaku, menggelitik setiap senti pori-pori vaginaku..
“Hhhhhhsss…..”
Sepertinya, Bapak mertuaku ini memiliki jutaan tehnik bercinta yang membuatku ketagihan. Dengan hanya mendorongkan lidah dan menjilat rongga vaginaku, tiba-tiba aku merasa seperti di ambang orgasme.
“OOOOOooooohhhhhhhh…..sssshhhhh……..”
Berhasil! Orgasmeku datang dan vaginaku memuncratkan cairan kenikmatannya. Tubuhku bergetar dan mengejang hebat. Aku tak sanggup berpura-pura tidur lagi. Aku sudah tak mampu menahan nafsu birahiku lagi. PERSETAN jika Pak Handoko menganggapku wanita murahan. Yang jelas, saat itu aku sudah benar-benar merasa ingin mendapat jutaan kenikmatan darinya. Aku yang semula diam, sekarang sudah berani memegang lembut kepala Bapak mertuaku yang sedari aku orgasme, masih saja berada di selangkanganku. Namun sekuat apapun aku berusaha menjauhkan kepala beliau dari selangkanganku, sekuat itu pula ia mempertahankan posisinya supaya tetap menjilati vaginaku di bawah sana.
“Memek kamu benar-benar enak nduk…. ” Ucap Pak Handoko sambil membenamkan mulutnya di liang vaginaku, menghisap kuat-kuat rongga kewanitaanku. Ia seolah tak membiarkan ada sedikitpun lendir orgasmeku yang terlewat olehnya.
“ENAK BANGEEEETTTT….”
Pak Handoko memang ahli merangsang wanita, karena beberapa saat setelah orgasme, birahiku mulai kembali lagi. Semua itu hanya ia lakukan dengan lidah ajaibnya. Dengannya, aku merasakan surga.
“Sekarang giliran bapak ya ndukk….” Ucapnya sambil tersenyum. “Bapak bakal ngehukum mantu bapak yang nakal…. Hehehehe….”
Dalam satu gerakan cepat ia kembali ke posisi semula, memutar tubuhnya, merenggangkan kakiku dengan pahanya dan menempatkan penisnya kearah pangkal pahaku.
“Kamu sudah siap ndukk…?” Tanya Pak Handoko yang mulai menggoda birahiku lagi dengan cara menggesek-gesekkan batang penisnya di luar mulut vaginaku.
“HHHhhhhhhhhh………….” Aku tak menjawab. Aku hanya bisa menghela nafas panjang.
“Siap-siap ya nduk… bapak mau masukin kontol besar bapak ke memek sempit menantu nakalnya….”
Karena vaginaku yang masih berlumuran lendir pelicin, dengan sekali dorong beliau mampu memasukkan seluruh batang penisnya ke dalam vaginaku. HHEEEEEGGGGGHHH…Sejenak, aku merasakan lagi rasa penuh dan sakit akibat sodokan penis besar Pak Handoko yang buru-buru itu. Namun, beberapa saat kemudian rasa sakit dan penuh itu perlahan sirna. Tergantikan oleh rasa gelijang geli dan nikmat yang tiada tara. Kembali aku merasakan keanehan pada tubuhku. Jika biasanya, setelah orgasme aku merasakan ngilu pada vaginaku dan menolak segala macam stimulus, namun kali ini, aku tak merasakannya sama sekali. Malahan yang ada, aku merasa begitu ingin segera merasakan sodokan-sodokan kasar Bapak mertuaku.
“Apakah aku sudah berubah menjadi wanita binal? Wanita pelacur yang selalu gatal akan siksaan penis-penis pria lain…?”
Sodokan sodokan batang penis Pak Handoko semakin dalam. Setiap kali beliau menyodok, semakin dalam pula gatal yang aku rasakan pada dinding vaginaku.
“Akhirnya nduk….Mentok….” ucap Bapak mertuaku yang tiba-tiba memeluk tubuhku dari belakang. “Bapak bisa memasukkan seluruh kontol bapak kedalam memekmu….”
Kami menggunakan “spoon position”. Posisi yang memungkinkan persetubuhan dengan cara memeluk dari belakang. Perlahan tapi pasti, Pak Handoko mulai menggerakkan pinggangnya, menusukkan batang raksasanya dengan gerakan super lambat. Saking lambatnya, aku bisa merasakan urat-urat yang menonjol di sekujur batang penisnya menggaruk dinding vaginaku.
Bersetubuh dengan Bapak mertuaku, aku baru sadar jika penis bisa memijit, aku juga baru sadar jika penis bisa menggaruk kegatalan dinding vagina, dan aku baru sadar jika penis bisa menjadi seperti vacuum yang menyedot serta mengisi kenikmatan di liang vagina wanita. Semenjak bercinta dengan Pak Handoko, aku merasa seolah kenikmatan darinya mampu membalik pemikiranku tentang bercinta dengan mas Budi. Benar-benar berbeda. Jika dibandingkan, bercinta dengan suamiku sekarang terasa begitu aneh.
Bersama suamiku, aku hanya merasa geli, capek, dan terkadang risih. Sehingga secara tak langusng, aku seolah menjadi kurang tertarik jika harus bersetubuh dengan penis kecil suamiku lagi. Bersama Pak Handoko dan batang penisnya yang sebesar botol air mineral, aku merasa berbeda. Ritme, tehnik, dan ukuran kejantanan mereka jauh berbeda, sehingga ketika bersama Bapak mertuaku itu, aku seolah tidak bisa menolak segala macam kenikmatan yang ia hujamkan kedaam liang vaginaku.
“Ssshh….. oooohhh…hhhsss….” Merasakan sodokan-sodokan penis Bapak mertuaku, mau tak mau mulutku mulai mendesah.
Acting pura-pura tidurku tak lagi aku hiraukan. Kenikmatan ini tak mampu lagi aku tahan dan bendung.
“Enak nduukk…?” Tanya Pak Handoko sambil terus menyodok-nyodokkan batang penis panjangnya pada vaginaku.
“Eehhhhmmmmm…. Ssshhhh….” Aku tak menjawab, hanya bisa mengangguk dan mendesah lirih..
“Gak usah pura-pura tidur lagi yang Dina sayang… ” ucap Bapak mertuaku sembari mengecup tengkuk leherku.” Bapak tahu kok jika kamu menikmatinya….”
“Ehhhmmmmm…. Oooouuugghhh….” Jawabku lagi.
“Mau ganti posisi nduk…?”
“SShhh… Oooouuugghhh….” Lagi-lagi aku tak menjawab, hanya menganggukkan kepalaku pelan.
Merasa sodokan nikmat penis Pak Handoko, aku sudah tak lagi peduli jika beliau tahu selama ini aku hanya berpura-pura tidur atau sudah terbangun. Bagiku tak ada bedanya. PLOOOPPP…suara yang terdengar ketika Pak Handoko mencabut penis panjangnya secara tiba-tiba dari vaginaku.
“Telentang ndukk…” pinta Pak Handoko singkat. Tampaknya Bapak mertuaku benar-benar yakin jika aku mau menuruti permintaannya.
Benar saja, aku menggerakkan tubuhku kekanan dan telentang pasrah, menunggu sodokan tajam penis Bapak mertuaku. Di hadapannya entah kenapa, aku selalu bisa pasrah, mirip boneka yang selalu menuruti perintah pemiliknya. Dengan perlahan, Pak Handoko mengangkat betisku dan meletakkannya di pundaknya. Kali ini ia sepertinya ingin menggunakan posisi misionaris. Pak Handoko menyetubuhiku dengan kekuatan penuh. Batang penisnya menghujam dengan cepat. Keluar masuk dengan diringi suara kecipak lendir kenikmatanku. Saking cepatnya, ada busa putih yang keluar dari vaginaku seiring keluar masuknya batang penis Bapak mertuaku.
“Bapak mau keluar nduk… bapak mau ngecrot…” bisik Bapak mertuaku dengan tak menghentikan sodokan tajam penisnya.
Tak beberapa lama kemudian, aku merasakan jika tubuh Bapak mertuaku mulai bergetar. Nafasnya menderu dan matanya terbalik, putih.
“Keluar dimana ndukk….?” Keluar dimanaaaaaaa….?” Tanya Pak Handoko padaku ketika ia akan mendapatkan gelijang kepuasannya.
Namun sebelum aku sempat menjawab pertanyaannya, beliau keburu ORGASME.
“OOOOUUUUGGGGHHHHHHH DinaAAAA…..” teriak Pak Handoko lantang sambil menghujam-hujamkan batang penis besarnya sejauh mungkin ke dalam vaginaku.
Segera saja, aku merasakan 7 kali semprotan air mani panas di dalam dinding vaginaku, dan beberapa detik kemudian orgasmeku pun menyusul. Orgasme bersama Pak Handoko, aku merasakan klimaks yang benar-benar NIKMAT. Penisnya berkedut dengan hebat, seolah menggelembung dengan besar.
“Bapak puas nduk…Bapak benar-benar puas…” ucapnya padaku sambil tersenyum. “Makasih ya nduk… istri baruku…”
“Istri baruku….?” Aku tak percaya akan ucapan beliau barusan. Apa maksud dari kalimat “istri baruku…?”
Masih merasa terheran-heran akan perkataan Pak Handoko barusan, kembali ia melakukan satu hal yang selama ini tak pernah aku duga-duga. Tiba-tiba Pak Handoko memajukan wajahnya dan mencium mulutku. Beliau menciumku dengan bertubi-tubi, seolah tak akan ada lagi hari esok. Mendapat ciuman dari Bapak mertuaku, seketika aku menjadi bangga dan tersanjung karenanya. Pipiku merona dan aku pun mulai memagut mulutnya, membalas ciuman dari Bapak mertuaku.
“Istri baruku…. Istri baru Pak Handoko… Istri baru Bapak mertuaku…”
Berulang kali lalimat tersebut terngiang-ngiang di terlingaku. Aku yakin sekarang Bapak sudah jatuh ke dalam dekapanku. Dari cara menciumku, aku bisa tahu jika baginya, aku seolah wanita yang benar-benar ia inginkan. Setelah ejakulasi Pak Handoko menjatuhkan tubuhnya disampingku, tengkurap dengan wajah menghadap kearahku dan tangan yang memeluk perut rampingku.
Melihat Bapak mertuaku kecapean, aku hanya bisa kembali pasrah, telentang menghadap langit-langit kamar dan mencoba mengatur nafas. Kami berdua sangat lelah, tapi puas. Pak Handoko terus menciumi tubuh telanjangku.
Tangan yang semula terdiam di atas perutku mulai digerakkan naik untuk menjelajahi payudara besarku. Beliau mulai mengelus dan meremas payudaraku perlahan, mencoba menenangkankan hatiku karena perzinahan yang baru saja kami lakukan.
Kutatap pria tua yang ada di samping kananku, kuperhatikan dalam-dalam raut wajah kepuasan yang ia tampilkan. Sambil terseyum Pak Handoko mulai tertidur. Usapan dan remasan tangannya pada payudaraku mulai terhenti, dan suara dengkuran lirih mulai terdengar. Kuhirup nafas dalam-dalam sambil membisikkan sesuatu di telinganya.
“Aku ingin penis bapak tiap hari!!,” kataku sambil ciumi daun telingannya.
0 komentar:
Posting Komentar