Jelang Pilpres, Polisi Ingatkan Penyebar Hoax bisa Dibui 6 Tahun
Jelang tahun Pilpres dan Legislatif, kepolisian kembali mengingatkan agar masyarakat tidak menyebar hoax dan ujaran kebencian. Pidana penjara 6 tahun serta denda Rp 1 miliar siap menanti bagi siapapun pelakunya.
Kadiv Humas Polri, Irjen (Pol) Setyo Wasisto, memprediksi praktik penyebaran hoax dan ujaran kebencian makin masif menjelang tahun 2019. Oleh sebab itu perlu edukasi untuk masyarakat terkait penyebaran pesan baik lewat dunia maya atau dunia nyata yang berkonten hoax atau ujaran kebencian.
"Prediksi jelang 2019 akan banyak. Perlu antisipasi dan edukasi," kata Setyo di Akpol Semarang, Rabu (12/9/2018).
Setyo menjelaskan, Polri sudah sejak awal berusaha melawan hoax dengan membuat tim untuk menangkalnya, bahkan untuk menghadapi Pilpres 2019 sudah ada Satgas Nusantara supaya suasana tetap kondusif saat tahun politik.
"Terkait jelang pemilu 2019, kita sudah antisipasi, bahkan Polri bentuk Satgas Nusantara, antisipasi, agar masyarakat supaya sejuk, supaya aman, damai memasuki gelaran kontentasi Pilpres dan Pileg," tandasnya.
Hoax serta ujaran kebencian memang menghawatirkan terutama di dunia maya melalui medsos. Bahkan sepekan terakhir nama Setyo dipakai untuk hoax yang menyatakan Polri akan menggelar berbagai razia mulai 11 September selama sebulan.
"Meski kontennya bagus untuk mengingatkan masyarakat, tapi di satu sisi membuat masyarakat tidak nyaman. Itu hoax," pungkasnya.
Para pembuat atau penyebar hoax serta ujaran kebencian sangat bisa dijerat dengan Undang-undang Informasi Transaksi Elektronik dan terancam hukuman 6 tahun penjara hingga denda sampai Rp 1 miliar.
"Penyebar hoax yang ujaran kebencian bisa 6 tahun penjara dan denda sampai Rp 1 miliar, UU ITE pasal 28," jelas Setyo.
Pesan yang patut diduga hoax, lanjut Setyo, biasanya diawali atau diakhiri dengan kata-kata 'sebarkanlah' atau sejenisnya. Untuk memastikan kebenarannya bisa cek di sejumlah media mainstream.
"Ciri hoax, setelah atau sebelum berita dituliskan tolong sebarkan, itu tanda-tanda hoax. Coba cek di media mainstream, online atau televisi. Kalau tidak ada ya patut diduga," tegasnya.
0 komentar:
Posting Komentar