Jokowi vs Sandiaga dan Ungkapan 'Gila'
Jokowi dan Sandiaga Uno menggunakan ungkapan 'gila' dalam momentum yang berbeda. Apakah ada tujuan politik tertentu?
Jokowi berucap "Masalah stuntman, inikan tontonan, hiburan untuk pembukaan. Kalau yang namanya presiden suruh akrobat seperti itu ya.. ya gila bro...ya nggaklah," Rabu (29/8/2018) kemarin.
Sementara Sandiaga mengomentari hasil survei elektabilitas capres dengan ungkapan "Di bawah berapa? 29 Persen, ah gila, yang bener? Awalnya kan 0,3 persen saya," di Gado-gado Boplo, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (21/8/2018). Ia mengomentari hasil survei LSI Denny JA.
Pakar politik yang juga Direktur Eksekutif Median Rico Marbun menerka itu sebugai sebuah strategi untuk tampil muda. Namun menurutnya itu bukan hal yang urgen dilakukan.
Berlomba merebut suara milenial dengan gaya, cara bahasa, kostum, aksi aneh-aneh itu tidak penting. Yang penting sekarang itu bagaimana pemimpin mereka bisa kasih mereka peluang kerja yang bagus, pendidikan yang bagus dan pelayanan publik yang bagus," kata Rico kepada wartawan, Kamis (30/8/2018).
Menurut Rico, milenial mendambakan pemimpin yang apa adanya, bahasa gaulnya ya be yourself. "Jadilah diri sendiri," kata Rico.
"Jangan paksakan gaya bahasa dan kebiasaan yang tidak natural. Karena milenial tidak suka kepura-puraan. Karena gaya bahasa 'gila bro' itu kan jarang kita lihat dalam bahasa sehari-hari mereka," katanya.
Ia lantas mencontohkan para pemimpin yang menggunakan bahasa yang nyentrik macam mantan Presiden AS Goerge W Bush. "Analisisnya dia itu gunakan folksy language, bahasa rakyat kebanyakan, gaya bahasa itu tidak dia ubah. Bahkan orang melihat dia sosok yang apa adanya sehingga dia disukai orang. Jika dua kandidat tadi menggunakan gaya bahasa yang tidak natural mereka gunakan, pemilih akan lihat ini hanya kepura-puraan," pungkasnya.
0 komentar:
Posting Komentar